Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Tuesday 11 September 2012

OMK St. Thomas Morus untuk Kapela Pemana

Pantai Ngolo, Pemana
Orang Muda Katolik (OMK) St. Thomas Morus, Paroki St. Thomas Morus Keuskupan Maumere baru-baru ini mengunjungi Pulau Pemana, salah satu pulau dari rangkaian 17 buah pulau di perairan utara Laut Flores. Ada apa gerangan sehingga kaum muda Katolik ini mengadakan perjalanan ke pulau yang dihuni mayoritas penduduk beragama islam? Oh, Rupanya ada agenda penting terhadap kaum minoritas katolik disana. Menurut penuturan Ristmon, salah satu anggota OMK, lawatan mereka ke Pemana berkaitan dengan rencana penggalangan dana bagi renovasi bangunan kapela. Kapela yang berada ditengah kaum muslim Pemana ini berada dalam kondisi memprihatinkan. Bertolak dari kondisi ril tersebut, kaum muda tergerak hati dan ingin berinisiatif dalam kegiatan renovasi.

Rencana penggalangan dana ini merupakan salah satu bentuk kepedulian OMK St Thomas Morus terhadap kegiatan ibadah saudara-saudara seiman yang kebetulan berada ditengah pemukiman kaum mayoritas. Untuk itu, agenda pertama yang dilakukann adalah mengunjungi kapela Pemana dan bersilahturahmi dengan  umat katolik Pemana. Tambah Ristmon, umat katolik di Pemana saat ini berjumlah 4 KK dan hidup rukun berdampingan dengan saudara-saudara muslim.
Keterbatasan jarak yang cukup jauh dari pusat Keuskupan Maumere, mengakibatkan kegiatan ibadah dipimpin oleh umat. Belum ada pastor pembantu yang ditempatkan disana.
Kapela Pemana, didirikan awal tahun 90an dalam solidaritas umat katolik dan muslim Pemana. Pendirian kapela merupakan inisiatif dari permintaan umat yang merindukan ibadah mingguan pada sebuah ruangan gereja. Romo Lorens Woi merupakan pastor pertama yang ikut andil dalam kegiatan ibadah diawal pembangunan kapela.
Salah satu rencana agenda penggalangan dana kaum muda OMK St. Thomas Morus adalah mengadakan konser musik amal. Semua dana yang dikumpulkan dari berbagai rencana penggalangan dana akan disumbangkan bagi renovasi kapela. Anda berinisiatif menyumbang? Segeralah menghubungi OMK St. Thomas Morus.
Pemana merupakan sebuah pulau mungil yang dihuni mayoritas penduduk beragama muslim. Mayoritas warga Pemana berprofesi sebagai nelayan dan merupakan warga etnis Tidung Bajo (keturunan Sulawesi) yang telah beratus tahun hidup berdampingan dengan warga asli kabupaten Sikka. Etnis Tidung Bajao merupakan salah satu etnis besar dari 6 etnis yang ada di Kabupaten Sikka.
Mengunjungi Pemana bisa dirangkaikan dengan trekking ke pantai cantik disisi utaranya. Kelebihannya adalah keindahan bawah laut dan kecantikan pemandangan alam yang dibaluti pasir putih halus menawan. Cerita kecantikan pasir putih dan pantainya telah sekian lama terdengar. Meski belum ada inisiativ dari dinas terkait bagi promo destinasi wisatanya. Selain Pemana, tak jauh darinya terdapat pulau mungil bernama Pemana Kecil atau juga disebut Pulau Kambing. Pulau ini menawarkan kecantikan alamiah pasir putih dan laut nan bening.
Semoga saja, rencana penggalangan dana kaum muda katolik St Thomas Morus ini bisa berjalan sesuai dengan rencana.
                                                                www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Catatan Perjalanan Maumere

