Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Tuesday 14 June 2011

Bis Kayu, Potret sebuah Pilihan

Potret Hari ini: Abaikan Keselamatan Diri

Potret umum di Flores
Mama tua tiga orang bersama dua balitanya seakan-akan sudah terbiasa naik bis kayu (sebutan truk yang dimodifikasi sebagai kendaraan penumpang). Begitu lincah untuk orang tua seumuran mereka. Nah, foto  hasil jepretan yang diambil ditengah Kota Maumere ini (Jalan Raja Centis) menceritakan suasana saat mama-mama memanjati bis kayu. Mereka tak peduli akan keselamatan diri. Bahkan dengan percaya diri mereka menyeberangi jalan disaat lalu lintas padat. Mereka lantas memanjat dan duduk manis beralaskan bangku yang terbuat dari bahan kayu. Saat memanjat bis kayu tersebut, mereka bahkan tidak takut bahaya mengancam. Kalau jatuh ataupun tersambar kendaraan. Keramaian pertokoan, lalu lintas dan dalam suasana  terburu-buru, sang sopir terus berteriak. Jadilah keselamatan mereka abaikan. Tak ada yang mengingatkan kejadian luar biasa ini. Sejujurnya mereka menaruh nyawa atas atas keputusan mereka. Tapi inilah potret wajah rakyat miskin di Kabupaten Sikka, Flores, NTT.


Kabupaten yang kini ramai diperbincangkan diberbagai media bahkan bisik-bisik tetangga, tentang dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) senilai Rp 10, 7 miliar sesuai temuan BPK Perwakilan NTT menyisakan kegetiran. Andaikata uang tersebut didedikasikan untuk perbaikan sarana angkutan darat ke berbagai pelosok terpencil di Kabupaten Sikka.

Bisa Kayu adalah salah satu sarana transportasi masyarakat desa di Sikka dan Flores umumnya. Dengan membayar sesuai harga, penumpang bisa menikmati pemandangan alam tanpa kaca mobil yang menghalangi dan dibelai angin sepoi-sepoi. Didalam bis kayu, penumpang akan duduk berdesakan dengan barang-barang belanjaan atau hasil bumi, juga hewan-hewan yang akan dijual di kota seperti babi, kambing, anjing, ayam dan lain lain. Rakyat kecil pasrah menerima..

Namun demikian sarana bisa kayu masih menjadi pilihan warga desa. Truk yang dimodifikasi ini bisa leluasa menembus medan pedesaaan. Dengan keadaan topoggrafi Flores yang berbukit-bukit serta kondisi jalan yang sebagian besar masih dibawah standar, menumpang truk kayu adalah pilihan yang tak mungkin di tolak. Inilah potret wajah di Flores..

Foto: Juni 2011

Mau tahu kisah Bis Kayu yang berkelana di sepanjang pedalaman Flores?
Silakan Klik disini.

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Teluk Maumere, Ikon Pariwisata Flores

MATAHARI makin tinggi dan kemilau sinarnya kian menyengat. Namun, Flavianus Dominggo bersama istri dan anaknya tetap bergembira menikmati indahnya atmosfer laut di Teluk Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Flavianus, warga Desa Talibura, Kecamatan Talibura, Sikka, menunggui anaknya yang belum selesai menyantap nasi bungkus sambil bercengkerama dengan istrinya.
Sinar Matahari tak sampai menyiksa kulit ketiganya karena mereka duduk di bawah pohon rindang sambil menikmati suara deburan ombak dan panorama pantai yang tenang memukau dilatarbelakangi pemandangan gugus pulau yang hijau menjulang.
”Tempat ini memang nyaman untuk rekreasi dan sejak tahun 1990-an, seiring dengan gencarnya promosi, masyarakat Maumere makin mengenal tempat ini sebagai tempat wisata,” kata Flavianus yang kemudian pamit melanjutkan perjalanan ke desanya, sekitar 15 kilometer (km) ke arah timur.

Tempat di mana Flavianus melepas penat memang menyimpan sejarah panjang, yakni Pantai Wairterang dengan pemanis hutan bakaunya di Desa Wairterang, Kecamatan Waigete. Letaknya sekitar 31 km sebelah timur Kota Maumere.

Untuk mencapai lokasi itu tak terlalu sulit. Anda bisa menyewa mobil dari Maumere. Tarif sewa mobil (plus sopir) rata-rata Rp 50.000 per jam atau bisa juga dengan angkutan kota atau ojek.

Tak jauh dari Pantai Wairterang juga terdapat dua air terjun yang tak kalah unik, Wairhoret dan Tunaohok, serta mata air yang jernih. Itu sebabnya tak heran jika Pantai Wairterang menjadi salah satu obyek wisata bahari favorit di Sikka.

Akan tetapi, tempat wisata ini terkesan tiarap, redup kharismanya, terutama sekitar tahun 2003, setelah penghancuran Cottage Praja milik Pemerintah Kabupaten Sikka oleh warga. Di tempat itu dulu juga terdapat restoran.

