Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Friday 28 January 2011

Mengintip Gunung Rokatenda..

Di Kabupaten Sikka, Flores, terdapat dua buah gunung berapi yang masih aktif, yakni Gunung Egon yang berada didaratan Flores serta Gunung Rokatenda yang berdiam di Pulau Palu’e. Keduanya sampai dengan saat ini masih dalam pengawasan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dengan status Waspada. Didaratan pulau nan gersang Palu’e, Rokatenda berdiam dalam kesunyian mendalam namun mampu menghentak tidur kala dirinya mulai menggeliat. Letusan terhebat terjadi pada 4 Agustus - 25 September 1928, yang sebagian besar terjadi karena tsunami menyusul gempa vulkanik. Penduduk Palu'e saat itu sebanyak 266 jiwa.
Letusan terakhir terjadi pada tanggal 23 Maret 1985 dengan embusan abu mencapai 2 km dan lontaran material lebih kurang 300 meter di atas puncak. Lokasi letusan berada di lereng tubuh kubah lava tahun 1981, sebelah barat laut dengan ukuran lubang letusan 30 x 40 meter. Tidak ada korban jiwa dalam letusan tersebut

Pada tanggal 16 Januari 2005, Rokatenda kembali menunjukkan aktivitasnya sehingga status siaga ditetapkan.

Gunung yang bertipe strato ini merupakan lokasi tertinggi di Pulau Palu'e dengan ketinggian 875 meter. Rokatenda sendiri secara geografis terletak di koordinat 121° 42' bujur timur and 8° 19' lintang selatan.

D puncaknya sendiri, terdapat dua buah kawah dan tiga buah kubah lava. Tidak di dapatkan informasi nama kawahnya. Ketiga kubah lava tersebut masing-masing terbentuk pada tahun 1928; 1964 dan 1981. Letak kubah lavanya membentuk pola garis lurus berarah Utara Selatan.

Untuk mencapai Gunung Rokatenda bisa melewati Kampung Awa yang terletak di Pulau Palue dan dapat dicapai dari Maumere dengan menggunakan perahu motor selama ± 6 jam perjalanan.
Selain itu, Gunung Api Rokatenda juga dapat dicapai dari Pos Pengamatan gunungapi Gunung Rokatenda, yang berada di kampung Roka dengan menggunakan perahu kayu bermotor, yang ditempuh selama ± 2 jam perjalanan ke Kampung Awa. Sedang kampung Roka dapat dicapai dengan mobil dari Ende atau Maumere.

Jika ingin melakukan pendakian kepuncaknya dapat ditempuh dari 2 jalan/jalur yaitu dari sebelah Barat (Kampung Ona) dan dari sebelah Utara (Kampung Awa). Lama perjalanan menuju puncaknya ± 4 jam.

Gunungapi Rokatenda disebut sebagai gunungapi bertipe strato karena merupaka letusan gunungapi yang bersifat efusif dan eksplosif yang menghasilkan perlapisan dari lava dan endapan piroklastik. Rokatenda bersama 22 gunung api aktif lainnya, berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Geologi Nasional Kementerian ESDM berada dalam status waspada.

Gunungapi Rokatenda terletak di Pulau Palue, sebuah pulau yang secara geografis berada di wilayah Kabupaten Ende namun secara history dan administratif masuk kedalam wilayah pemerintahan Kabupaten Sikka.

Pulau Palue sendiri luasnya ± 39,5 km2 dengan hasil utama pertanian antara lain : jagung; kacang tanah; kacang hijau dan pisang. Pulau ini sarat akan budaya dan adat istiadat yang masih kental dan terus dipelihara oleh generasinya hingga sekarang. Rokatenda juga merupakan nama tarian legendaris muda-mudi yang sangat terkenal di tahun-tahun lampau. Penduduk asli pulau ini kebanyakan merupakan warga perantau dan dari pulau inilah, Wera Damianus, Wakil Bupati Kabupaten Sikka sekarang ini (2008-2013) berasal.

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Di Meja Makan Fitnah Itu Berakhir...

Dua dari tiga wartawan korban pemfitnahan: Slamet Kurniawan (Wartawan Sun Tv) dan Wentho Agustinus Eliando (Wartawan Flores File) oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bernadus Nita, sabtu pekan lalu sepakat menyelenggarakan masalah yang ada melalui jalan damai. Pada kesempatan ini, Kadis DKP menyampaikan permohonan maaf. Usai sepakat damai, dua wartawan korban yang didampingi Kuasa Hukum Merdian Dado dan beberapa wartawan yang bertugas dijamu makan siang oleh Kadis DKP.
Sementara satu korban pemfitnahan wartawan Suara Flores Aoysius Yanlali alias Yanes tidak hadir saat mediasi damai dengan alasan ia tetap komitmen membawa kasus itu ke jalur hukum. Yanes tetap mendesak agar penyidik tidak menghentikan pengusutan kasus ini sebelum ada kepastian hukum di sidang pengadilan.

Merdian Dewanta Dado selaku Kuasa Hukum wartawan korban pemfitnahan yang dikonfirmasi terkait kesepakatan damai dan penarikan laporan di polisi, selasa (25/1) menjelaskan upaya damai dilakukan setelah melalui proses pertemuan beberapa kali antara kadis DKP dengan wartawan yang kesemuannya dilakukan atas inisiatif DKP.