Tim Produksi Dokumenter Survivor Perempuan Flores
Hari itu panas, ketika pesawat kami mendarat di Maumere, pusat kota Kabupaten Sikka, Flores, di Nusa Tenggara Timur. Saya tiba bersama Kiki Febriyanti (sutradara) dan Sesarina Puspita (kameraperson). Sementara manajer produksi kami Nina Masjhur sudah di Maumere dua hari sebelumnya. Dalam pesawat kami lebih dari setengah penumpang adalah orang luar negeri yang berlibur di NTT. 
Maumere, kota tepi pantai, masih sama seperti ketika saya pertama mendarat di sana 10 tahun lalu untuk sebuah penelitian sosial. Ketika itu, saya merasakan penelitian lebih dari 1 tahun yang cukup intensif untuk mengetahui analisis dampak bantuan di Flores dan riset bagaimana masyarakat melakukan penyelesaian masalah.
Sekarang Maumere, bagian dari Kabupaten Sikka terlihat lebih ramai, dengan berbagai gedung baru bermunculan, seperti toko swalayan besar (belum sebesar Matahari di Jakarta), sebuah pasar baru, Pasar Alok, sebagai perluasan dari pasar tingkat di pusat kota yang sudah kurang layak. Di luar itu, hotel baru juga bermunculan dengan meningkatnya pariwisata. Penerbangan juga semakin banyak pilihan, walaupun belum sebanyak Kupang, ibukota propinsi NTT (di pulau Timor)
Tim PWAG Indonesia, melakukan shooting dokumenter perempuan survivor/penyintas bekerjasama dengan sebuah lembaga Tim Relawan Kemanusiaan Flores (TRUK-F) Divisi Perempuan, yang dikoordinatori oleh Sr.Eustochia, SsPS. TRUK-F sendiri adalah satu-satunya lembaga yang mendampingi korban kekerasan, baik itu survivor KDRT, kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya. Didirikan pada 1995, TRUK-F memang diinisiatif berbagai tokoh, terutama tokoh agama, didukung oleh gereja Katolik di Flores.
Dalam produksi terbaru ini, kami meminta bantuan TRUK-F memilih dua survivor perempuan yang kasusnya sudah terjadi 3 tahun lalu, yang kemudian kami dokumentasikan kegiatan kesehariannya. Tujuan pembuatan dokumenter survivor perempuan ini adalah melihat bagaimana dampak kasus kekerasan terhadap survivor, keluarganya dan kegiatan seharinya. PWAG Indonesia juga tertarik untuk melihat cara penyelesaian kasus kekerasan, apakah ditangani secara hukum atau tidak, lalu bagaimana dampaknya bagi korban.
Kedua subyek yang akhirnya kami pilih adalah survivor kasus kekerasan seksual atau kasus perkosaan. Ada kontras dari kedua survivor yang kami pilih, masing-masing berbeda agama, berbeda penyelesaian kasus dan berbeda dalam menghadapi hidupnya. Kedua perbedaannya itu diharapkan menjadi inspirasi dan menggugah penonton untuk melihat dampak kekerasan terhadap perempuan dan kemudian apa saja kegiatan survivor paska-proses pemulihan.
Menurut TRUK-F, sampai saat ini mereka sudah mendampingi lebih dari 1000 kasus kekerasan terhadap perempuan, baik yang tercatat ataupun tidak. Menurut TRUK-F pada berbagai kasus kekerasan, banyak yang diselesaikan secara adat atau musyawarah. Banyak juga tidak terselesaikan sampai sekarang.
Pada saat tim PWAG Indonesia berkunjung kesana, kami disambut oleh tim dari TRUK-F, selain Suster Eustochia, ada staff TRUK-F, Henny Hungan, Osa atau lengkapnya Jozefina Dafroza Keytimu, Frater Eko Sylvester Manek-frater yang sedang magang dari Seminari Ledalero dan Pak Sesko atau Fransesko Bero sebagai pengacara yang mendampingi kasus-kasus kekerasan. Kami mendapatkan banyak penjelasan dari Henny dan Osa sebagai staf yang paling lama bekerja di TRUK-F untuk berbagai kasus, termasuk 2 subyek survivor dalam dokumenter yang kami buat.
Pada hari pertama shooting, kami melakukan perkenalan dengan kedua subyek dan meminta ijin pengambilan gambar di rumah atau sekitar tempat kegiatan dari subyek. Satu subyek kami mengajar di TK atau PAUD. Dan satu subyek kami bekerja di kios pamannya dan mengamen di warung-warung. Sangat menarik mengetahui bahwa kedua subyek kami yang masih sangat muda, memiliki impian dan cita-cita untuk masa depannya. Pada awalnya masih agak ragu-ragu dan malu, tetapi sesudah hari kedua dan ketiga, kedua subyek lebih relax dalam menghadapi tim kami, sebagai orang baru yang masuk dalam kehidupan mereka.
