Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Tuesday, 29 April 2008

Don Thomas, Keturunan, Pendidikan dan Pengelaman Kerja

DON THOMAS lahir pada tanggal 13 Juli 1895 di kampung Sikka, ibunegeri Kerajaan Sikka. Beliau adalah putra ketiga dari pasangan almarhum Don Joseph Mbako II Ximenes da Silva, Raja Sikka yang ketigabelas (1898-1902) dengan permaisuri Dua Kanena Rosario da Gama. Bersama adik-adiknya Andreas (Kapitan Iwanggete), Edmundus (Bodu) dan Paulus Centis (Ratu Centis), mereka mengenyam kehidupan masa kecil yang runyam, menjadi yatim piatu, karena ayah ibunya telah meninggal dunia ketika DON THOMAS masih berusia 7 tahun. Seorang saudari tuanya, Fransiska Dua Use menikah dengan Kapitan Nita, Pedrico da Silva.

Di bawah asuhan dan bimbingan para Pastor Jesuit, DON THOMAS bersekolah dan menamatkan pendidikan di Standaardschool kelas lima di Lela pada tahun 1910. Guru-gurunya ialah D.D. Pareira Kondi dan H. Tengah Fernandez, dengan Kepala Sekolahnya Bruder Vester, SJ, dan Pastor Paroki Lela, P.H. Loy-mans, SJ. Dalam sekolah itu telah nampak tanda-tanda kecerdasannya yang cemerlang (pasti NEM tinggi menurut ukuran sekarang ini). Namun zaman itu tidak memberikan peluang untuk DON THOMAS boleh melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Akan tetapi kemudian ternyata bahwa beliau adalah seorang autodidak yang gemilang dan sukses.

Ketika berusia 15 tahun, DON THOMAS dibenum menjadi guru pada sekolah almamatemya di Lela, dan kemudian di Koting. Ketika guru-guru berkelayakan mengajar sudah tiba dari Manado (Minahasa), maka beliau dibebaskan dari jabatan guru, sehingga terpaksa terjun bekerja keras sebagai tukang kayu dan tukang besi pada bengkel Missie di Lela. Profesi ini ternyata kurang diminatinya. Pemuda Thomas lalu pergi bergabung dengan para pemuda sekampung Sikka, berdayung sampan dan perahu ke arah pantai selatan wilayah Tana Ai (Kecamatan Talibura) - Pruda dan Mudeherung - untuk menangkap ikan dan berdagang atau tengkulak berbagai hasil bumi. Pekerjaan ini juga tidak banyak membawa hasil. Beliau kembali ke kampung Sikka dan menganggur saja. Tanpa sepengetahuan Raja Nong Meak, ia mengambil beberapa batang gading di Istana Lepo Gete. Pemuda Thomas lalu berani mengadu nasib, berdagang gading itu ke Bajawa. Raja Nong Meak naik pitam, dan meminta bantuan Posthouder Bajawa untuk menangkap DON THOMAS. Kasus inilah antara lain merupakan pangkal "perebutan kekuasaan" antara DON THOMAS dengan Raja Nong Meak.

Oleh saran D.D. Pareira Kondi, pemuda Thomas bersurat kepada Residen Kupang mengenai silsilah keturunan dinasti Raja Sikka, di mana beliau secara tegas menuntut haknya untuk menjadi Raja Sikka. Residen Kupang memberitahukan perihal adanya surat tersebut kepada Raja Nong Meak, bahwa ada seorang dari keluarga DA SILVA LEPO GETE telah menggugat takhta Kerajaan Sikka berdasarkan hak warisan turun temurun.

Dengan adanya kasus gading dan surat tersebut, Raja Nong Meak terkesima dan penasaran. Maka pada tahun 1912 DON THOMAS diangkat menjadi jurutulis (magang) di Kantor Gezaghebber di Maumere, dengantugas antara lain sebagai penjaga rumah bui (penjara). Pada tahun 1918 beliau diangkat menjadi Mantri Belasting (Urusan Pajak, sekarang Dinas Pendapatan Kabupaten).

