Pansus Dana Bansos 2009
Bupati Sikka, Sosimus Mitang, mengaku tak tahu banyak tentang fakta yang dibeberkan panitia khusus dana bantuan sosial (Pansus Bansos) DPRD Sikka. Ia berjanji menelusurinya berdasarkan informasi yang diterima dari pansus. Hal itu disampaikan Bupati Sosimus ketika memenuhi undangan rapat Pansus Bansos DPRD Sikka diruang rapat Komisi A, Jumat (27/5/2011). Pansus Bansos DPRD Sikka menghadirkan Sosimus untuk mengklarifikasi dugaan penyimpangan dana bansos sebesar Rp 10,7 miliar temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTT, yang telah dibeberkan oleh beberapa staf dan mantan stafnya dalam keterangan kepada pansus sebelumnya. Rapat dipimpin Ketua Pansus Bansos DPRD Sikka, Landoaldus Mekeng, didampingi Wakil Ketua Pansus Welly Pega dan tujuh anggotanya. Rapat juga dihadiri Wakil Bupati Sikka, dr. Wera Damianus, Ketua DPRD Sikka Rafael Raga, dan ratusan warga yang memenuhi teras gedung wakil rakyat.
Landoaldus Mekeng menyodorkan data utang pemda pihak ketiga. Dari total utang Rp 6,8 miliar selama tahun 2009-2010, sampai 25 Maret 2011 sudah direalisasi Rp 3 miliar. Sisa utang Rp 3,8 miliar itu tak diakui pemerintah dibayar.
“Ini dari bukti dari pemeriksaan Inspektorat Sikka. Aneh kalau sisa utang Rp 3,8 miliar dibebankan kepada mantan bendahara kesra, Yosep Otu. Kemarin (kamis) kami tanya kepada tim pemeriksa Inspektorat, mereka tidak bisa jawab,” kata Landoaldus dari hasil laporan pemeriksaan (LHP) Inspektorat Sikka Nomor 45.
Sosimus mengaku terkejut mendapat informasi yang disampaikan pansus, karena merupakan hal yang baru. Sosimus akan mendalami dan menelusurinya. Saaat ini, kata Sosimus, ia kosentrasi menyelesaikan kasus tahun 2009 temuan BPK RI sebesar Rp 10,7 miliar. “ Kami akan kaji bersama Inspektorat,” kata Sosimus.
Landoaldus mengingatkan carut marut pengisian kas dan pinjaman 16 kali untuk mengisi kas bansos. Namun, Inspektorat Sikka tidak menemukan itu masalah dalam auditnya yang tertuang dalam LHP Nomor 145 bulan November 2009.
Ketika BPK Perwakilan NTT melakukan pemeriksaan ditemukan adanya penyimpangan. “SPJ tidak ada, panjar jalan terus. Inspektorat Sikka tidak beres. Ada apa? Bupati boleh mengatakan tidak, tapi ada dalam temuan. Di kas ada uang, tapi belanja barang Rp 20 juta pakai bon. Rekening koran kacau, dana bansos digabung dengan dana rutin kesra,” kata Landoaldus.
Serangkaian temuan pansus dan keterangan para terperiksa sebelumnya, pansus mengharapkan klarifikasi Bupati sebagai penaggung jawab keuangan daerah. Tanggung jawab itu tertuang dalam ketentuan pasal 5 Pemendargi Nomor 13 Tahun 2010
Sosimus menjelaskan peruntukan dana bansos diberikan kepada masyarakat yang mengalami kesulitan, bencana alam, kebakaran, tanah longsor yang memerlukan bantuanyang berupa barang dan uang tunai.
Penetapan dan alokasi dana bansos dengan keputusan bupati, namun pada prakteknya baru pada tahun 2011. Tahun-tahun sebelumnya diberikan masyarakat berdasarkan proposal yang telah didisposisi bupati. Kecuali kebutuhan mendesak seperti musibah tenggelamnya Kapal Karya Pinang terjadi Oktober 2010, langsung ditelepon kebendahara.
