Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Tuesday 9 August 2011

Eloknya Pangabatang


Perahu motor berbadan kayu terasa uzur melawan arus. Tubuhnya digoyang-goyang ombak. Sesekali setengah mati ketika sang arus Laut Flores menggoda. Kami sedikit cemas. Ingatan akan tenggelamanya KM Karya Pinang tahun 2010 sekelebat mampir. Bahkan ketika ia berputar-putar saat mesinnya melorot, kami gelisah. Namun Wahir, anak muda yang bertugas sebagai juru mudi nampak tenang. Sabar ia membujuk sang kapal agar kembali pada posisinya. Sang perahu uzur menurut, merentangkan arah kembali menuju sang bidadari Pangabatang. Waktu kian merambat. Panas terus membakar. Kulit semakin gosong. Hati makin berdebar ketika sang pulau kecil itu nampak mendekat. Oh Indahnya. “Siap-siap kita segera merapat Mo’at,”ujar Wahir sembari membakar rokok. Kami yang masih terpesona langsung bergegas. Didepan, sang pulau berwajah putih nampak anggun. Cantik sekali. Bahkan air lautnya begitu bening. Anak-anak ikan pun nampak jelas berlari-lari menyambut kami. Wahir turun. Setengah badanya basah kuyup terendam air. Ia menghela sang perahu. Merapat ke tepi pantai. Pangabatang memberi senyum...


Menuju Nangahale Gete
Martin, sahabat inimaumere.com yang baru saja tiba dari Paris menantang kami untk menjelajahi Pangabatang. Tentu saja kami terima. Pangabatang adalah perawan cantik. Siapa sih yang tak ingin menyapa?





Martin hidup dan bekerja di Paris. Anak muda asal Maumere yang mencintai perjalanan wisata pantai dengan bumbu petualangan. Maka ketika di Maumere ia tak mau kisahnya berlalu. Ia ingin mematri jejaknya di pulau leluhur. Pada keelokannya yang membuat kagum mata semua manusia.

Dan ketika siap, kami dikontak. Kami menumpang mobil menuju Nangahale Gete. Titik pertama menuju Pangabatang.

Gete dalam bahasa Sikka artinya Besar. Selain Nanghale Gete adapula daerah lain yang bernama mirip yakni Nangahale Doi (Doi = kecil). Wilayah ini berada di Kecamatan Kewapante. Sedangkan Nangahale Gete berada di wilayah Kecamatan Talibura. Cukup berjauhan letak keduanya.

Yang kami ketahui, di Nangahale Gete disewakan beberapa perahu motor. Para penyewa siap membawa para petualang menuju pulau-pulau kecil didepan Flores (Kabupaten Sikka). Salah satunya Pulau Pangabatang. Pulau kecil nan cantik dengan pasir putih, air laut yang nampak bening dan pemandangan bawah laut yang menggiurkan.

Lantas, sekitar pukul 13.00 Wita, kami keluar dari Kota Maumere. Martin duduk dibelakang setir. Mobil pun pelan-pelan bergerak. Angin sepoi-sepoi menjilat kulit. Dingin.

Sambil menikmati perjalanan, Martin bercerita panjang lebar tentang kisahnya di Eropa. Benua yang membesarkan dirinya. Kami menikmati celotehnya. Sesekali tertawa. Sesekali bingung. Sesekali menertawai bobroknya negeri sendiri. Ah masa bodoh.

Menurutnya, rombongan teman-temannya yang berada di benua sana pun sudah menjadwalkan keberangkatannya. Mereka bersiap-siap menjejakkan kakinya ke Flores, setelah Martin. Baguslah, gumanku. Datanglah terus ke Flores. Tanah baru yang dipenuhi surga keindahan alam dan budaya. Tapi meratap pedih dalam kemiskinan, korupsi dan ketertinggalan.

Flores atau Nusa Nipa atau Nusa Bunga atau Cabo de Flores memang indah. Disini Kelimutu dengan danau tiga warnanya berada. Samana Santa saat paskah jadi prosesi menarik, Komodo dikagumi. Tapi disini pula wisata hanya jadi tontonan. Bergerak pelan, tertinggal dan dikeluhkan. Begitu pula daerah ini, Maumere. Julukannya aneh, kota transit. Gara-garanya kota ini cuma disinggahi sebentar wisatawan. Berlabuh di pelabuhan udara atau laut. Lantas beristirahat sejenak dan pergi. Keluar kabupaten ini. Membuang uang di tanah sebelah. Pedih, jika celoteh kita mengunyah jejak wisata.