Sampai hari shooting terakhir, semua shooting kegiatan dua subyek dari pagi sampai malam, berjalan lancar. Hanya ada hambatan kecil seperti masalah kesehatan yang kadang mengganggu, imsonia, sambal yang lumayan dasyat, jadwal subyek yang harus disesuaikan atau mengikuti mood dan gerak kehidupan Maumere yang sangat pelan. Di Maumere, pada jam 14.00 – 16.00 WITA, seluruh kota biasanya tidur siang, yang biasa disebut siesta dalam kebudayaan orang Portugis. Kebanyakan toko atau kantor tutup pada jam ini atau orang pulang ke rumah untuk istirahat. Seluruh tim PWAG Indonesia juga harus mengikuti jadwal ini, agar narasumber/subyek yang diikuti juga bisa beristirahat. Sangat jarang kami mengambil gambar diantara jam ini,untuk menghormati jadwal siesta ini.
Kenapa ada jadwal siesta? Flores yang pernah dijajah oleh Portugis, memang menyisakan kultur atau kebiasaan Portugis baik dalam ritual keseharian, nama-nama, maupun Bahasa yang sudah bercampur dengan Melayu Kupang atau Melayu Flores. Di Kabupaten Sikka, bahasa asli mereka adalah bahasa Sikka atau Krowe, yang juga memiliki banyak pengaruh dari berbagai bahasa, bahkan Bahasa Jawa, yang mungkin datang dari pedagang Jawa yang berlayar ke Flores. Karena portugis juga, maka nama-nama jalan atau tempat di Flores juga bernuansa Portugis, seperti Don Thomas dan lainnya. Beberapa raja di Sikka bernamakan nama POrtugis seperti Raja Don Andreas Jati Ximenes Da Silva (tahun 1871an) atau Raja Don Thomas (tahun 1940-an).
Kembali kepada soal kekerasan terhadap perempuan, di shelter TRUK-F, sebuah bangunan untuk para survivor berlindung, ada sekitar 5 orang survivor disana. 4 di antaranya adalah remaja berusia antara 13 -15 tahun. Mereka adalah survivor kasus perkosaan oleh ayah kandung dan memiliki bayi. Satu diantaranya masih dalam keadaan hamil. Tim PWAG Indonesia sempat berbicara dengan koordinator shelter Agnes, yang menjadi koordinator/disebut mama shelter, disana dan membantu mengkoordinasi shelter.
Kondisi para remaja ini cukup baik, walaupun agak sulit membimbing mereka, selain counseling, juga bagaimana merawat bayi di usia sangat muda. Tentu saja memandang mereka, terutama satu anak perempuan, berumur 13 tahun, saya jadi terbayang anak saya Amartya Kejora yang berusia 12 tahun, cuma beda satu tahun dengannya. Bagaimana nasib dan masa depan mereka? Kerja keras TRUK-F memang sangat diperlukan terus menerus, tapi dengan derasnya kasus dan minimnya infrastruktur, seberapa banyak kah lembaga seperti TRUK-F bisa terus mensupport pendampingan bahkan menampung survivor dengan biaya yang tidak sedikit.
Tim PWAG Indonesia, terutama Nina Masjhur, mengajak anak-anak di shelter untuk belajar membuat origami, atau aktifitas melipat kertas yang bisa dijadikan hiasan dinding atau hiasan jendela. Kemudian juga kegiatan merangkai manik-manik sebagai modal awal pemberdayaan remaja perempuan di shelter TRUK-F, sekaligus menstimulasi survivior untuk beraktifitas positif , seni dan disain, dalam penantian kasus mereka, pendampingan, pemulihan dan penyelesaian masalahnya.
Di luar itu semua, kami sangat menghargai semua bantuan dan dukungan penuh dari crew TRUK-F yang selalu membantu kami, Henny, Osa, Fr Eko, Fr Ence, Agnes di shelter, para anak-anak remaja di shelter yang begitu hangat menyambut kami. Semua kerja keras kami tidak sebanding dengan kerja keras teman-teman di TRUK-F dan shelter yang lebih dari 15 tahun mendampingi korban dengan konsisten dalam segala keterbatasannya. Salut dari kami terus menerus. Kami belajar dari perjalanan kami disana yang mungkin singkat saja, tapi membekas sampai sekarang kemanapun kami akan pergi.
Film dokumenter produksi PWAG Indonesia ini akan memasuki tahap editing dan post-production lengkap pada September –Oktober 2012. Diharapkan akhir tahun bisa selesai. Kami juga berharap bisa launching ke Maumere atau Kupang bersama para pajabat publik untuk meningkatkan dukungan pemerintah bagi support terhadap institusi seperti TRUK-F maupun awareness raising bagi kampanye penghapusan kekerasan terhadap permepuan.
Bagi yang berminat memberikan bantuan apapun untuk kegiatan pendampingan konseling dan pemulihan survivor perempuan di Maumere, Flores, bisa bergabung di Facebook Group Tim Relawan Kemanusiaan Flores, atau kontak kepada kami tim PWAGIndonesia, untuk berkoordinasi. Bantuan apapun tentunya akan berguna dan bermanfaat buat teman-teman di TRUK-F.(http://pwagindonesia.tumblr.com)

Olin Monteiro
Produser Film Dokumenter Survivor Perempuan Flores
Koordinator Nasional PWAG Indonesia
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Tuesday, September 11 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---