Sosimus mengatakan pertemuan tanggal 14 Januari 2011 dengan Suitbertus Amandus dan Marianus Moa, datang kerumah jabatan bupati menagih utangnya. Mereka menanyakan pemimjaman yang dilakukan staf kesra.
“Saya tanya dia apakah ada nota, telepon, SMS, memo telepon. Ternyata tidak ada . Saya katakan kondisi ini tidak dapat diselesaikan secara dinas. Peminjaman kepada pihak ketiga ada mekanisme dengan persetujuan DPRD. Karena itu saya janjikan panggil staf dan klarifikas dengan staf ambil uang dan barang. Puas tidak puas, saya katakan itu pinjaman pribadi,” kata Sosimus.
Temuan dugaan penyimpangan Rp 10,7 miliar yang direkomendasikan BPK Perwakilan NTT, menurut Sosimus telah ditindaklanjuti oleh Inspektorat Sikka dengan melakukan pemeriksaan dan ditemukan Rp 9,8 miliar. Separuhnya telah ditindaklanjuti dan separuhnya direkomendasika diproses hukum.
Dikomfirmasi pansus pertemuan Sekda Sikka, Drs Cypri da Costa dengan Servas, dan Yosep mengalihkan kasus ini ke utang tahun 2007, Sosimus mengaku tak mengetahuinya jika mereka membangun solusi seperti itu menggeser tanda terima ke tahun 2007.
Begitu juga ketika Yosep Otu ditahan Suitbertus Amandus, karena tidak bisa merealisasi pembayaran utang dan telepon dengan Bendahara Pembantu Kesra, Maria Goreti kepadanya, tidak diketahuinya.
Alokasi dana bansos APBD 2009 ditetapkan Rp 4 miliar. Setelah perubahan APBD 2009 menjadi Rp 6,5 miliar atau bertambah Rp 2,5 miliar, namun realisasinya sudah melebihi 100 persen dari APBD induk Rp 4 miliar menjadi Rp 8.298.000.000.
Untuk menutupnya diajukan penggunaan dana sisa tender 2009. Pimpinan DPRD saat itu merekomendasikannya, namun bukan untuk keperluan bansos, tetapi semua kebutuhan. Ternyata surat permohonan menggunakan dana sisa tender ditandatangi bupati dari nomor surat DPPKAD tak diakui lembaga pengelolaan keuangan milik pemerintah daerah itu sebagai nomor suratnya.
“Tiga kali re-check dengan DPPKAD tidak diakui itu nomor suratnya. Artinya itu surat siluman untuk menutup penggunaan anggaran yang lebih sebelum perubahan APBD 2009. Dalam risalah antara panitia anggaran DPRD dan panitia anggaran eksekutif hanya disetujui Rp 2,5 miliar, tetapi penjabarannya sampai Rp 6,5 miliar, dan realisasinya Rp 10 miliar. Para mantan DPRD hanya akui Rp 2,5 miliar,” tegas Welly Pega.
Sumber Malapetaka
Bupati Sosimus mengeluhkan kinerja aparat yang buruk menjadi biang kerok kasus dana bansos. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Sikka, Bili Dolu, disebut sebagai malapetaka kasus ini.
“Dalam rakor diingatkan, iya pak, iya pak. Tidak dilaksanakan. Kita tahunya setelah kejadian. Kita mutasikan tapi kondisi sudah terjadi,” tegas Sosimus. Yang mengherankan, katanya, dana posyandu dicairkan dan dialihkan untuk bansos.
Sosimus mengeluhkan pengelolaan dana bansos tidak pernah dilaporkan kepadanya. Memang dia mendisposisikan menindaklanjuti sesuai kemampuan keuangan dan ketentuan, seharusnya dijabarkan oleh staf sebelum kemampuan keuangan daerah dan ketentuan.
Ia mengakui bahwa permintaan laporan pengelolaan dana bansos, data bencana dari kabag atau bendahara tidak pernah diberikan kepadanya. “Saya malu dengan kerja staf yang tidak transparan sehingga menimbulkan masalah besar. Sejak kami jadi wakil bupati dan bupati tidak pernah ada laporan dari bendahara dan kabag kesra,” kata Sosimus. (ius/ Harian Flores Star)
www.inimaumere.com