Berperahu di airnya yang bening & ujung Pangabatang sebelah timur..

Menuju Nanghale Gete, arah perjalanan searah dengan jalur perjalanan menuju Kabupaten Flores Timur (Larantuka) yang memiliki tradisi budaya rohani Katolik Samana Santa. Artinya bahwa kita menuju arah wilayah bagian timur Kabupaten Sikka.

Jarum jam bergerak. Tak sadar, seperempat perjalanan telah dilunasi. Angin semilir setia memagut kami. Rasa sejuk membasuh jiwa.

Tentram dan damai. Sepotong kalimat ini bisa menggambar teduhnya kisah laju kendaraan, ketika bergelut di wilayah utara, pesisir Fores.

Kita akan melewati wilayah pedesaan seperti Waipare, Geliting, Waiara, Nangahale Doi, Wairita, Waigete, Waiterang, Napung Biri, Patiahu, Talibura dan akhirnya tiba di Nagahale Gete. Waktu yang dibutuhkan kira-kira 40 menit perjalanan dengan kendaraan. Selain menggunakan kendaraan pribadi, adapula kendaraan sewa ataupun penumpang (kendaraan umum) yang bisa digunakan dari Kota Maumere. Selain jalur jalan yang lurus, pemandangan tepi pantai utara Flores sejenak bisa menghibur mata plus pikiran.

Namun tak bisa dipungkiri, keteduhannya tak bisa menutupi ganasnya musim kemarau. Semua berubah jadi kekuningan, terbakar panas sang mentari.
Ilalang lemas tak tersentuh air, bebatuan hitam yang berserakan, rumah-rumah sederhana yang berdiri diantara bebatuan, sungai-sungai kering menganga serta sisa-sisa kejayaan lamtoro gung akan bercerita. Bahwa di tempat ini, disepanjang wilayah Wairita sampai Waigete, sepotong wilayah dengan orang-orang yang masih berkutat dalam hidup paling sederhana. Mengais hidup setengah mati, sedangkan yang lainnya, yang memiliki hidup enak masih juga mengambil hak rakyat kecil, korupsi.


Sewa Perahu
Akhirnya, perkampungan Nangahale Gete kami sentuh. Saat itu mentari benar-benar galak. Panasnya minta ampun. Kulitpun terasa dicubit setengah mati. Perih.

Perkampungan Nangahale Gete adalah perkampungan dengan mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan. Daerah ini persis bertepi pantai. Menghadap langsung pulau-pulau kecil didepannya.

Kira-kira 500 meter dari sekolah SMAN Talibura kampung ini berada. Patokannya disitu. kita akan mendapati jalur belokan kiri masuk ke Nangahale Gete ( jalur kiri dari Maumere). Setelah memutar kekiri, perkampungan Nangahale Gete menyambut kita.

Sedikit berkelana di kampung ini. Melihat-lihat isinya, sunyinya, sepinya, akhirnya ada juga yang menegur kami. Namanya Karim. Nah! Kok bisa sunyi? Maklum di jam kerja. Palagi saat bulan puasa bagi umat muslim. Semua berdiam diri dirumah.

“Cari siapa?” Sapa Karim. Lagaknya akrab.

“Sewa perahu,” jawab kami cepat.

“Mau kemana?”

“Pangabatang,” koor kami dari dalam mobil.

Lantas Karim menghilang. Dan ketika muncul, ada yang mengekornya. Dua orang. Berbadan gelap disengat mentari. Mereka memperkenalkan dirinya sebagai Wahir dan Udin. Keduanya memberi salam dengan senyum ramah.

Setelah memberi tahu maksud kami, maka terlibatlah kami dalam tawar menawar harga. Disepakati sewa perahu menuju Pangabatang Rp 200 ribu PP (pergi dan pulang). Waktu hingga sunset. Oke. Kami setuju.

