Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Monday 1 December 2014

Wolon Korat, Jejak Nipon di Nitakloang

saat keluar dari pintu gua bagian belakang
Di tengah perkebunan sejuk Bapak Alo Todang bercerita penuh semangat. Ketika jaman pendudukan Jepang di Indonesia, kampungnya tak luput dari kehadiran tentara Jepang. Pasukan Jepang yang berjumlah ratusan orang bukan saja menggali gua-gua persembunyian. Dai Nipon juga melatih warga cara menyelamatkan diri ketika diserang bom. Nipon juga mengajarkan warga membangun bungker-bungker persembunyian.

Kami memasuki Dusun Nitakloang ketika jarum jam menunjuk pukul 14.00 Wita, Minggu (30/11/2014). Rombongan kami berjumlah empat orang. Bersama saya, Pak Chris Ladapase. Beliau  salah satu orang yang sangat mencintai petualangan alam. Interes dengan jiwa anak muda. Kemudian Jhon Oriwis, redaktur satusikka.blogspot.com serta Marthen Rudy, fotografer. Laju mobil yang ditumpang mereka dan motor bebek yang saya kendarai berlomba menembus Nita.Tempat inilah tersimpan bukti sejarah Dai Nipon.

Sebenarnya penggalian gua Jepang di Wolon Korat, Dusun Nitakloang, Desa Nitakloang, Kecamatan Nita tersebut sudah kami dengar empat hari sebelumnya. Penggalian gua-gua inilah memicu keinginan besar untuk segera melihatnya. Maka berangkalah kami saat mendung tebal menutup wajah matahari.

Untuk menuju lokasi tersebut, arah perjalanan kita dari Kota Maumere adalah menuju arah selatan. Arah ini searah ketika kita hendak menuju ke wilayah Kabupaten Ende, menuju Kelimutu, menuju Pantai Koka, menuju Kampung Sikka atau menuju Kampung Key. Persis, tujuan kita menuju wilayah selatan Kabupaten Sikka.

Jarak perjalanan dari Kota Maumere hingga pertigaan Nitakloang kira- kira 8 Km. Cukup dekat. Nah, dari pertigaan yang terletak di tengah Nita, kota kecamatan Nita, kita ambil arah belokan ke kanan. Asumsi saya adalah kita berangkat dari Maumere. Nah dari pertigaan ini jarak menuju lokasi jejak Jepang sekitar 2 Km. Aspal mulus. Suasana alam sejuk.

Setelah 2 Km, kita ambil belokan kekanan. Jalan yang terbuat dari rabat akan membawa kita hingga persimpangan. Kita belok ke kiri. Jalan tanah sepanjang 200 meter segera menyambut kita. Yoi, kita telah berada di lokasi. Nah bagi yang kesulitan mengehtahui pertigaan rabat tadi silakan bertanya pada warga setempat atau langsung ke kantor desa. Memang belum ada plang informasi. Lokasi ini baru seminggu dibersihkan.

Letak gua-gua peninggalan Jepang berada di sekitar bukit Korat. Rimbunan hutan perkebunan macam kelapa, kemiri, kakao dan lainnya menambah sejuk kawasan ini.

Kami disambut Bapak Alo Todang yang saat itu sedang beristirahat. Ia turun dari rumah kayunya yang sederhana. Ia menyambut kami dengan bahasa Sikka. Senyum tuanya begitu ramah. Ikut bersama kami saat itu, Bapak Kepala Desa Nitakloang Ronny Nessi dan sejumlah warga desa Nitakloang yang ikut dalam penggalian gua. Jumlah kami sekitar 20 orang.

Menurut Kades, dari jumlah 6 gua yang ada di lokasi ini, baru satu gua yang berhasil di gali meski belum maksimal. Gua tersebut berada tak jauh dari jalan tanah yang kami lewati tadi. Ia berada dalam perkebunan dan memiliki pintu masuk yang lebar.

Tinggi gua cukup untuk orang dewasa. Alhasil ketika berdiri kepala kita tak tersentuh dinding atas gua yang keseluruhan adalah tanah. Maka rombongan kami dipimpin oleh Kades Nitakloang maju terus menapak kedalam. Didalam gua tersebut ada sudut mirip kamar. Dari kamar tersebut ada simpangan menuju ke belakang gua. Nah disini kita mesti berhati-hati. Kenapa? Karena atap gua makin rendah. Alhasil, kita mesti merangkak untuk sampai keuar gua.