Dalam menjalankan pekerjaannya, DON THOMAS terkenal jujur, rajin dan bekerja keras. Ia bersemangat tinggi untuk memberantas perjudian dan kebiasaan masyarakat bersabung ayam. Gayanya menarik, pergaulannya luwes dan keterampilannya meyakinkan, sehingga para pejabat Pemerintahan Kolonial Belanda sangat berkenan dan memberikan perhatian ekstra.


Merebut Kembali Takhta Kerajaan Sikka

Oleh karena DU'A LISE, putri dan anak pertama Raja Mbako II tidak dapat diangkat menjadi Raja, dan DOMINIKUS, putra kedua meninggal dunia, maka DON THOMAS sebagai putra ketiga, berhak menyandang gelar Putra Mahkota dan memegang tongkat kekuasaan Kerajaan Sikka.

Akan tetapi, ketika ayahandanya meninggal dunia pada tanggal 28 Nopember 1902, DON THOMAS barn berusia lebih dad 7 tahun. Maka tongkat kekuasaan Kerajaan Sikka diserahkan kepada MO'ANG DIDING, saudara sepupu Raja Mbako II. Di luar dugaan, Moang Diding mendadak meninggal dunia pada tanggal 12 Desember 1902, karena terserang penyakit kolera. Putranya ALESU hendak diangkat sebagai penggantinya, namun Posthouder B.L. Kailola sangat berkeberatan, karena usianya barn 16 tahun. Apalagi ALESU sendiri tidak bersedia menjadi raja, karena takut cepat mati, seperti yang dialami Raja Mbako II (memerintah cuma empat tahun) dan ayahnya Moang Diding (hanya 14 hari menjadi raja).

Melalui proses permusyawaratan "DEWAN MO'ANG `LITING PULUH" alias Sepuluh Anggota De-wan Kerajaan, dimufakati keputusan untuk menjadi Raja Sikka adalah YOSEPH NONG MEAK, (putra Mo'ang Sima Anakoda Saleh dan Du'a Kasing da Silva), keponakan Raja Andreas Jati Ximenes da Silva (1871-1898). Menurut garis keturunan atau silsilah Keluarga DA SILVA LEPO GETE, posisi Nong Meak adalah garis keturunan pihak perempuan sehingga tidak berhak untuk memangku jabatan Raja Sikka. Memang, Nong Meak bergelar DA SILVA, karena ayahandanya Mo'ang Sima dalam hukum adat perkawinan berstatus "me deri lepo - Ata da Silva Lepo Gete" (kawin masuk). Dengan demikian, keputusan mengangkat Nong Meak menjadi raja Sikka adalah satu kesepakatan yang tidak menyimpang. Sebagai Regent (Wakil Raja) yang sementara menantikan ahli waris tahkta Kerajaan Sikka yang masih berusia amat sangat muda (Don Thomas), pada tanggal 26 Pebruari 1903 Nong Meak akhirnya dilantik sebagai Raja Sikka. Dengan penobatan dirinya itu, beliau berhak menggunakan Regalia (alat-alat kebesaran Raja-Raja), termasuk hak mengenakan Mahkota Raja (Sangko Bahar) dan Tongkat Kerajaan (Gai Bahar).

YOSEPH NONG MEAK DA SILVA yang ber¬pengalaman sebagai guru, dinobatkan menjadi Raja Sikka yang ke empatbelas pada tanggal 24 Pebruari 1903. Sembari memimpin pemerintahan dengan berbagai upaya pembangunan untuk memajukan kesejahteraan rakyat, beliau juga menyiapkan putranya DON P.P. DINDUS DA SILVA untuk kelak menjadi Raja Sikka. Demi ambisi itu maka sang putranya ini dikirim bersekolah ke Kweekschool di Muntilan, Jawa Tengah. Namun akhirnya kembali sebelum menyelesaikan masa pendidikannya.