Maka mobil pun diparkir dihalaman rumah Karim. Lantas Wahir dan Udin membawa kami ke tepi pantai. Saat ke pantai beberapa kali berpapas dengan warga. Dengan gaya masing-masing. Ada yang sedang baring di lantai dalam rumah. Di bale-bale. Dibawah pohon sompen, atau malas-malasan di teras rumah. Mereka memberi salam ramah dengan sikap senyum kepada kami. Tak lupa kami membalas.

Dipantai itu ratusan perahu motor sedang asik diam. Menanti diajak ke laut lepas. Disitu pula perahu yang kami sewa tertambat. Menunggu kami menaikinya. Wahir bersiap-siap. Kami ke kios kecil, siap bekal tuk ke pulau kecil. Siapa tahu kalau lapar? Kalau haus? Mana ada kios disana?

Mayoritas penduduk Nangahale Gete adalah pindahan dari pulau-pulau kecil yang ada di Kabupaten Sikka. Terutama Pulau Babi, Kojadoi, Permaan dan lain-lain. Mereka dievakuasi kedaratan Flores (Nangahale Gete) setelah pulau-pulau yang ditinggalinya dihantam gelombang Tsunami saat gempa melanda Flores tahun 1992. Di Nangahale, mereka disediakan lahan untuk bermukim.

Masyarakat wilayah ini beretnis Tidung Bajao. Leluhur mereka berasal dari wilayah Sulawesi (Bajo). Etnis ini telah menetap di Flores sejak beratus-ratus tahun yang lampau. Maka di Sikka, warga ini termasuk bagian dari ratusan etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Sikka. Selain berbahasa leluhur, warga Tidung Bajao juga menggunakan bahasa Sikka dalam percakapan sehari-hari.

Etnis Tidung Bajao juga bisa ditemui diwilayah pesisir utara seperti Wuring, Geliting, Nangahure, Magepanda dan beberapa wilayah pesisir utara lainnya.

Menuju Pangabatang
Sambil bernyanyi-nyanyi kecil, Wahir sibuk menyiapkan perahu. Kami setia menunggunya. Usir suntuk kami berbasa-basi dengan beberapa nelayan. Mereka bercerita suka dukanya mencari ikan. Suka dukanya tinggal di pulau-pulau kecil. Sebelum di evakuasi ke Nangahale. Siang itu sebagian dari mereka memilih tak melaut. Maklum sedang bulan puasa. Katanya saat malam baru menjaring ikan hmmm.... Penduduk di perkampungan ini sebagian besar memang beragama islam.

Maka setelah siap, Wahir memberi kode. Kami pun lantas berpindah kedalam perahu motor. Cadangan bekal dinaikan. Rokok, air, camilan dan lain-lain pindah tempat. Upsss Wahir lincah membantu kami. Sayang, Udin tak nampak. Menurut Wahir, Udin adalah juragannya. Ia tadi cuma memastikan bahwa kapalnya siap, setelah itu juragannya kembali ke rumah...hmmmm.

Lantas, melajulah kapal motor ini. Pelan-pelan ia membelah Laut Flores. Pertama-tama sih, kami terpesona pula dengan gayanya kapal ini. Namun lama-lama menakutkan. Bagimana tidak, angin yang cukup besar mulai menghadang. Ombak dan arus tak ketinggalan menambah seram. Apalagi bayangan KM Karya Pinang yang terkapar tenggelam gara-gara angin dan ombak mulai menghantui. (KM Karya Pinang, tenggelam di perairan Flores Oktober 2010 dalam perjalanan dari Pulau Palue ke Maumere, menewaskan 23 orang dan 9 lainnya hilang).

Pesisir Nangahale Gete & juru mudi Wahir (kiri) bersama Martin, narziz..hehehe

Sudah begitu sang kapal berbadan kecil ini kadang keluar dari jalur. Beberapa kali berputar-putar ditempat gara-gara tarikan mesin yang melorot. Huh! Tapi kami optimis, perjalanan akan nyaman sampai tujuan. Lihat saja, Wahir tak sedikitpun terlihat cemas. “Sudah biasa ini, makanan sehari-hari buat saya....” teriak Wahir. Kami tenang! Hehehe..

