Moke di Jaman Pak Dan..
Mantan Bupati Sikka tampil beda kala menghadiri acara peresmian Harian Flores Star di Maumere awal bulan ini. Ia terlihat segar dalam balutan baju kaos berkerah. Dengan baju ukuran XL terlihat cocok dengan ukuran tubuhnya, bukan sekedar gagah-gagahan.
Merujuk pada berita Headline (berita utama) pada penerbitan perdana Flores Star,"Moke Buat Pusing Polisi Sikka," demikian Pak Dan mengembalikan kenangannya ke masa lalu. Semasa menjabat Bupati Sikka dengan semangat mudanya di usia 40-an, kata Pak Dan, ulah peminum moke (minuman alkohol tradisional) memusingkannya. Dia 'mengamuk' dan memerintahkan memberantas moke di seluruh Kabupaten Sikka. Namun semangatnya yang menggebu-gebu mendapat perlawanan dari wakil rakyat zaman itu, beberapa nama anggota DPRD semapt dingatnya namun banyak juga yang lupakannya datang menemuinya. Kata DPRD minum moke merupakan adat orang Sikka yang sulit dihilangkan.
"Pak Bupati jangan larang. Minum Moke punya filosofi adat, ada tata krama yang kuat bagi orang Sikka. Bahasa moke, matan naha wiri nora wanan (mata ada di kiri dan kanan). Minum setelah makan,"katanya.
Tulisan Moke kata Pak Dan juga mengingatkannya pada masa remajanya di bangku SMP sekitar 1950-an. Kala itu orang Sikka yang yang minum moke dilukiskan sangat jahat.
Pater Deken Maumere, Pater Holified yang dikenal luas umat dan masyarakat Sikka saat itu berkata demikian. Kalau kamu minum moke satu botol, kamu bisa menjadi kera. Sikap kera akan muncul. Tidak bisa menyanyi jadi bisa, bisa omong banyak, pidato. Sikapnya seperti kera. Kalau nekad minum sampai botol kedua akan berlaku seperti anjing. "Dadi raning (jadi berani) seperti anjing. Anjing tidak takut dengan siapapun. Siapa saja akan dilawan. Kalau sudah mabuk polisi juga dilawan, tembok saja dipukul," tutur Pak Dan.
Kalau minum sampai tiga botol, orang bisa jadi babi. Tidak bisa membedakan anatara keadaan yang bersih dan kotor. Makanan yang dimunta, lumpur bahkan kotorannya pun dianggapnya bersih. "Yang dimuntahkannya juga dianggap bersih. Yang suka minum moke berlebihan tinggal pilih saja. Satu botol jadi kera, dua botol jadi anjing atau tiga botol jadi babi,"tutur Pak Dan, membuat Bupati Sikka dan Wabup Sikka Sosimus Mitang dan Wera Damianus, muspida dan undangan tertawa.
Bincang-bincang dengan Pak Daniel Woda Pale dapat banyak inspirasi dan gagasan baru. Cerita pengelaman masa lalunya, mengkritisi kondisi terkini. Untuk kebaikan daerahnya yang lebih dimasa depan, tokoh ini banyak memberi gagasan. Segala macam persolaan yang dianggap tidak tepat dibeberkannya.
Kembali kepada cerita dimasanya menjabat Bupati dua periode silam. Kerja keras tanpa pamrih telah banyak menorehkan pretasi dalam berbagai aspek pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Sudah pensiun dari segala macam hiru pikuk politik dan pemerintahan, ide-ide Pak Dan layak diperhitungkan, dipertimbangkan dan dipergunakan.
Infrastruktur kurang pada masanya menjabat pimpinan daerah, Pak Dan tak kenal lelah berkeliling. Dia keluar masuk desa dan kampung, naik turun gunung dan menyusuri lembah agar bisa bersua dengan rakyat. Pelosok paling udik tempat warganya tinggal ia kunjungi. Jangan heran nama Pak Dan terus dikenal dan dikenang hingga saat ini.
Nostalgia dengan warganya di kampung, makan dan minum, senda gurau, merasakan langsung suasana dan penderitaan rakyatnya, itulah bagian dari kenangan masa lalu Pak Dan. Suguhan makan dan minuman lokal selalu disajikan masyarakat menghormati kedatangannya.
Setiap kali Pak Dan datang ke desa, ia disuguhi moke. Masyarakat merasa bangga dan terhormat bisa menyuguhkan moke yang terbaik kepada tamunya, apalagi kepada pemimpinnya. Setiap kali disuguhi moke Pak Dan tak pernah menolaknya.
