Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Thursday 10 April 2008

SEBENTUK CERMIN DALAM SEJARAH “SIKKA”


Ditulis oleh anak Maumere Alexander Yopi Susanto,tinggal di Jakarta Selatan.
Epang gawan Mo'at..

Wue wari punya artikel tentang kabupaten sikka?(politik,budaya atau apa
saja) kirim ke email:
cherovita@yahoo.co.id

Nama Kabupaten Sikka bukan tanpa debat kusir. Suhu perpolitikan itu sudah bisa memanas hanya dengan menyebut “Sikka”. Sejarah Kabupaten Sikka itu tidak pernah diam dengan dialektika politik. Apalagi di tengah hiruk pikuk Pilkada sekarang. Kabupaten Sikka seolah melempeng untuk dibentuk kembali. Menanti kelahiran baru dalam tungku pembakaran sejarah dan politik menjadinya.


Ruas Perpolitikan Dari Sebuah Nama

Ata Sikka atau Sika, lebih pas marga Sikka sesungguhnya merupakan peleburan dari beberapa suku. Muhang, Krowin, Krowe, Palue, Mego-Nualolo, dan Bu-Mbengu. Tahun 1925, akibat politik konsentrasi kolonialisme Belanda, suku-suku tersebut, yang berada di bawah kekuasaan tiga kerajaan besar: Sikka, Kangae, dan Nita, “dipaksa” menyatu menjadi “Sikka”.

Mencuatnya nama Sikka sebagai identitas tunggal itu seolah-olah mencaplok kekuasaan dua kerajaan lainnya. Justru karena inilah, nama Sikka menjadi sangat kontroversial. Penuh perdebatan. Karena toh, Sikka sendiri hanya merupakan wilayah kecil dari “oderafdeling Maumere”. Sama sekali tidak mampu mewakili nama dan kekuasaan dari dua kerajaan lain. Sejarah lebih berpihak pada Raja Don Alessu, raja Sikka waktu itu, oleh kedekatannya terhadap pemerintah Belanda. Sementara dua kekuasaan lain yang sama sekali non-koperatif, memilih untuk melawan, ketimbang bekerja sama. Karena itu, Belanda lebih mudah memilih “Sikka” sebagai sebuah nama, ketimbang mengakui nama-nama lain untuk wilayah itu.

Sikka dibesarkan oleh waktu, dan bukan atas catatan sejarah yang rasional dan seimbang. Artinya, aroma persaingan, pertarungan, perebutan kekuasaan, termasuk dalam hal memprasastikan sebuah nama, begitu lekat dengan gerak menjadi Sikka. Kritik atas “Sikka” menjadi sangat dekat dengan aroma persaingan itu, kalau nama itu sengaja dibenturkan dengan nama “Maumere” yang sudah lebih populer dan merangkul. Tetapi berbagai argumentasi di balik perjuangan menggantikan nama Sikka menjadi Maumere itu tetap saja kandas. Sikka yang menjadi sasaran kritik karena sarat sentimen kewilayahan dan fanatisme kesukuan tersebut tetap tidak bisa menjadi Maumere yang lebih populer dan merangkul.

Kalau perdebatan tentang nama ini cuma sampai di sini, provokasi kebangkitan massa dan sektarian kesukuan akan semakin menguat. Perlulah pembacaan yang lebih positif, sesuai dengan karakter dan gerak menjadi orang Sikka itu sendiri. Bahwa antara Sikka dan Maumere, ada ruang, pilihan, konsistensi kemenjadian orang Sikka yang selalu bertarung di iklim percaturan perpolitikan. Sikka tidak pernah lahir dari kesetujuan massal. Dari kesepakatan semua suku atau kerajaraan. Nama itu muncul dari penaklukkan politis, yang justru menjadi pusar orang Sikka. Karena itu, hanya waktu yang bisa menjawab. Dalam gerak perpolitikan itu, konsensus rakyat dan para pemimpin di Kabupaten Sikka bisa memilih dengan kesadarannya untuk tetap menggunakan nama Sikka. Atau malah menggantikannya dengan Maumere.

Pemerintahan Populis Sikka

Dalam lintas sejarah perpolitikannya, Sikka pernah mengenal KANILIMA. Deklarasi KANILIMA dipelopori oleh tokoh dan cendekia masyarakat dari tiga wilayah: KAngae, NIta, dan LIo-Maumere. Didukung oleh massa luar biasa dari ketiga distrik itu, KANILIMA berhasil tampil menjadi oposan. Mereka gigih mengkritik dan mendobrak politik dominasi pemerintahan Sikka masa itu, di bawah Raja Don Thomas Ximenes da Silva.