Wahir yang telah biasa pergi pulang dari daratan menuju pulau-pulau didepannya, terutama Pangabatang, bilang waktu sekitar 30 menit untuk sampai di Pangabatang. Tapi setelah kami hitung-hitung kasar 30 menit tak cukup. Soalnya arus kencang menghadang yang membuat waktu melorot. Mana kapal kayu ini renta berlari.

Pangabatang
Setelah duduk tenang sambil menikmati indahnya laut Flores, perlahan-lahan sang pulau mulai nampak. Pangabatang mulai menampakan genitnya. Anggunnya. Menyendiri kecil. Putih memanjang. Rata. Tak ada gunung ataupun gundukan lainnya, kecuali disisi bagian baratnya. Palagi? Sepi. Sunyi. Tak ada wisatawan lain, kecuali...............kami! Horeeeeee.........

Pandangan mata terperanjat. Akan eloknya sang air. Sungguh bening. Murni, bagai kaca polos. Dasarnya putih. Airnya biru. Indah!

Wahir membuang sauh, menambatkan perahunya. Seadanya sebab di pulau ini tak ada dermaga. Ia lantas memberi kode agar kami turun.



Sambil menatap kagum pada jernihnya sang air, kami lantas menjejakan kaki. Lantas berdecak kagum, lantas memahat pelan-pelan jejak kaki kami dipasirnya nan halus.

Pulau Pangabatang sangat kecil. Kita bisa mengelilingnya. Panjangnya kira-kira 800 meter. Seluruh isinya berpasir putih. Tak ada gundukan bukit. Apalagi gunung.

Disisi sebelah barat terdapat perumahan penduduk. Menurut salah satu warga di perumahan itu, ada sekitar 80-an jiwa yang mendiami Pulau Pangabatang.

Kami juga sempat menyaksikan anak-anak kecil disekitar perumahan penduduk. Mereka sedang memancing. Mencari ikan dilautnya yang kaya. Ada pula wanita-wanita yang sedang menimba air. Di satu-satunya sumur yang ada pulau ini.

Lantas anak-anak ini bercerita, kalau di pulau ini tak ada sekolah. Mereka (anak-anak) ini menimba pendidikan dibangku SD dan SMP (MTs) di seberang pulau yakni di Pulau Permaan. Butuh waktu 10 menit untuk menyeberang dengan perahu tradisional agar bisa bersekolah. Dan jika telah SMA, mereka menempuh pendidikan di Maumere. Penduduk disini, selain menggunakan bahasa Bajao juga menggunakan Bahasa Sikka (bahasa mayoritas di Kabupaten Sikka). Dan anak-anak itu bercerita dengan tutur Bahasa Sikka yang fasih.

Anak-anak di Pulau Pangabatang, usai memancing dan perumahan di Pangabatang

Berdekatan dengan perumahan penduduk, nampak Pulau Dambila yang berdiri kokoh dengan bukit besarnya. Disebelahnya Pulau Permaan, Sukun dan lain-lain. Sedang disisi bagian timur yang tak berpenghuni, nampak Pulau Babi yang pernah disapuh tsunami tahun 1992. Pulau Babi nampak gagah berdiri. Dari kejauhan terlihat garis putih. Yang memperlihatkan pasir putihnya. Membentang indah di sepanjang pesisir pantai.

Usai mengobrak abrik isinya, kami lantas membenanamkan tubuh kedalam beningnya sang air. Kami berpuas-puas diri menikmati segarnya sang air, pasir putihnya dan teriknya sang mentari.

Sepertinya tak ada yang bisa mengalahkan kesendirian kami di pulau kecil. Sejauh mata memandang, hanyalah keindahan yang kami dapati. Flores, induk para pulau ini berdiri gagah didepan. Dan kami nikmati eloknya kegersangan pulau itu. Tentu, sambil menyelam dan mendongakkan kepala padanya. Syukur sekali, berada di tanah ini. Banyak tempat indah yang bikin hati tentram.

Wahir bercerita kalau ditempat ini para wisatawan sering berkunjung termasuk para turis dari mancanegara. Namun saat kami disana, tak nampak satupun wisatawan. Jejak wisatawan hanyalah satu dua sampah bekas minuman yang berserakan . Selain itu yang ada hanya kami bertiga. Bagaikan pemilik pulau indah ini.

