Ia berpandangan bahwa setiap manusia punya cara masing-masing untuk menempuh hidup. Ada yang memulai kariernya dari sudut pendidikan dan ada yang hanya bermodalkan pengalaman. Tapi pemilik murah senyum yang bernama lengkap Fransiskus Yuvensius Herlin punya kunci menggapai hidup dan untuk menentang arus godaan dan cobaan hanyalah bermodalkan "percaya diri".
"Saya sampai tangguh dan mandiri ini, berkat doa Ibu Soay dan Ibu Nafsia Mboi yang kala itu melakukan kunjungan kerja di Maumere mendampingi suami mereka selaku Ketua DPRD NTT dan Gubernur NTT. Dua ibu ini sempat mampir digubuk saya dan sebelum saya sanggul rambut mereka, kedua beliau mengajak kami doa bersama, khusus untuk petualangan hidup saya, karena maklumlah orang seperti kami selalu menjadi cemohan dan olokan publik," ceritanya perlahan.
Anak ke dua dari tujuh bersaudara ini, lahir di Maumere 24 Agustus 1960 dari buah perkawinan Helena Bere (almarhuma) asal Belu dengan Matias Tiu (almarhum) asal Kecamatan Lela, Maumere. Tanpa malu-malu ia menuturkan perjalanan kariernya sampai sekarang memiliki sebuah salon ternama dan terlengkap di Maumere.
"Setelah menamatkan SD dan SMP di Maumere saya berangkat ke kota metropolitan Jakarta ikut kakak saya Drs. Fransiskus Meak Parera. Saya drop out kelas satu SMA 24 Senayan Jakarta. Motivasi awal ikut Kakak, hanya satu tujuan yakni mencari rejeki untuk membiayai mama dan adik-adik. Maklumlah ayah saya beristri dua. Jadi sebagai pengganti tiang rumah tangga saya bertekad untuk merantau," kenang Herlin.
Penyuka busana merah-hitam itu mengisahkan lepas SLTA, dia bercita-cita menjadi penggunting rambut.
"Ini memang bakat alam. Suatu hari pembantu di rumah kakak, ia meminta saya untuk menggunting rambutnya.Padahal saya baru pertama kali pegang alat gunting. Tapi karena rasa percaya diri, maka saya berani menggunting dan hasilnya bagus. Akhirnya menjadi ceritaan tetangga. Dan sejak itu bukan hanya para pembantu, malah ibu-ibu, rumah tangga dan wanita karier di lingkungan itu meminta saya untuk menggunting rambut mereka, " ungkap Herlin.

“Karena itu Rudy Hadi Suwarno mengangkat saya sebagai asistennya," ungkap Herlin. Saat itu pula Parfi, Persatuan Artis Film Nasional mengadakan seleksi untuk mencari penata rias bagi artis perfilman. Melihat peluang, Herlin mendaftarkan dirinya dan akhirnya keluar sebagai salah satu peserta yang dinyatakan lolos. Dengan bakat yang luar biasa sebagai penata rias tak ayal lagi kehidupan Herlin sangat begitu dekat dan akrab dengan hampir semua kalangan insan perfilman yang bernaung dibawah bendera Parfi. Keluarga alhmarum Dicky Zulkarnaen (salah satu bintang besar era 80-an) pun menganggapnya sebagai anggota keluarga mereka sampai dengan saat ini.

Ketika di goda mengenai segala hartanya akan dihibahkan kepada siapa, seandainya Herlin sudah tua, menurutnya, ia sudah mempersiapkan rumah mewah lengkap dengan perabotnya akan dihibahkan pada keponakan tersayangnya Irma yang kini tinggal di Kupang bersama suami dan anak.
Mengenai penghasilan perbulan, dengan rendah hati Herlin mengakui, tergantung rejeki. "Lumayan, apa lagi banyak orang sudah kenal.Semuanya tergantung kemurahan Tuhan.Saya tidak kecewa apabila terkadang kempis," ujarnya.

"Itukan orang perorangan. Bagi saya selalu bersyukur pada Tuhan karena dibelakang saya masih ada sesama yang lebih lain dari saya. Terus terang, tidak semua banci seperti itu. Itu karena tidak ada kerja dan kerdil iman" akui Herlin. Herlin yang kalo bicara selalu diiringi gelak tawa berprinsip kalau kita ingin berhasil kuncinya tetap selalu percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki kita, jangan selalu tergantung pada orang lain dan selalu melihat kebawa meski kita telah menjadi ’orang’.
Apapapun yang kita miliki didunia pada akhirnya tak akan kita bawa kelak ketika kita telah di panggil Yang Kuasa.
www.inimaumere.com