Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Wednesday 30 March 2011

Wairterang, Riwayatmu Kini...

Wairterang. Nama yang akrab bagi sebagian warga Maumere. Tidak salah, karena daerah ini dengan pemandangan pantai dan naturalnya alam sejak tahun 1970-an telah menjadi salah satu tempat menarik yang paling dikunjungi dihari minggu maupun libur. Air segar yang berada di pinggiran jalan, mengalir deras tanpa putus dari pegunungan. Hutan lebat nan hijau masih kita dapati. Dan monyet serta kera berseliweran dijalan tak takut untuk mendekati para pengunjung. Semua bisa dinikmati secara gratis. Kini Wairterang cuma tinggal cerita. Kawanan kera telah pergi, mungkin telah punah. Air segar nan dingin tak lagi mengalir. Pantainya penuh sampah. Dan pasti Wairterang tak lagi menjadi tempat liburan menyenangkan warga Maumere. Namun potensi kawasan ini tak begitu saja hilang bagai debu. Sebuah kapal karam peninggalan jaman kemerdekaan ditemukan di perairan Wairterang. Mengejutkan memang. Bukti sejarah diperairan ini seakan mencolek kenangan pada daerah ini. Memungut daun-daun pantai, membangun istana pasir, membuka lepah dan membiarkan makanan diatas kain dan tikar terkena buih-buih samudera...hmmm..

Disekitar derah ini, berdiri beberapa resort. Maklum, Wairterang merupakan salah satu titik keberangkatan menuju destinasi penyelaman Teluk Maumere yang memiliki pemandangan bawah laut menakjubkan.

Perairan Wairterang berada di Desa Wairterang Kecamatan Waigete Kabupaten Sikka. Lokasi ini berada pada jalur transportasi jurusan Maumere – Larantuka. Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi darat, baik roda dua maupun roda empat, dengan jarak tempuh kurang lebih 30-40 menit perjalanan dari Maumere. Letaknya kurang lebih 30 km dari Maumere, Ibukota Kabupaten Sikka.

Secara geografis Desa Wairterang berada pada jalur posisi utara Pulau Flores. Mendekati Desa Wairterang disebelah kiri dan kanan terdapat hutan dan semak belukar. Disebelah selatan jalan raya terpampang perbukitan menghijau. Disepanjang lokasi pinggir pantai teluk ini tumbuh beberapa jenis pohon seperti kesambi, asam, bunut, lamtoro, nila daln lainnya. Sedangkan bagian timur terdapat batu-batu besar. Batu-batu ini merupakan hasil dari letusan Gunung berapi Egon.

Salah satu Resort Dive yang ada dilokasi ini adalah Ankermi Resort. Disamping itu juga terdapat resort-resort lainnya disepanjang perjalanan menuju lokasi kapal karam. Sebut saja misalnya Wodong Beach. Dulu juga didekat lokasi Pantai Wairterang terdapat resort milik orang Perancis. Kini resort tersebut telah lenyap entah kenapa.

Jauh sebelum itu, sejak tahun 1970-an Pantai Wairterang yang berpasir hitam adalah salah satu lokasi menarik yang selalu dipadati pengunjung setiap hari minggu maupn libur untuk menyempatkan diri mandi-mandi dilaut yang tenang tidak beriak. Apalagi dibagian selatan, diseberang jalan raya terdapat bak penampung yang mengalirkan air segar dari pegunungan. Belakangan ini Wairterang menjadi sepi dan jarang dikunjungi orang.(Oss/Eny/Suara Sikka)

Foto : Wairterang (Laurensius Reginaldus)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Ketika Orang Flores Nanggap Wayang

Wayang sangat popular di Jawa, yang selalu memberikan filosofi tentang nilai-nilai kehidupan, baik di masa lalu, masa kini maupun masa mendatang. Sesuai dengan perkembangan dan seiring perjalanan waktu, wayang kini sudah mengejawantah menjadi universal yang bisa dipahami mayarakat luas. Tidak sebatas mayarakat Jawa saja, tapi juga masyartakat Indonesia di luar Pulau Jawa dan bahkan di mancanegara.
Salah satu diantaranya adalah Antonius Kopong Liat Ratumakin, pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur yang coba memahami filosofi orang Jawa melalui wayang dalam bukunya yang berjudul “Orang Flores Menanggap Wayang”. Ditengah kenyataan topik kebudayaan yang semakin terpinggirkan, hadirnya buku wayang tersebut memuat pandangan awam terhadap wayang tentu sangat standar sesuai kemampuannya. Salah satu fokusnya membahas wayang sebagai media.

“Ya kita umpamakan wayang sebagai panggung kecil yang redup berhadapan dengan dunia televisi yang megah dan luas. Wayang kalah suara. Wayang tetap eksis mengisi relung jiwa manusia Indonesia,” ungkap Antonius Ratumakin saat peluncuran bukunya di Musium Nasional.