Sementara itu DON THOMAS yang berwatak keras dan ambisius, yakin akan haknya atas takhta Kerajaan Sikka. Beliau terus berupaya menerobos wadas ketahanan dalam proses suksesi yang dirancang dan dibangun oleh Raja Nong Meak. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dengan dukungan moril (rekest) dad D.D. Kondi Pareira, serta Keluarga DA SILVA LEPO GETE sendiri, DON THOMAS bersurat kepada Residen Kupang. Lalu pada tahun 1920, beliau sendiri berangkat ke Batavia (Jakarta) dengan bantuan keuangan (Rp. 300.-??) dari mertuanya, MO'ANG SUBU SADIPUN. Dengan perantaraan P.J. ENGBERS dan P.P. MULLER, dua Pastor Jesuit yang pernah bekerja di Lela, DON THOMAS sempat bertemu dan berbicara dengan Gubernur Jendral Hindia Belanda untuk menghadang posisi Don P.P. Dindus da Silva, putra Raja Nong Meak dalam memperebutkan takhta Kerajaan Sikka itu.

Berdasarkan laporan Controleur A. Oranye, Posthouder Maumere (1920-1922), bahwa DON THOMAS patut menjadi Raja Sikka karena kemampuan dan kewibawaannya, maka alhasilnya, pada tahun 1921 DON THOMAS diserahi tugas sebagai WAKIL RAJA SIKKA dengan Surat Keputusan Residen Timor pada tanggal 6 September 1921, setelah Raja Nong Meak dipensiunkan pada tahun 1920. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Raja Sikka itu, nampak mencuat bakat DON THOMAS sebagai pemimpin.

Pada tanggal 21 Nopember 1923, DON THOMAS dilantik oleh Controleur Oranye menjadi Raja Sikka yang ke-15, berdasarkan Keputusan/Besluit Guvernur Genderal Nomor 50 tanggal 1 Mei 1923. Pada saat yang sama secara sepihak Raja KangaE Mo'ang Nai Juje dipensiunkan Belanda. Upacara penobatan dan pelantikan dilangsungkan secara meriah dan gegap gempita di Kota Maumere. Perayaan ini dihadiri oleh para Pejabat Pemerintahan Kolonial Belanda, Mgr. Arnoldus Vestraelen dan para Pastor, Raja Nai Juje dari KangaE, Raja Don Juan dari Nita, Raja Pensiunan Nong Meak, para Kapitan, pemuka adat, tokoh masyarakat, para guru dan murid serta rakyat.

Dengan demikian berakhirlah sudah sebuah persaingan ketat yang terselubung dalam memperebutkan takhta Kerajaan Sikka. Tongkat kepemimpinan kembali dipegang oleh dinasti yang berhak turun te murun, yaitu Keluarga DA SILVA LEPO GETE, di bawah keperkasaan Raja DON JOSEPHUS THOMAS XIMENES DA SILVA.

Dicuplik dari dari buku karangan Bapak E.P. da Gomez-Oscar P.Mandalangi yang berjudul 'DON THOMAS PELETAK DASAR SIKKA MEMBANGUN'





Selengkapnya...

Menyimak Kemenangan SODA: Sikka Memilih Pemimpinnya Sendiri

Ditulis oleh anak Maumere, Alexander Yopi Susanto,tinggal di Jakarta Selatan.
Epang gawan Mo'at.

SODA ditetapkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sikka. Hasil perhitungan suara menunjukkan persentase kemenangan paket ini. Paket yang diusung partai gurem. Yang belum punya tradisi kuat di kancah perpolitikan Sikka. SODA bahkan meninggalkan calon-calon lain yang tampil lebih populer. Sekurang-kurangnya, menurut versi LSI. Meninggalkan mereka yang langganan calon bupati. Juga yang punya historisitas kepemimpinan di Niang Tana Sikka. Apa yang terjadi?

Menjungkirkan prediksi

eorang Sosimus Mitang pernah terlempar dari jajaran birokrasi Sikka. Sesudah itu, ia bersarang di rumahnya. Tidak banyak yang dilakukannya selama masa peristirahatan itu. Selain menikmati hari-harinya di rumah bersama keluarga. Mengunjungi kampung halamannya. Menyambangi teman-teman yang pernah seprofesi, sejajaran di dinas pemerintahan kabupaten Sikka. Kemudian, bergelut dengan masyarakat seharian di lingkungan, RT/RW, Kecamatan. Tanpa selintas pikir untuk menapaki lagi kursi panas nomor satu di Sikka, setelah gagal pada Pilkada sebelumnya.