Pangabatang yang eksotik di peta para penyelam bawah laut merupakan surga indah. Keindahan terumbu karang di wilayah perairan ini sudah diketahui sejak lama. Selain kecantikan bawah lautnya, ikan-ikan langkah bisa ditemukan. Inilah yang disebut Teluk Maumere. Pangabatang dan perairan pulau-pulau lainnya. Maka tak heran, selain berjemur diri, para pelancong juga biasa melakukan diving disekitar perairan ini. Seperti di perairan Pulau Babi dan Tanjung Darat.

Kejayaan terumbu karangnya pernah porak poranda. Selain akibat tsunami 1992 juga pemboman yang dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggng jawab. Namun kini, bersama Coremap II Sikka, keindahan terumbu karang di perairan Teluk Maumere perlahan kembali dipulihkan.
Keindahan Bawah Laut Teluk Maumere bisa dilihat disini.

Nah, kami ke Pangabatang bukan untuk menyelam atau snorkling di perairan ini. Tidak. Kami hanya ingin merebahkan diri di pasir putihnya, bercengkarama dengan beningnya sang air dan menikmati pesona lain yang begitu indah, pemandangan alam.




Kira-kira 2,5 jam kami bercumbu dengan keindahannya. Dan saat bola mentari turun di ujung samudera, kami lantas bergegas pulang.

Wahir lagi-lagi memberi isyarat. Dan akhirnya sang kapal motor perlahan meninggalkan sang bidadari. Angin laut segera menyapa. Dengan setianya ia mengantar kami. Lantas bersama sang arus perlahan-lahan mengiringi sang saujana reot. Meninggalkan kisah di Pangabatang.

Sambil duduk terpekur menikmati sunset dari atas perahu motor, kisah di Pangabatang masih terbayang jelas. Pulau indah. Katanya banyak yang telah jatuh hati padanya. Tak masalah, asal dirawat dengan benar, dijaga tetap bersih dan bening. Dijaga terumbu karangnya. Pasir halusnya. Jangan aneh-aneh. Apalagi ngebom. Bikin yang asik. Berlibur dan bercumbu.

Kalau berlibur, ajaklah teman-teman. Dengan beramai-ramai juga asik. Kalau mau berbulan madu, boleh. Tapi disana tak ada penginapan atau hotel. Dari kelas apapun tak ada. Nihil. Kosong. Hanya ada perumahan penduduk dari bahan kayu. Model etnis Bajao. Rumah panggung. Kalau mau berkemah silakan. Asal resiko ditanggung sendiri hahaha....

Jadi , kalau sesekali kesana tak masalah. Sekali lagi ajaklah teman-teman biar asik. Siapkan bekal uang untuk sewa kapal (perahu motor). Bekal untuk makan minum disana. Dan tentu alat-alat wisata.

Mau mancing? Boleh, ikannya banyak. Makan berani lagi hahaee...Jadi kalau berencana kesana. Siap-siap dari pagi. Berangkatnya pagi, ini saran saja. Maksudnya agar bisa lebih lama berdiam disana. Bercumbu disana. Menikmati hidup nyaman dan jauh dari bising serta tetek bengek lainnya.

Sunset indah saat kami meninggalkan Pangabatang...

Akhirnya Syukur pada Tuhan yang telah menciptakan keindahannya. Semoga kecantikannya dirasakan juga generasi-generasi berikutnya. Salam...(Oss)


www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Jajanan Buka Puasa di Hasanudin

Ramadhan telah tiba. Biasanya yang terlintas di benak adalah asyiknya buka puasa dengan menu yang segar punya. Buat warga Maumere tentu sudah tidak asing lagi dengan kawasan pemukiman di Kampung Beru. Tepatnya di sepanjang Jalan Hasanudin, Kota Maumere. Kawasan ini setiap ramadhan menggelar jajanan murah meriah namun segar dan menggoda lidah. Itulah yang terlihat akhir-akhir ini di Hasanudin. Meski umat muslim di Maumere adalah minortas, namun saat akan berbuka puasat kesibukan selalu terlihat, terutama di sepanjang jalan Hasanudin. Kawasan Hasanudin di Kampung Beru dihuni mayoritas umat muslim. Mereka mendiami wilayah pesisir pantai ini sejak dahulu kala. Disini pula ada Mesjid Beru At-Taqwa yang berumur tua. Kesibukan saat ramadhan sepanjang tahun di kawasan ini sudah lumrah. Anak-anak kecil, remaja, dewasa dan orang tua asik berbelanja. Mereka menyiapkan bekal untuk berbuka.

