Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Monday 11 October 2010

Penghijauan: Ini Perkara Cara Hidup!

Oleh: Eman J. Embu
Anda pernah pergi ke Pomat? Kalau pada hari-hari ini Anda kesana, jalan menuju kampung itu hamparan gersang, ilalang dipinggir jalan merana, tak ada hutan. Cuaca panas. Pohon-pohon yang biasa bertahan tumbuh dipadang seperti kesambi dan reo, banyak yang sudah ditebang. Komunitas Pomat terletak dipesisir utara Pulau Flores, sekitar 6 Km dari pusat Kota Maumere ke arah barat. Ia adalah bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Alok Barat. Pemukiman dengan 33 rumah dan kawasan kebun di daerah perbukitan ini adalah penyanggah daerah pantai yang padat penduduk. Tak adanya hutan, terabaikannya konservasi menciptakan erosi dan banjir yang mengancam anggota komunitas itu sendiri dan juga pemukiman padat di dataran rendah.

Bertani tebas bakar masih terus dilanjutkan warga hingga hari ini. Dilahan-lahan kering, petani menanam tanaman pangan seperti jagung, kacang-kacangan dan padi. Dalam 10 tahun terakhir ini masyarakat mulai menanam tanaman komoditas. “Tanam padi punya ongkos besar, rugi,” demikian Fransiskus Minggus (49), seorang tetua di sana.

Selain itu warga butuh kayu api, tak satupun keluarga yang menggunakan kompor minyak. Jangan tanya tentang kompor gas. Itu barang asing. Walaupun di Pomat hanya ada seorang warga yang membakar batu merah untuk dijual, tetapi di wilayah Kecamatan Alok Barat usaha ini jumlahnya puluhan. Ironisnya, usaha ini memerlukan kayu api dalam jumlah yang sangat banyak. Artinya pepohonan akan ditebang, terus ditebang.

Kisah Pomat adalah juga kisah tentang banyak kampung dipesisir utara Sikka. Masalahnya serius. Didaerah yang kering, pohon-pohon perlu waktu lebih lama untuk tumbuh. Ketika lahan baru dibakar, api sering merambat direrumputan kering. Tak terkendali.

“Hutan harus dilindungi, lingkungan alam harus dikonservasi.” Ini suara yang berseru-seru dipadang gurun. Tapi ada sahutan yang sama kerasnya.
“Bukankah ditanah kering dan dipadang tandus itu ada banyak warga yang perlu makan?”

Mana yang harus didahulukan, menyelamatkan lingkungan atau memenuhi kebutuhan dasar warga hari ini? Orang biasa menyebut hari ini sebagai perdebatan ekologi versus ekonomi. Apapun perdebatannya, lingkungan harus dikonservasi, kebutuhan warga harus dipenuhi. Kompromi kreatif diantara keduanya adalah keharusan.

Nyatanya, penghijauan dan konservasi tanah sudah lama dijalankan. Biaya yang dikeluarkan juga tak sedikit. Apakah ada hasil? “Coba periksa di Kantor Dinas Kehutanan, jangan-jangan akumulasi luas wilayah proyek penghijauan sudah lebih luas dari wilayah kabupaten ini,” kata seorang PPL yang sudah 29 tahun bekerja di Kabupaten Sikka. Ini adalah kata kegaulan dari orang dalam pemerintahan, bukan orang luar.

Tentu omong kosong kalau bilang hasilnya seratus persen nihil. Tetapi yang jelas wiayah Sikka makin tandus. Menagapa? Namanya saja proyek, yang penting dijalankan. Berhasil atau tidak adalah soal nanti. Rakyat dipaksa berpartisipasi pada proyek yang didropkan dari atas. Mereka dianggap sebagai petani-petani bodoh, karenanya orang luar didatangkan sebagai guru. Ini adalah penjungkirbalikan pada prinsip community development (pengembangan masyarakat) bahwa pemerintah atau NGO yang harus berpartisipasi pada proyeknya rakyat, bukan sebaliknya.

Bibit pohon didistribusi. Sampai atau tidak ke petani tidak penting. Yang penting sudah dibagikan. Tak usah ditanya macam-macam entahkah ditanam atau tidak. Kalau ditanam jangan ditanya tentang perawatan pada tahun-tahun berikutnya; yang penting ramai-ramai menanam. Tak mengherankan kalau kita tak penah tahu, misalnya sesudah 5 tahun, berapa dari 1000 anakan pohon yang ditanam itu tumbuh dan berkembang baik. Makin keren kalau proyek tadi diberitakan di koran, plus foto-foto, apalagi dihalaman pertama. Mungkin judul genitnya kira-kira begini, “Yuk, penghijauan!”

Penghijauan dan tanam menanam seumumnya adalah soal cara hidup (way of life). Ini kata Robert A. De J. Hart dalam Forest Gardening, 1991. Ia bukan sekedar urusan proyek-proyek. Karena itu ia tak bisa dijalankan secara asal-asalan. Mengapa tak dicoba ciptakan hutan pekarangan dan hutan desa sebagai bagian dari suatu cara hidup – bukan proyek – yang diilhami oleh rasa hormat dan syukur atas kebaikan alam?(Kabar Charitas)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Monday, October 11 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---