Kelihatan sekali, “perseteruan” Raja Don Thomas sebagai pihak pemegang roda pemerintahan dan KANILIMA sebagai oposan menjadikan iklim demokrasi ala Sikka lebih hidup, menarik, dan dialektis. Pada perseteruan itu, KANILIMA bersuara cukup keras, sebagai corong dan pengemban amanat penderitaan rakyat. Sasarannya, supaya roda pemerintahan Sikka itu berjalan lebih seimbang, adil, menghargai nilai kemajemukan, meninggalkan tindakan-tindakan kekerasan, penindasan, pemerasan, dan politik KKN. Tampilnya KANILIMA justru menghidupkan lagi dialektika politik orang Sikka, dari dominasi sentralistik menuju pemerintahan demokratis.

Kalau mau disejajarkan, deklarasi KANILIMA pada tahun 1948 itu sama persisnya dengan gerakan mahasiswa tahun 1998. Iklim demokrasi yang sentralistik, penuh dengan tindakan monopoli, KKN, kekerasan, dan penindasan itu berhasil ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa. Indonesia mulai dengan pembabakan sejarah baru. Pada kelahiran era reformasi. Posisi KANILIMA sendiri tidak jauh berbeda dengan bentuk negara demokrasi milik negara-negara di Eropa yang hanya mengenal dua partai: pihak pemegang roda kepemerintahan dan pihak oposisi. Dan betapa membanggakan, gerakan reformasi seperti ini sudah bukan asing lagi untuk orang Sikka, sekurang-kurangnya sejak tahun 1948.

Pembejalaran atas catatan tinta emas deklarasi KANILIMA sebetulnya menjadi titik simpul dari pemaknaan pemerintahan populis, yang khas Sikka. Berikut ciri-ciri kepemimpinan yang berhak duduk di kursi panas kabupaten ini. Bahwa bentuk pemerintahan populis masyarakat Sikka itu selalu berada dalam dialektika tesis dan antithesis, antara pemerintah dan pihak oposisi. Dalam dialektika tersebut, yang dicapai adalah reformasi. Kelahiran baru. Yang ditandai dengan pembukaan ruang demokrasi yang luas, penghargaan pada nilai-nilai humanis, ekologis, dan kesejahteraan rakyat.

Karena itu, tipe kepemimpinan yang selaras dengan aras dialektika ini adalah memberikan keleluasaan bagi banyak orang untuk berpartisipasi. Menghargai perbedaan pendapat. Akomodatif terhadap kritik dan masukan. Mengutamakan kepentingan masyarakat. Sensitif terhadap suara arus bawah. Menghormati ruang hidup, adat istiadat, dan kemajemukan. Serta memiliki kepatutan publik, seperti tidak terlibat dalam kasus asusila, KKN, kekerasan, dan penindasan. Pemimpin Sikka mesti selalu berjiwa reformis.

Sebentuk Cermin Sejarah Sikka

Dalam catatan pemberontakan Teka Iku yang ditulis Bruder Petrus Laan SVD, tertulis kutipan: “Tahukah kamu juga, tanya Kailola kepada Nurak, apa sebab Teka berontak melawan Raja?” Atas nama Nurak berkata, “Teka mengatakan ia berkelahi untuk orang kecil, bahwa belasting baru dari Raja, 4 buah kelapa dari tiap pohon, dan itu dari tiap panen, adalah terlalu tinggi”.

Kegerahan seorang Teka, mengawali pemberontakan Teka Iku yang panjang dan luar biasa itu adalah sobekan dari bagian yang utuh sejarah Sikka yang selalu “tidak tinggal diam”. Spirit yang sudah lama tumbuh, terpatri, dan mendarah daging di tubuh masyarakat Sikka adalah berani mereformasi diri. Berani melakukan otokritik. Siap berubah menuju kelahiran baru. Senantiasa menjadi lebih bersih dan cerlang. Gagah berani seperti tombak dan panah pada tangan, tetapi lembut bersih dalam jiwa dan hati. Inilah sebentuk cermin sejarah Sikka.

Karena itu, betapa memalukan pemimpin Sikka sekarang kalau terjerumus terus menerus dalam semangat yang sentralistik, haus kekuasaan, KKN, dan feodal. Betapa direndahkannya marga yang mulia ini, kalau spirit reformis dan ladang demokrasi itu kerdil, bahkan mati. Di sini pulalah letak tanggung jawab dan kadar penghormatan atas sejarah Niang Tawa Sikka, Tanah Maumere.

Semoga kristalisasi sejarah panjang Sikka menjadi cermin otokritik untuk Pilkada Sikka kali ini. Semoga pula, masyarakat Sikka terbuka matanya untuk memilih pemimpinnya dengan benar. Kalau tidak, mari kita menjadi oposisi sejati.




Alexander Yopi Susanto,Dilahirkan di Flores, 23 Oktober 1981.
Pendidikan dasar diselesaikan di SDK 051 Waigete.
Pendidikan menengah pertama dan atas dihabiskan di Seminari Sint. John. Berkhmans Todabelu Mataloko, Ngada, Flores.
Bidang spesialisasi:
TI, Writing n Publishing, Advokasi Tanah, Advokasi dan Pemantau Hak Anak. Sekarang tinggal di Jakarta Selatan.


Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Thursday, April 10 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---