Dalam pertemuan itu, Kuasa Hukum serta Wentho Eliando, cs langsung mendengarkan pengakuan telah berbuat salah dari Kadis DKP serta permohonan maafnya.

“Selanjutnya Wentho cs dengan jiwa besar tanpa pamrih apa pun memaafkan kadis DKP tersebut. Intinya itikad baik dan niat tulus dari kedua belah pihak untuk saling mengakui dan menerima kekurangan masing-masing telah menjadi poin penting untuk menuntaskan kasus dugaan penghinaan oleh Kadis DKP terhadap Wentho cs,” kata Merdian.

Patokan kami bawasannya perdamaian adalah langkah mujarab untuk melanggengkan tali silaturahmi para pihak. Kemudian pada tanggal 22 Januari terlaksanalah proses perdamaian yang berlangsung di Kantor Dinas DKP dengan dihadiri oleh Kadis DKP beserta seluruh staf bersama kuasa hukum serta Wentho cs dan rekan wartawan lainnya. Bahkan Kadis DKP kembali mengakui kekhilafannya serta mohon maaf berulang-ulang kali dalam pertemuan damai tersebut.

“Jadi kami selaku Kuasa Hukum harus mengikuti apa yang klien kami inginkan, faktanya Wentho cs, sudah dengan jiwa besar memaafkan memaafkan kadis DKP, begitupun Kadis DKP sudah mengakui kesalahannya secara terbuka. Dengan demikian kasus menjadi selesai dan tuntas tidak ada proses hukum apa pun baik pidana maupun perdata.”
Rata Penuh Proses Hukum Jalan Terus
Satu korban pemfitnahan Aloysius Yanlali alias Yanes (Wartawan Mingguan Suara Flores) yang dikonfirmasi terkait kesepakatan damai tanpa kehadirannya selasa (25/1) menegaskan tidak benar kalau ada pihak lain yang mengklaim kasus itu telah dicabut dan telah berdamai.

“Kesepakatan kami pada pertemuan solidaritas wartawan di Kantor WALHI NTT beberapa waktu lalu bahwa kasus pelecehan terhadap tiga wartawan di Sikka tetap mengikuti proses hukum yang telah dibuat laporan polisi hingga Bernadus Nita ditetapkan jadi tersangka. Kami berkomitmen bahwa proses hukum dijunjung tinggi jadi tidak benar kalau ada pihak-pihak lain yang mengatakan kasus tersebut dicabut dan telah berdamai,” kata Yanes.

Menurut Yanes jika itu benar maka kuat dugaan bahwa pihak-pihak tersebut mau mencari keuntungan dari masalah yang ada.
“Mengapa saya katakan demikian, karena sampai saat ini, setahu saya masalah tersebut sedang dalam proses hukum di pihak kepolisian. Apalagi saya melihat ada pertemuan sana-sini di rumah warga, di warung makan dengan pihak Bernadus Nita yang difasilitasi orang luar, dan tidak ada kesepakatan bertiga bertemu dengan keluarga tersangka. Pertanyaannya mengapa itu terjadi, ada apa di balik itu semua? Yang jelas saya punya komitmen bahwa ending dari masalah ini adalah penyadaran dan pemahaman terhadap publik. Kuasa hukum jangan bertindak seolah-olah dia yang punya masalah. Mengapa tiba-tiba dia cabut tanpa ada kesepakatan dari yang bermasalah?” kata Yanes heran.

Menanggapi pernyataan Yanes, Merdian Dewanto Dado menggarisbawahi bahwa upaya damai kasus itu dilakukan secara terbuka di rumah makan dengan dihadiri oleh seluruh rekan-rekan kecuali Yanes yang memang tidak hadir dengan alasan ada urusan keluarga.

“Itu pernyataan tidak benar serta bersifat fitnah dari Yanes terhadap kami semua. Sebab pertemuan dilakukan secara terbuka di rumah makan dengan dihadiri oleh rekan-rekan kecuali Yanes yang memang tidak hadir saat itu. Namun sebelum pertemuan Yanes sudah kita kontak dan penyelesaian kepada kita yang hadir,” kata Merdian.

Menanggapi pernyataan Yanes untuk tetap tetap menempuh kasus itu melalui jalur hukum, Merdian menjelaskan hal itu merupakan hak yang bersangkutan. “Namun yang berhak mencabut atau meneruskan laporan adalah Wentho Aliando karena orang inilah yang melaporkan secara resmi kasus ini.

Seperti diberitakan harian ini sebelumnya (FP, 4 dan 7 Januari 2011) wartawan San Tv Slamet Kurniawan, Wartawan Suara Flores Aloysius Yanlali dan wartawan Flores File Wentho Agustinus Eliando melaporkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bernadus Nita ke Polres Sikka, Rabu pekan lalu. Bernadus Nita dilaporkan terkait dugaan pelecehan terhadap tiga wartawan itu saat melakukan tugas jurnalistik di instansi tersebut yang menyebutkan wartawan sebagai pihak yang biasanya meminta uang dan dibayar.

Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) NTT Merdian Dewantara Dadao selaku kuasa hukum tiga wartawan mengajukan gugatan pidana dan perdata dengan tuntutan ganti rugi Rp.1, 650 milyar.(FloresPos).

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Friday, January 28 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---