Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Sunday 1 March 2009

Dibalik Cerita Kemenangan 'Prahara Tsunami Bertabur Bakau'..

JANGAN ANGGAP REMEH NTT

Inilah kisah dibalik terciptanya film dokumenter pemenang Eagle Award 2008 “Hijau Indonesia-ku” Metro TV yg berjudul “Prahara Tsunami bertabur Bakau” karya Emanuel Tome Hayon dan Mikhael Yosviranto dari Maumere yang menang 2 kategori, yaitu sebagai Film Terbaik Versi Juri dan Film Favorit Pemirsa.

Kisah dibalik terciptanya film dokumenter ini ditulis secara khusus oleh Emanuel Hayon untuk seluruh pengunjung www.inimaumere.com dengan tujuan menginspirasi para pemuda Flores dan NTT bahwa kita pun bisa !!.
Saat tulisan ini dinaikan di www.inimaumere.com,Emanuel Hayon sedang berada di Jakarta untuk mendampingi Baba Akong menerima penghargaan sebagai Pahlawan Lingkungan Hidup dari Kick Andy Award,Metro TV.

***************************************************************************
Aku ingin NTT menjadi terkenal
Aku ingin semua kesedihan di 12 Desember 1992 berubah menjadi
Kegembiraan, kebanggan, dan refleksi panjang
maka hadirlah
Film Prahara Tsunami Bertabur Bakau
Di benakku

Saya yakin semua yang tinggal di bumi Flores pasti mengingat peristiwa apa yang terjadi pada tanggal 12-12-1992. Sebuah gempa dimana para ahli memberi predikat sebagai gempa tektonik. Saat itu, semua orang kehilangan barang (harta benda) bahkan nyawa. Terhitung ribuan orang. Bangunan rubuh rata dengan tanah. Terlihat trauma tragis bagi semua masyarakat yang mengalaminya. Kesedihan ini seperti bergentayang mengikuti keseharian.

Film ini secara garis besar bercerita tentang Baba Akong dan Istrinya yang berusaha keras untuk menghijaukan lagi daerah pesisir Pantai Ndete, Kabupaten Sikka, Flores, NTT. Selama bertahun-tahun mereka mengerahkan tenaga, pikiran dan juga materi untuk menanam bakau, walaupun awalnya sempat mendapat ‘ejekan’ dari tetangga dan penduduk setempat. Aktivitas baba Akong dan istrinya menanam bakau dianggap suatu tindakan yg ‘gila’ dan sia-sia belaka.
Baba Akong tidak lebih hanya seorang desa pesisir pantai yg lugu, alasan mereka menanam bakau karena mereka tidak mau bencana tsunami menerpa daerah Ndete seperti pada tahun 1992.
Bagi Baba Akong dan istrinya, bencana adalah sebuah kebangkitan bagi kecintaan akan lingkungan. 16 tahun setelah tsunami NTT 1992, mereka berhasil menghijaukan pesisir pantai Ndete Kabupaten Sikka seluas 23 ha. Baba Akong juga meregenerasi kelompok usahanya menjadi 41 kelompok dengan 2000 orang anggota.

Beberapa tahun kemudian, bagi saya yang waktu itu masih terhitung sebagai seorang anak kecil merasa sangat tertarik untuk kembali mencari peristiwa tragis tersebut mengumpulkannya menjadi sebuah cerita kesedihan, perjuangan dan refleksi. Saat terjadi tsunami di Nangroh Aceh Darusalam 26-12-2004 dan semua stasiun televisi menayangkan berita tsunami Aceh hampir setiap hari maka timbul pikiran saya untuk membangkitkan kembali situasi bencana Flores.

Saat itulah saya mulai kesana kemari untuk mengumpulkan foto-foto dan cerita tentang bencana di Flores. Banyak kenangan pahit yang saya temukan dari usaha mencari dan menemukan puing-puing perasaan belasan tahun yang lalu tersebut. Dalam perjalanan usaha ini ada hal menarik yang terus mengganggu pikiranku. Salah satunya adalah rekonsiliasi usai bencana. Saat setelah bencana tsunami 1992, ada banyak perubahan yang mendadak. Artinya bagi saya sendiri perubahan terjadi begitu signifikan pasca gempa tersebut. Dalam pandangan saya, saya menemukan bahwa ada kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat flores.