Satu hal lagi, di daam gua yang cukup gelap tersebut, kita akan bertemu banyak kelelawar. Rupanya gua ni menjadi habitat mereka. Ketika mengehatui kehadiran kami, sejumlah kelelawar panik dan berterbangan. Beberapa mengenai tubuh kami.

Setelah dari gua tersebut, rombongan kami melanjutkan perjalananan ke gua lainnya. Berbeda dengan gua yang baru kami tapaki, lima gua ini belum tersentuh penggalian. Kelimanya tertutup tanah. Namun keberadaan gua tersebut bisa ditelusuri dari jejak disekitarnya. Keberadaan gua- gua Jepang di lokasi ini kata pak Kades, telah dketaui sejak lama. Bukti sejarah lainnya yang masih ada adalah lewat Bapak Alo Todang yang mengetahui benar keberadaan Nipon masa itu di kebun leluhurnya. Ia masih kecil saat puluhan tentara Jepang masuk ke wilayah desanya.

Saat di kebunnya ia bertutur menggunakan bahasa Jepang. Ia hanya ingin menunjukan kepada kami bahwa Jepang memang dulu pernah ada di desanya. Ketika Jepang masuk Bapa Todang berumur 8 tahun. Dari tentara-tentara Nipon tersebut, dia mulai mengenal bahasa Jepang dan menghafalnya hingga sekarang.

Salah satu gua yang cukup panjang berjarak sekitar 200 meter. Gua ini menurut Moat Todang adalah gua terpanjang dari enam gua tersebut. Gua ini belum di gali sehingga kami tak bisa masuk. Kami hanya menelusuri dari atas dan berkahir dibelakang gua. Di situ terdapat juga bak air peninggalan Jepang.

Tiga gua lainnya letaknya agak berjauhan. Meski agak berjauhan, menurut saya, gua-gua Jepang ini di tata dengan ilmu perang yang artistik. Yoi, ke enam gua tersebut nampaknya mengelilingi Bukt Korat. Nah dari atas bukit tersebut, mata kita dengan lapang melihat Kota Maumere dengan leluasa. Maumere bisa dipantau dari laut hingga lapangan udara, dari pelabuhan hingga pulau-pulau didepannya. Sungguh siasat perang dan taktik persembunyuan yang licik.

Sang pemimpin pasukan Jepang memiliki tempat persembunyian berbeda. Tempat sang pemimpin berada di atas bukit dan bukan didalam gua. Ia mendirikan semacam rumah beratap seng. Diatasnya di tutupi dengan alang-alang guna menghindari pantauan dari udara.

Di beberapa gua, kata Bapa Todang, Jepang menggunakan taktik menyerang dari dalam tanah. Pesawat musuh yang mengintai dari udara diserang mealui celah-celah tanah yang diatasnya juga ditutupi dengan alang- alang.

Menurut Todang, enam gua tersebut dijadikan tempat persembunyian Jepang. Sedangkan markas mereka berada di sekitar dusun. Setiap hari kata Todang, tentara-tentara menggunakan samurai berlatih bela diri. Bahkan senam khas Jepang masih diingat Bapa Todang. Ketika itu, kata beliau, ia mengintip aktivitas Jepang dari atas pohon. Dari situ, lanjut Bapa Todang, ia mengetahui kegiatan pasukan Jepang yang kemdian pergi setelah Bom Atom meledak di negeri mereka.

Yang diingat beliau juga antara lain
Kades Nitakloang
Dai Nipon mengajarkan sejumlah masyarakat setempat bagaimana cara menghindar ketika terjadi peperangan.

Warga desa berkeinginan untuk menggali lagi lima gua lainnya. Namun mereka juga meminta perhatian pemerinah dalam kegiatan tersebut. Pasalnya keberadaan gua-gua ini bisa menjadi salah satu obyek wisata unggulan di desa nitakloang.

Sebelumnya, penggalian gua yang terjadi seminggu lalu merupakan buah kerja sama masyarakat desa dan TNI Koramil Kota Maumere. Kerja sama ini masih akan terus berlanjut pada lima gua lainnya.(ossrebong)

merayap keluar gua
Bak Air di belakang Gua

bersama warga dusun di belakang gua jepang


Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Monday, December 01 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---