Sementara Wera Damianus adalah Asistan pada jajaran birokrat yang dinahkodai incumbent. Seorang praktisi birokrat yang muncul dari Palue, di gugus terluar pulau-pulau Sikka. Sekejab terlintas, pada seorang Wera Damianus, nasib pulau-pulau dari gugus terluar itu “seolah-olah” ada di pundaknya. Pada mereka yang nampaknya “tidak betah” tinggal di Sikka. Selalu bepergian dengan perahu-perahu motor kecil dan mengejar nasibnya di lautan lepas tak berpemilik. Jauh dari Sikka. Jauh pula dari tetek bengek urusan politik dan pemerintahan.

Keduanya tidak masuk dalam bilangan historisitas tokoh kepemimpinan di Sikka. Mereka benar-benar lahir di atas “halar” (tempat tidur dari bilah bambu). Dari kelapa, kakao, cengkeh, jambu mente, jagung, dan minum dari air batang pisang atau sulingan uap panas bumi. Pada musim lapar, mereka mengalami masa-masa makan “ubi hutan”, “ohu”, “hura”, dengan ketergantungannya yang tinggi pada kondisi curah hujan dan peruntungan di masa paceklik. Keduanya tidak bisa menyembunyikan wajah “kekampungannya”, sebelum atau sesudah menjadi pemimpin nomor satu di Sikka.

Koalisi Bersama Membangun Sikka juga bukan berasal dari partai-partai mapan dan berakar di Kabupaten Sikka. Sekurang-kurangnya, partai-partai ini baru saja mencuri startnya pada Pemilu kemarin. Lantas SODA tidak menjadi populer dengan koalisi itu. Jauh dari perhitungan menang. Beda sekali dengan Golkar dan PDIP yang sudah lebih tua, dengan klaim basis pada wilayah demi wilayah di Kabupaten Sikka. Tetapi toh, besar kecilnya partai tidak lantas mempengaruhi arus pemberian suara massa.

Kenyataan ini menjadi fenomenal, SODA dengan koalisi partai gurem itu menunjukkan realitas perpolitikan yang sejatinya hanya tunduk pada satu tuannya, yaitu rakyat. Tergantung pada pilihan rakyat. Runtutnya, kalau dilihat dari kemenangan demi kemenangan dari 12 kecamatan di Sikka. SODA unggul merata pada semua TPS di kecamatan-kecamatan Timur luar dan Barat luar. Ditambah dengan simpatisan yang diberikan oleh kebebasan memilih pada beberapa orang di basis pemilih calon lain dan keberpihakan masyarakat pulau di gugusan terluar, SODA melejit sendirian. Meninggalkan calon lain. Partai mapan. Tradisi kepemimpinan. Dan prediksi kepopularan.

Simpul suara

Sejenak kemenangan SODA bisa dirayakan. Seperti baru saja bernapas lega setelah mendaki sebuah ketinggian. Tetapi pada gilirannnya, SODA mesti menuruni lagi ketinggian itu. Untuk lebih tertatih-tatih mendaki ke sebuah bukit yang lain. Karena, di balik suara-suara dukungan tersebut, terbersit harapan besar bahwa pasangan ini mampu mengantar banyak jiwa keluar dari kemelut kehidupan. Di antara kemiskinan, kemerosotan moral dan pendidikan. Pada ambang pesimis kaum tani, nelayan, pedagang. Masalah korupsi, busung lapar, krisis air bersih, dan abrasi pesisir pantai. Dan luka lama sentimen kewilayahan, perang dingin antarsuku, kerajaan, sejarah, swasta dan pemerintah, gereja dan birokrat.

Kalau mau dilihat pada gambaran kemenangan SODA di TPS-TPS, kebanyakan rakyat Sikka memilih SODA karena unggul dalam netralitas keberpihakannya, punya komitmen kuat dengan wajah “kekampungan” pada pembangunan visi pedesaan, dan tentunya punya integritas dalam menjamin kekayaan masyarakat. Lebih tajam, SODA menang karena dalam dirinya terbuka jumpa ruang yang begitu luas antara ketokohan seorang pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya. SODA juga simbol kebangkitan masyarakat terlupakan. Yang selama ini berada di luar jangkauan, “sadar atau tidak sadar” tersisih, terbuang, tercerai tanpa sentuhan pembangunan. Bahkan untuk kaum yang minus malum sekalipun, SODA merupakan harapan di tengah ketidakpercayaan massal.