Banyaknya pilihan menu berbuka puasa ini ada disini. Menggoda banyak pengunjung untuk datang. Ada sajian manis dan gurih, minuman yang segar dan jajanan lain yang mengandung selera untuk berbuka. Banyak yang membeli untuk dibawa pulang ke rumah. Ada juga yang semula hanya ingin melihat-lihat, lalu jadi tergiur untuk membeli sesuatu.

Bahkan umat non muslim pun ikut nimbrung berbelanja. Seperti Rory yang terlihat bersama rekannya. “Wah, ini su wajib juga buat saya. Soalnya makanannya enak-enak dan segar,” kata Rory, pembeli asal Wai Oti.

Banyak umat muslim dari berbagai daerah di Kota Maumere yang selalu ke kawasan ini setiap jelang petang. Dari berbagai profesi. Kebanyakan adalah warga pendatang dari luar Maumere.

Bagi ibu-ibu setempat yang menjual makanan berbuka puasa, saat ramadhan adalah berkah buat mereka. Mereka tak menyia-nyiakan kesempatan. Makanan yang dijual biasanya ludes. Untungnya lumayan.

Para penjual ini menjajakan berbagai jajanan berbuka seperti es kelapa muda, kolak, es cendol, es buah, kacang hijau, aneka lauk dan lain-lain.

Kendati sama-sama menawarkan sejumlah menu buka puasa, namun memiliki kekhasan masing-masing.

Nah, kalau kalau ada waktu, bagi yang di Maumere nih, bisa mencoba...

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Tidak Surut Perjuangkan Tiga Daerah Otonomi Baru

Gubernur Nusa Tenggara Timur, Frans Lebu Raya mengatakan pemerintah provinsi akan mengusulkan tiga daerah otonomi baru ke pemerintah pusat. "Wilayah propinsi NTT terdiri dari 21 kabupaten/kota dan saat ini sedang diusulkan lagi tiga daerah otonomi baru ke pemerintah pusat, adalah Malaka di Kabupaten Belu, daerah yang perbatasan dengan negara Timor Leste, Adonara di Kabupaten Flores Timur dan Kota Maumere," kata Lebu Raya, di Kupang, Senin (8/8). Ia mengemukakan hal itu ketika berbicara mengenai permasalahan pembangunan NTT pada Temu nasional Aktualisasi Spiritualitas Profesional dan Usahawan Katolik (TAS-PUKAT). Acara yang dihadiri puluhan usahawan nasional itu akan berlangsung hingga 9 Agustus 2011. Gubernur mengakui memang ada moratorium pemekaran wilayah tetapi tidak menyurutkan tekad pemerintah untuk memperjuangkan tiga daerah otonomi baru itu, karena tujuannya adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

Wilayah Malaka misalnya, sangat jauh dari ibukota Kabupaten Belu dan membuat masyarakat di daerah yang berbatasan dengan negara Timor Leste ini tidak bisa menikmati pelayanan pemerintah dan pembangunan secara baik. "Bupatinya saja mungkin sulit menjangkau wilayah itu, apalah gubernur dari Kupang yang harus membutuhkan perjalanan lebih dari 12 jam untuk menjangkau daerah-daerah di perbatasan," katanya.

Begitupun dengan Adonara di Kabupaten Flores Timur yang berada di satu pulau tersendiri, terpisah dengan ibukota Kabupaten Flores Timur. "Artinya, dari segi pelayanan tidak efektif dan itulah kami terus berjuang untuk menjadikan tiga daerah itu sebagai daerah otonomi baru," katanya.

Gubernur mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri kemungkinan kecil mengusulkan pemekaran wilayah ke DPR-RI karena komitmen pada keputusan untuk melakukan moratorium, tetapi pemerintah NTT tetap berjuang. "Kalaupun tidak sukses bukan masalah tetapi perjuangan harus tetap dilakukan, karena berjuang untuk sesuatu yang baik tidak boleh kenal lelah," kata Lebu Raya. (ant)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Tuesday, August 09 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---