Suatu hari Pak Dan harus mengunjungi Desa Hokor di Kecamatan Bola. Letak desa itu sangat jauh dan dimasa itu kendaraan hanya bisa menjangkau ibukota kecamatannya saja. Karena itu mereka turun dari mobil dan jalan kaki. "Cukup jauh sampai di desa Hokor. Kami jalan kaki. Saya harus kunjung warga saya disana,"kisah Pak Dan.
Malam hari Pak Dan menginap di desa itu. Dia tertkejut ketika besok pagi, saat pamit ia harus datang dari rumah ke rumah. Setiap rumah menyuguhkan moke kelas satu yang paling enak. Ia meminumnya disetiap rumah yang didatanginya untuk pamit.
"Bayangkan berapa banyak moke yang harus saya minum saat itu. Setiap rumah yang menyuguhkan moke saya meminumnya. Suguhan ini mempunyai nilai filosofi adat sangat tinggi bagi masyarakat. Saya sendiri heran saya tidak merasa mabuk atau apa-apa,"cerita Pak Dan.
Menurutnya meminum moke dalam suasana batin yang nyaman terasa berbeda dengan orang minum moke dalam suasana yang lain. "Kita tidak merasa muak. Saya puji moke-nya orang Hokor. Saya bilang, ini moke terbaik,"ujarnya.
Sudah banyak minum, Pak Dan berjalan kali melalui Wukur menuju Desa Sikka. Mobil menunggu menjemput rombongan Bupati di Kampung Sikka. Di tempat-tempat tertentu, kata Pak Dan, kemiringan wilayah ini mencapai 90-an derajat. Naha wi nosor, oneng da'a bihang, artinya roso ditanah celana sampai robek.
"Ketika sampai di Maumere saya bilang ke Kepala Dinas PU saat itu, Ir, Yance de Rosari, kau bangun jalan di Hokor sana, saya tidak mau celana saya sobek kedua kali," kenang Pak Dan.
Pak Dan tak sepakat pemerintah dan DPRD minuman keras mengatur moke. Yang justru harus dibangun dan diatur adalah mendidik masyarakat cara mengkomsumsi moke yang benar. "Minum moke tergantung orang yang minum. Harus tahu cara minum. Minum moke seperti pisau,"kata Pak Dan.(Harian Flores Star).
Selengkapnya...
Merujuk pada berita Headline (berita utama) pada penerbitan perdana Flores Star,"Moke Buat Pusing Polisi Sikka," demikian Pak Dan mengembalikan kenangannya ke masa lalu. Semasa menjabat Bupati Sikka dengan semangat mudanya di usia 40-an, kata Pak Dan, ulah peminum moke (minuman alkohol tradisional) memusingkannya. Dia 'mengamuk' dan memerintahkan memberantas moke di seluruh Kabupaten Sikka. Namun semangatnya yang menggebu-gebu mendapat perlawanan dari wakil rakyat zaman itu, beberapa nama anggota DPRD semapt dingatnya namun banyak juga yang lupakannya datang menemuinya. Kata DPRD minum moke merupakan adat orang Sikka yang sulit dihilangkan.
"Pak Bupati jangan larang. Minum Moke punya filosofi adat, ada tata krama yang kuat bagi orang Sikka. Bahasa moke, matan naha wiri nora wanan (mata ada di kiri dan kanan). Minum setelah makan,"katanya.
Tulisan Moke kata Pak Dan juga mengingatkannya pada masa remajanya di bangku SMP sekitar 1950-an. Kala itu orang Sikka yang yang minum moke dilukiskan sangat jahat.
Pater Deken Maumere, Pater Holified yang dikenal luas umat dan masyarakat Sikka saat itu berkata demikian. Kalau kamu minum moke satu botol, kamu bisa menjadi kera. Sikap kera akan muncul. Tidak bisa menyanyi jadi bisa, bisa omong banyak, pidato. Sikapnya seperti kera. Kalau nekad minum sampai botol kedua akan berlaku seperti anjing. "Dadi raning (jadi berani) seperti anjing. Anjing tidak takut dengan siapapun. Siapa saja akan dilawan. Kalau sudah mabuk polisi juga dilawan, tembok saja dipukul," tutur Pak Dan.