Pada setumpuk masalah, rakyat menemukan SODA. Merasa SODA berada dan berjalan bersama-sama mereka. SODA punya telinga, hati, dan mata untuk rakyatnya. Letak itu pula, rakyat bersatu mengayam sebuah kursi untuk SODA. Mereka lantas mendudukan SODA. Persis di sebuah ketinggian. Apakah penemuan mereka ini lantas hilang lagi di tengah prosesnya? Melupakan lagi? Dengan susah payah harus mendongkakkan kepala, mencari, dan sulit ditemukan?

Basis kemenangan SODA ada pada komunikasi horisontal. Pada kesetaraan dirinya dengan nasib rakyatnya. Sama seperti masa lalu membesarkannya. Karena itu, betapa menyakitkan kalau pada proses selanjutnya, SODA malah mengubah identitas dirinya menjadi sangat vertikal, top down, seperti seorang bapa berjanggut panjang, berwajah garang, pedang di tangan, dan siap menghukum. Yang paling penting dari simpul suara itu adalah, kerelaan untuk turun dari kursi kenyamanannya, dan berinkarnasi bersama rakyatnya. Karena di situlah justru kualitas kepemimpinan SODA. Berhasil memberikan tempat yang luas untuk unek-unek rakyatnya. Lepas dari kepentingan, kekuasaan, dan kekayaan.

Melepaskan jebakan

Paus Yohanes XXIII ialah pemimpin publik dari sebuah dusun kecil yang miskin. Hati kemiskinannya itu tetap ia pelihara. Sampai pada kursi kepausannya. Melalui hati itu pula ia banyak menghasilkan karya-karya ajaib. Yang mustahil tetapi bisa dilakukan. Mampu melihat perdamaian di tengah kekacauan, visi kesejahteraan di tengah kemiskinan, tajam melihat kepentingan dari keberpihakan, dan konsisten pada pengabdian tanpa mengambil keuntungan. Ia akhirnya berhasil tampil sebagai pemimpin yang dipercayai banyak orang. Menyentuh banyak hati. Tanpa harus menolong secara material.

Pada sebuah sisi, SODA memiliki potensi untuk menjadi pemimpin seperti ini. Berangkat dari sebuah kampung, di sebuah ketertinggalan dan kemiskinan. Untuk sampai pada banyak hati itu, SODA hanya perlu menanggalkan tujuan dirinya. Di kelompok kepentingannya. Pemimpin rakyat tidak memiliki ambisi pribadi. Tidak pula menginginkan sesuatu dari kepemimpinannya. Ia hanya perlu pulang pada kemiskinannya, tanpa berusaha menghapus sejarah dirinya itu. Pada nasib sejumlah orang yang tidak beruntung. Pada perpecahan untuk perdamaian, kesalahan untuk pemaafan, demi membangun damai, dukungan, jaringan, dan perjuangan bersama. Kalau ini diingkari, sebuah kubur sudah digali sejak dari pertama kedudukannya.

Penulis adalah :
Alexander Yopi Susanto,Dilahirkan di Flores, 23 Oktober 1981. Pendidikan dasar diselesaikan di SDK 051 Waigete. Pendidikan menengah pertama dan atas dihabiskan di Seminari Sint. John. Berkhmans Todabelu Mataloko, Ngada, Flores.

Bidang spesialisasi:
TI, Writing n Publishing, Advokasi Tanah, Advokasi dan Pemantau Hak Anak. Sekarang tinggal di Jakarta Selatan.


tulisan ini merupakan hak cipta penulis. Barang siapa yang ingin memperbanyak atau meng-copy tulisan-tulisan ini diharapkan mencantumkan nama penulis aslinya. Dilarang keras menjiplak tulisan tanpa mencantumkan referensi!

Wue wari punya artikel tentang niang tanah?kirim ke cherovita@yahoo.co.id
Akan kami postingkan..
www.inimaumere.blogspot.com



Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Tuesday, April 29 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---