Menurut Antonius, wayang tidak saja popular dan digemari masyarakat di pulau Jawa saja tapi juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia termasuk di Flores.
“Wayang sebenarnya tidak saja digemari masyarakat Jawa tetapi juga di daerah lainnya di Indonesia. Itu bisa saja karena orang Jawa tersebar di daerah lain selain Jawa. Tetapi juga orang lain yang bukan Jawa suka dengan wayang,” kata Antonius

Meski dulu wayang digemari oleh masyarakat, ternyata kini kalah bersaing dengan media hiburan lain, terutama media televisi yang jauh lebih lengkap, modern, luas dan tentunya lebih hebat dari wayang. “Wayang sekarang ini diibaratkan sebagai panggung kecil yang redup kalah berhadapan dengan media televisi yang megah, luas, dan tentunya lebih popular,” kata Antonius

Padahal pada jaman dahulu wayang sangat berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad 14. Dan, juga wayang sangat efektif digunakan oleh para penguasa pada jaman orde baru sebagai alat mendekati hati rakyat . Dengan buku ini penulis berharap wayang dapat kembali eksis bukan saja sebagai media hiburan tetapi sebagi media yang dapat menyebarkan informasi kepada masyarakat, yang kini telah dikuasai oleh media televisi. Untuk mencapai itu, semua harus mencintai wayang sebagai warisan budaya Indonesia dan wayang harus menasional yang menularkan ke-Indonesiaan yang memiliki sifat Pancasilais, gotong royong, dan kebersamaan .

“Kedepan kita berharap bisa mendengar Jenderal Nonton Wayang, wayang masuk istana, wayang masuk sekolah, wayang masuk gereja atau wayang sudah TV, Sehinggga wayang kedepan wayang bisa menjadi bukan saja sebagai hiburan tetapi wayang sebagai media informasi dan media pemersatu,” kata Antonius Ratumakin.
Media pemersatu bangsa
Di dalam buku ini berceritakan tentang pandangan awam terhadap wayang yang sangat standar, salah satu fokusnya membahas wayang sebagai media yang telah ditinggalkan. Wayang sebagai panggung kecil yang redup kalah berhadapan berhadapan dengan media televisi yang megah dan luas dan tentunya lebih popular.

Padahal pada jaman dahulu wayang sangatlah berperan penting dalam penyebaran agama islam di Jawa pada abad 14, dan juga wayang sangatlah efektif digunakan oleh para penguasa pada jaman orde baru sebagai alat mendekati hati rakyat .

Antonius berharap wayang dapat kembali eksis berkiprah bukan saja sebagai media hiburan tetapi sebagi media yang dapat menyebarkan informasi kepada masyarakat, yang kini telah dikuasai oleh media televisi. “Apabila wayang sudah bisa masuk istana, wayang bisa masuk sekolah, wayang bisa masuk gereja atau wayang sudah TV secara berkala, maka wayang kedepan wayang bisa menjadi bukan saja sebagai hiburan tetapi wayang sebagai media informasi dan media pemersatu,” ungkap
Antonius

Antonius memaparkan sebelum menulis buku ini, dia coba menelusuri, ternyata wayang memiliki sejarah panjang sejak awal kerajaan Nusantara hingga hari ini. Wayang tetap eksis dan mengandung nilai kehidupan yang adiluhung. Tapi pada saat bersamaan muncul pertanyaan besar, kalau memang demikian, mengapa kepemimpinan Jawa serba samar, tertutup dan mistis ? Mengapa kultur masyarakatnya begitu menjaga harmoni hingga rebah pada situasi yang menentukan sekalipun ? Dimanakah nilai wayang itu ?

Jawaban pertanyaan itu tenyata tidak lagi relevan. Dunia sudah jauh berubah. Tidak hanya wayang yang akan punah, kebangsaan kita juga terancam. Negara sedang sakit moral dan materi. Kita memerlukan wayang dalam konteks yang berbeda, kedepan.

Akan ada Sangh Samudra atau Sri Lautani, tokoh baru yang mewakili karakter manusia Indonesia dalam percaturan global. Seperti lautan, dia luas, biru dan dalam. Bisa tenang, bisa bergelora. Lautan mengandung kekayaan dan keindahan. Ada bunga karang didalamnya, indah dan kuat, mewakili karakter wanita Indonesia.

Wayang saatnya bertransformasi secara baru yang memerlukan strategi kebudayaan, ditanamkan secara sistematis kepada masyarakat dan generasi baru, mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar dan menengah diseluruh Indonesia.

“Setelah orang Flores, mudah-mudahan orang Irian, Ambon, Aceh, Padang, Batak, Makassar, Manado, Timor, Kalimantan ikut menanggapi, sambung-menyambung menjadi satu. Tentu saja kita boleh kritis, mengapa wayang, mengapa tidak seni yang lebih netral, mengapa Jawa sentris,” ungkap Antonius

Dikatakan sesungguhnya wayang paling teruji, bereputasi nasional dan diakui dunia. Wayang sesungguhnya tengah berbicara dan mencari wajah manusia Indonesia secara utuh , jati diri dan karakternya. Aapa dan siapa manusia Indonesia yang sesungguhnya.(sigit suhardi)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Wednesday, March 30 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---