Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Monday 14 September 2009

BAHASA DAERAH DI SIKKA TERANCAM PUNAH

Lebih dari dua ratusan bahasa daerah yang ada di Wilayah Indonesia terancam hilang / punah, dan salah satu bahasa yang terncam hilang itu adalah bahasa daerah yang ada di wilayah Kabupaten Sikka. Baik itu bahasa dari etnis Lio, Sikka Krowe, PaluE, Bugis dan Muhang.
Demikian pendapat ini disampaikan Budayawan Sikka, Oscar P Mandalangi, dalam sebuah kegiatan di Maumere belum lama ini.
Terancam hilangnya bahasa daerah yang ada di Kabupaten Sikka lebih disebabkan karena ketidak pedulian kita sebagai orang Sikka untuk menggunakan bahasa daerah, baik di rumah dan lingkungan maupun di sekolah, padahal dengan menggunakan bahasa daerah sehari – hari kita sudah mebudayakan dan memelihara bahasa daerah yang kita miliki.

Hilangnnya bahasa daerah juga akibat masuknya bahasa lain yang membaur penggunaannya dengan bahasa daerah, selain itu lahir gaya bahasa baru alias bahasa gaul dikalangan muda Sikka. Gaya bahasa gaul ini tentunya dihadirkan oleh media, baik internet, HP, Koran dan media lainnya yang secara langsung menyentuh masyarakat muda Maumere.

Menurut Oscar, Selain bahasa daerah di Kabupaten Sikka, katanya, bahasa daerah daerah lain di NTT juga terancam punah. Untuk itu, katanya, DPRD NTT telah mengajukan usulan kepada pemerintah supaya bahasa daerah di NTT, termasuk bahasa Sikka supaya dipergunakan di sekolah sebagai mata pelajaran muatan lokal (mulok).

"Sejauh ini pemerintah cenderung berupaya mempelajari Bahasa Indonesia secara baik, dengan melupakan bahasa daerah. Padahal bahasa daerah merupakan sebuah budaya dan menjadi bahasa ibu. Sehingga untuk melestarikan bahasa daerah, DPRD NTT telah mengajukan usulan kepada Pemerintah Propinsi NTT agar dijadikan mulok pada jenjang pendidikan sekolah dasar dari kelas satu hingga kelas tiga," tutur Oscar.

Selain mempelajari bahasa daerah dalam muatan lokal, lanjutnya, karya seni daerah di NTT seperti tenun, anyaman, arca serta karya seni budaya lainnya yang ada di NTT dan Sikka khususnya supaya juga patut dilestarikan.

Lantas siapa saja yang berperan untuk mempertahankan bahasa daerah yang ada di Kabupaten Sikka…? Pemerintah ? Sekolah ? Orang tua atau Kita ?

Kita, kita orang Nian Tana inilah yang menjadi kunci untuk bisa menjaga dan melestarikan warisan nenek moyang kita. Kita adalag generasi yang penerus, pewaris Kabupaten Sikka dengan segala isi yang ada didalamnya, termasuk budaya bahasa.

Tanpa bermaksud menganaktirikan Bahasa Indonesia, bahasa daerah harus menjadi bagian terpenting yang harus kita jaga. Dan Bahasa Indonesia, adalah bahasa pemersatu yang dilahirkan karena perbedaan budaya bahasa. Namun bukan berarti kita harus menghilangkan bahasa daerah kita dan lebih menjaga dan memelihara Bahasa Indonesia.

Sebab, suatu saat nanti kita ketika bahasa daerah dan budaya kita hilang maka kita tentu tidak akan bisa menunjukan identitas atau ciri khas budaya kita yang asli. Yang ada hanya sebuah budaya baru yang lahir karena percampuran antara bahasa daerah dan bahasa lainnya.