Kekuatan yang dimaksudkan saya adalah bagaimana kesedihan tersebut mengubah inspirasi masyarakat Flores menjadi bangun dari kesedihan menjadi optimis dengan keadaan. Ini adalah tanda awal saya bangga akan masyarakat Flores.
Bagi saya, masyarakat Flores sangat sadar akan kebangkitan dari kehancuran. Cerita yang dulunya adalah sebuah kesedihan mendalam berubah menjadi spirit baru. Sebagai seorang anak muda yang meneliti bencana alam dan kejadian yang berkutat pada bencana 12-12-1992 sangat bangga menjadi bagian dari masyarakat Flores.

Di pertengahan bulan april sampai awal bulan april saya melihat ada iklan di Metro Tv tentang Eagle Award. Bagi saya ini adalah sebuah ajang bagi anak muda untuk mengapresiasikan diri dalam bentuk film documenter. Awalnya saya sendiri sudah tahu akan ajang kompetisi tersebut. Saya kurang yakin jika mau mengikutinya karena bagi saya pasti tidak mampu bersaing dengan tim dari daerah lain. Saya sendiri juga tidak percaya diri karena basic untuk menjadi seorang sineas/sutradara documenter tidak ada. Akan tetapi dorongan yang begitu kuat muncul dari kebanggan saya sebagai seorang anak NTT. SAYA TIDAK MAU KALAH DENGAN DAERAH LAIN.

Hari berganti, bersama tema yang diusung “HIJAU INDONESIASKU” saya mantap untuk membuat penelitian dan membuat proposal. Kekuatan yang saya temukan dalam riset berhubungan dengan kejadian ini adalah KEBANGKITAN. Saya terdecak kagum, setelah dikenalkan oleh seorang teman . Pasalnya saat itu saya berjumpa dengan seorang tokoh pejuang lingkungan. Dialah Baba Akong. Nama aslinya adalah Viktor Emanuel Rayon. Nama pribumi yang mana beliau terlahir juga dalam keluarga Tionghoa. Ada banyak cerita perjuangannya tentang hutan bakau yang ia rintis.

Mendengar cerita perjuangan ini saya mengkolaborasikan dengan riset yang saya buat tentang bencana tsunami 1992. Berhasil saya temukan titik temu bahwa pada prinsipnya bencana telah mengajarkan pengalaman luar biasa bagi Baba Akong. Bencana mnyadarkan dia untuk semakin mencintai alam.

Proposal dan riset aku padukan kemudian ku kirimkan ke panitia. Tak kusangka dalam beberapa minggu kemudian aku baca di website eagle ternyata proposalku tersebut masuk dalam 50 besar. Beberapa hari kemudian aku di telpon oleh seorang anggota panitia bahwa proposalku masuk dalam kategori 20 besar. Betapa senang dan kaget waktu itu. Ternyata proposal ini menjadi keyakinanku untuk semakin optimis. Dengan masuk sebagai kategori 20 besar maka aku berhak untuk diuji agar lolos menjadi semifinalis. Benar, pada hari sabtu itu aku diuji untuk masuk dalam kategori semifinalis. Untuk masuk dalam kategori semifinalis saya harus di wawancarai by phone dari Jakarta. Saya semakin yakin kalau saya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Siang itu, di tengah angin kencang bulan juni di tambah sengatan matahari yang panas saya menjawab pertanyaan by phone. Di akhir wawancara tersebut, di ujung telepon saya mendengar kata bahwa hasil wawancara ini baru di ketahui 4 hari mendatang.

Harap cemas saya menunggu jawaban ini. Saat di Maumere jaringan internet macet saya semakin kebingungan harus lewat mana saya harus mengetahui hasil wawancara tersebut. Siang itu, saat saya sedang tidur siang saya dikejutkan dengan deringan handphone disamping kepala saya. Berita di pembicaraan ini membuat saya bangkit dan meloncat. Jawaban yang memuaskan saya. SAYA LOLOS MENJADI SEMIFINALIS EAGLE AWARD DOCUMENTARY COMPETITION 20008.
Horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee..........

Saya mulai mempersiapkan diri saya untuk berangkat ke Jakarta. Dari Maumere saya kemudian terbang ke Kupang dan melanjutkan perjalanan menuju Jakarta. Di Kupang, malam itu saya bergumul dengan hasil riset dan foto-foto untuk membuat bahan presentasi nanti. Pukul 02.00 dini hari saya tidur karena jam 5 harus bangun dan check-in untuk terbang ke Jakarta. Tepat jam 07.30 saya terbang bersama Batavia Air menuju Jakarta.