Kalau minum sampai tiga botol, orang bisa jadi babi. Tidak bisa membedakan anatara keadaan yang bersih dan kotor. Makanan yang dimunta, lumpur bahkan kotorannya pun dianggapnya bersih. "Yang dimuntahkannya juga dianggap bersih. Yang suka minum moke berlebihan tinggal pilih saja. Satu botol jadi kera, dua botol jadi anjing atau tiga botol jadi babi,"tutur Pak Dan, membuat Bupati Sikka dan Wabup Sikka Sosimus Mitang dan Wera Damianus, muspida dan undangan tertawa.
****
Moke Hokor dan Kisahnya
Moke Hokor dan Kisahnya
Bincang-bincang dengan Pak Daniel Woda Pale dapat banyak inspirasi dan gagasan baru. Cerita pengelaman masa lalunya, mengkritisi kondisi terkini. Untuk kebaikan daerahnya yang lebih dimasa depan, tokoh ini banyak memberi gagasan. Segala macam persolaan yang dianggap tidak tepat dibeberkannya.
Kembali kepada cerita dimasanya menjabat Bupati dua periode silam. Kerja keras tanpa pamrih telah banyak menorehkan pretasi dalam berbagai aspek pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Sudah pensiun dari segala macam hiru pikuk politik dan pemerintahan, ide-ide Pak Dan layak diperhitungkan, dipertimbangkan dan dipergunakan.
Infrastruktur kurang pada masanya menjabat pimpinan daerah, Pak Dan tak kenal lelah berkeliling. Dia keluar masuk desa dan kampung, naik turun gunung dan menyusuri lembah agar bisa bersua dengan rakyat. Pelosok paling udik tempat warganya tinggal ia kunjungi. Jangan heran nama Pak Dan terus dikenal dan dikenang hingga saat ini.
Nostalgia dengan warganya di kampung, makan dan minum, senda gurau, merasakan langsung suasana dan penderitaan rakyatnya, itulah bagian dari kenangan masa lalu Pak Dan. Suguhan makan dan minuman lokal selalu disajikan masyarakat menghormati kedatangannya.
Setiap kali Pak Dan datang ke desa, ia disuguhi moke. Masyarakat merasa bangga dan terhormat bisa menyuguhkan moke yang terbaik kepada tamunya, apalagi kepada pemimpinnya. Setiap kali disuguhi moke Pak Dan tak pernah menolaknya.
Suatu hari Pak Dan harus mengunjungi Desa Hokor di Kecamatan Bola. Letak desa itu sangat jauh dan dimasa itu kendaraan hanya bisa menjangkau ibukota kecamatannya saja. Karena itu mereka turun dari mobil dan jalan kaki. "Cukup jauh sampai di desa Hokor. Kami jalan kaki. Saya harus kunjung warga saya disana,"kisah Pak Dan.
Malam hari Pak Dan menginap di desa itu. Dia tertkejut ketika besok pagi, saat pamit ia harus datang dari rumah ke rumah. Setiap rumah menyuguhkan moke kelas satu yang paling enak. Ia meminumnya disetiap rumah yang didatanginya untuk pamit.
"Bayangkan berapa banyak moke yang harus saya minum saat itu. Setiap rumah yang menyuguhkan moke saya meminumnya. Suguhan ini mempunyai nilai filosofi adat sangat tinggi bagi masyarakat. Saya sendiri heran saya tidak merasa mabuk atau apa-apa,"cerita Pak Dan.
Menurutnya meminum moke dalam suasana batin yang nyaman terasa berbeda dengan orang minum moke dalam suasana yang lain. "Kita tidak merasa muak. Saya puji moke-nya orang Hokor. Saya bilang, ini moke terbaik,"ujarnya.
Sudah banyak minum, Pak Dan berjalan kali melalui Wukur menuju Desa Sikka. Mobil menunggu menjemput rombongan Bupati di Kampung Sikka. Di tempat-tempat tertentu, kata Pak Dan, kemiringan wilayah ini mencapai 90-an derajat. Naha wi nosor, oneng da'a bihang, artinya roso ditanah celana sampai robek.
"Ketika sampai di Maumere saya bilang ke Kepala Dinas PU saat itu, Ir, Yance de Rosari, kau bangun jalan di Hokor sana, saya tidak mau celana saya sobek kedua kali," kenang Pak Dan.
Pak Dan tak sepakat pemerintah dan DPRD minuman keras mengatur moke. Yang justru harus dibangun dan diatur adalah mendidik masyarakat cara mengkomsumsi moke yang benar. "Minum moke tergantung orang yang minum. Harus tahu cara minum. Minum moke seperti pisau,"kata Pak Dan.(Harian Flores Star).
www.inimaumere.com