Informasi yang diperoleh www.inimaumere.com, menyebutkan dari data UNESCO, badan PBB yang mengurusi budaya, dari 6.900 bahasa di dunia, 2.500 diantaranya berada dalam bahaya kepunahan. Tahun 2001 ada 900 bahasa yang terancam hilang. Tahun 2008, ada 199 bahasa di dunia yang dikuasai kurang dari selusin orang, antara lain bahasa Karaim yang hanya digunakan oleh 6 orang di Ukraina, dan bahasa Wichita hanya digunakan 10 orang di negara bagian AS, Oklahoma . Di Indonesia, bahasa Lengilu hanya digunakan oleh 4 orang. India berada di peringkat atas jumlah total bahasa yang terancam punah (196 bahasa), disusul Amerika Serikat 192 dan Indonesia di peringkat ketiga (147 bahasa).

Dr. Gufran Ali Ibrahim, pakar sosiolinguistik dari Universitas Khairun Ternate, dalam Kongres IX Bahasa Indonesia di Jakarta tahun 2008 rata-rata jumlah penutur bahasa-bahasa di dunia hanya berkisar 6.000 orang atau lebih, hanya separuhnya memiliki penutur 6.000 orang atau lebih; dan hanya separuhnya lagi memiliki penutur kurang dari 6.000 orang. Kecenderungan punahnya bahasa terjadi di negara-negara berkembang dan miskin. Sebagian besar dari bahasa yang terancam punah itu merupakan bahasa etnis minoritas terisolasi atau minoritas yang berada dalam wilayah yang memiliki begitu beragam bahasa dan budaya.

Menurut Gufran, ada dua penyebab utama kepunahan bahasa daerah, termasuk didalamnya sastra lisan. Pertama, para orang tua tidak lagi mengajarkan bahasa ibu kepada anak-anak mereka dan tidak lagi menggunakannya di rumah. Kedua, pilihan sebagian masyarakat tidak memakai bahasa ibu dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa Indonesia di satu sisi sebagai perekat bangsa, namun disisi lain sebagai salah satu sumber penghancur bahasa daerah.

Faktor berikutnya yang memusnahkan bahasa ibu (dan sastra lisan) adalah "pembangunan". Faktor ini yang menjadi konsen Prof. Chairil. "Praktik pembangunan tidak berkelanjutan yang selama ini menjadi ancaman serius bagi kelangsungan sastra lisan dan kearifan lokal di sejumlah wilayah di Indonesia . Sastra lisan semakin tergerus karena habitat kebudayaannya banyak yang rusak. Cerita-cerita tentang binatang atau kearifan di hutan misalnya, menjadi tidak relevan bagi anak cucu dan sulit dipahami mereka karena hutan banyak yang rusak ditebangi," kata Chairil.

Menurutnya, saat habitat kebudayaan itu rusak maka akibat yang paling serius adalah hilangnya identitas budaya. Bukti dari semakin tergerus sastra lisan, salah satunya adalah semakin sedikitnya penutur sastra lisan atau pedande di Sambas.

Hal memprihatinkan lainnya menurut Prof. Chairil adalah sangat minimnya dokumentasi tradisi/sastra lisan. Lalu apa yang harus kita lakukan agar tradisi lisan ini tidak hilang; agar bahasa ibu tidak punah? Pertama, mulailah ajarkan kata-kata penting dalam bahasa daerah dari ibu atau ayah atau keduanya kepada anak kita. Kedua, ajaklah anak-anak ikut kegiatan budaya, ritual dan sejenisnya. Ketiga, ajaklah anak-anak dalam kegiatan paguyuban yang memakai bahasa ibu. Keempat, ajaklah ke kampung. Kelima, carilah kaset, CD, buku berbahasa daerah.

Ada keuntungan ganda jika anak diajak ikut kegiatan-kegiatan diatas. Pertama, mereka belajar tentang esensi dari kegiatan tersebut dan kedua tentu belajar bahasa. Menarik juga kalau ada gerakan Cinta Bahasa Ibu. Dengan gerakan cinta bahasa ibu ini mungkin akan memperlambat kepunahan bahasa-bahasa ibu [ djo ]

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Monday, September 14 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---