Setibanya di Jakarta, peserta yang hadir terakhir saat itu adalah tim dari NTT. Saya masuk ruangan dan semuanya melihat saya. Saya tiba terakhir bukan karena kesalahan saya tetapi memang daerah NTT terhambat transpotartasi. Teman-teman lain sudah siap untuk bertarung sedangkan saya harus isi kantong perutku karena dari pagi belum makan. Aku di bilang terlambat kaena kedatanganku paling terakhir. Aku mengerti keadaan daerah NTT. Justru hal inilah yang membuat saya semakin bernapsu untuk memenangkan kompetisi ini. SAYA TIDAK INGIN NTT DI PANDANG SEBELAH MATA.

Besoknya, di ruang Green Studio Metro Tv diadakan Pitching Forum. Acara ini dimaksud untuk mencari finalis yang berhak mendapat beasiswa menjadi sutradara. Bermodalkan kenekatan dan percaya diri saya yakin. Dalam kegiatan ini tim yang tidak ada pendukung adalah dari NTT. Semua di sorak sorai tetapi tim kami tidak sedikitpun. Aku mencoba tenang dan percaya diri. Di ujung pengumuman, diumumkan bahwa tim kami lolos dan masuk menjadi Finalis. Saya kaget dan meloncat kegembiraan. Dalam hati saya semakin percaya diri.

Saat ditanya Reporter Metro Tv, kenapa anda yakin bahwa anda menang? Saya menjawab: “WALAU TIDAK ADA PENDUKUNG DALAM RUANGAN TETAPI SAYA YAKIN BAHWA DI BELAKANG SAYA MASYARAKAT NTT SEDANG MENDUKUNGKU DI TAMBAH LAGI DENGAN 500 KORBAN BENCANA FLORES SEDANG MENDOAKAN PERJUANGAN INI”
Jawaban ini keluar dari lubuk hatiku.

Setelah itu saya menjalani masa pendidikan dan shooting di Ndete. Balik dari shooting kami kembali ke Jakarta untuk editing. Kenangan saat shooting dengan kameramen dan penyelia produksi tidak akan kulupakan. Di editing saya berjumpa denagn seorang editor professional yang juga dosen di Institut Kesenian Jakarta. Luar biasa. Ada persaudaraan dan persahabatan. Usai editing kami mengadakan premier perdana film ku di Erasmus Huis (sebuah gedung milik Kedutaan Belanda). Dalam premier itu, Film saya “Prahara Tsunami Bertabur Bakau” mendapat banyak dukungan. Semua orang Flores (Maumere dan Larantuka) datang mendukung film kami ini. Diantara banyak pendukung dari tim lain yang rata-rata berprofesi baik, tim saya di dukung oleh persatuan Satpam, Sopir Metro Mini, Bus, Taksi. KESEDERHANAAN MEREKA MEMBUAT SAYA BANGGA.

Saat pertama kali di putar di Metro Tv banyak dukungan silih berganti. Semua keluarga besar Indonesia Timur dari Bali-Papua mendukung film ini. Luar biasa. Bulu badan saya merinding menyaksikan persatuan ini. Di Maumere sendiri, Radio Sonia dan www.ini maumere.com membombardir berita ini untuk menggalang dukungan terhadap film documenter ini.
Malam anugerah akhirnya datang juga, di umumkan bahwa FILM PRAHARA TSUNAMI BERTABUR BAKAU menjadi PEMENANG dua kategori sekaligus.

Kemenangan ini membuat saya di undang ke setiap kampus (Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Muhamadiah-Malang dan beberapa komunitas film lain) untuk menjadi pembicara. Saat itu cita-cita saya untuk memperkenalkan NTT di kancah Nasional terwujud. Banyak orang kaget kalau ternyata di Flores pernah ada tsunami.


UNTUK FLORES AKU BERIKAN TANDA HORMATKU
SEBUAH PULAU KECIL YANG BERKILAU DI SELATAN INDONESIA
AKU BANGGA MENJADI ANAKMU


TUNGGU KEHADIRAN FILM KEDUAKU
PERTENGAHAN TAHUN INI

Ditulis oleh
Emanuel Tome Hayon

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Sunday, March 01 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---