Perkembangan pariwisata di Sikka khususnya Teluk Maumere, termasuk di dalamnya Pantai Wairterang, memang terkesan lambat meski promosi gencar telah dilakukan di era 1980-an oleh almarhum Frans Seda, tokoh tiga zaman, antara lain dengan membuka Hotel Sao Wisata dan biro perjalanan.

Cottage Praja, yang dibangun sekitar tahun 1995, kini tinggal puing-puing. Lokasi itu menjadi tak terawat, semak belukarnya makin tinggi.

”Masyarakat dulu mengamuk karena cottage itu terkesan menjadi semacam tempat mesum,” kata Kepala Dusun Wodong, Desa Wairterang, Makarius Rindu.

Warga umumnya menghendaki di Pantai Wairterang kembali difungsikan sebagai pasar tradisional atau pasar mingguan yang sejak dulu berlangsung setiap hari Kamis. Pasar itu muncul diperkirakan di masa kemerdekaan.

Masyarakat yang datang ke pasar tersebut untuk bertransaksi jual beli atau barter adalah para nelayan dari pulau-pulau sekitar yang menjual hasil laut serta warga dari daerah pegunungan, termasuk dari Kecamatan Talibura, desa-desa lain di Waigete, dan kawasan Geliting. Masyarakat dari gunung biasanya menjual hasil perkebunan, seperti kelapa, pisang, jagung, dan ubi kayu.
Pesanggrahan Belanda
Sejarah penting lainnya, menurut Yustina Karo (65), warga Dusun Wodong, di sekitar pasar Wairterang dulu berdiri pesanggrahan Belanda. Petugas pos masa itu yang hendak mengantar surat dari Maumere ke Larantuka biasa beristirahat di pesanggrahan tersebut.

Tak jauh dari bibir Pantai Wairterang, sekitar 31 meter, terdapat bangkai kapal Jepang, semacam kapal pengontrol dengan panjang 61 meter dan lebar 13 meter. Kapal itu tenggelam karena dibom dan diperkirakan terjadi di masa Perang Dunia II. Posisi badan kapal diperkirakan menghadap ke timur.

Kapal itu sampai saat ini menjadi rumah yang nyaman bagi ribuan jenis ikan sekaligus menjadi obyek wisata bawah laut yang sayang dilewatkan begitu saja oleh penyelam.

Dengan berbagai keunikan di Pantai Wairterang juga mengingat begitu besarnya potensi Teluk Maumere, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sikka telah memfokuskan, daerah perairan di kawasan timur Sikka itu sebagai obyek wisata unggulan kabupaten.

”Diharapkan Teluk Maumere menjadi ikon pariwisata Sikka, juga menjadi ikon lain untuk pariwisata di Flores yang sudah sangat dikenal selama ini, seperti Manggarai Barat dengan Taman Nasional Komodo, Ngada dengan Taman Laut 17 Pulau Riung, Danau Kelimutu di Ende, ziarah rohani Semana Santa di Larantuka, dan perburuan paus di Lamalera (Lembata),” kata Lukas Laga Lew,o Kepala Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sikka.

Teluk Maumere dipromosikan dengan nama Taman Laut Gugus Pulau Teluk Maumere mengingat di kawasan seluas lebih kurang 59.450 hektar, yang meliputi Kecamatan Waigete, Kewapante, dan Maumere, itu juga dikelilingi belasan pulau besar dan kecil.

Menurut Lukas, Pemkab Sikka rencananya akan membangun kembali kawasan Cottage Praja yang telah hancur, antara lain dengan tempat penginapan, restoran, pusat cendera mata, gudang penyimpanan peralatan selam wisatawan, menyiapkan kapal patroli, juga kapal bagi wisatawan untuk berkeliling (glass bottom boat) menikmati keindahan atmosfer dan taman laut teluk tersebut. Pantai Wairterang dipilih sebagai pintu utama Teluk Maumere.

”Proyeksinya, Teluk Maumere akan dikembangkan mirip dengan Taman Laut Nasional Bunaken di Sulewesi Utara. Tahun 2012 mulai beroperasi dengan alokasi anggaran dari APBD. Besar alokasi dana akan ditentukan saat pembahasan APBD 2012,” kata Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sikka Maria Vianey Daga.

Teluk Maumere tergolong taman laut yang memiliki keindahan luar biasa di Indonesia. Sedikitnya 1.200 spesies ikan hidup di perairan itu. Semoga pembangunan mendatang benar-benar mampu mengangkat daerah ini menjadi obyek wisata yang diincar wisatawan (Samuel Oktora/Kompas Travel)
www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Transmigran Sikka Terlantar

Dua puluh lima kepala keluarga (KK) atau sekitar ratusan jiwa warga Kabupaten Sikka dikirim Pemerintah Kabuaten (Pemkab) Sikka mengikut program transmigran. Selama enam bulan di sana, mereka hidup telantar di Kampung Baru, Desa Lengkong Nyadong, Kecamatan Ela Hilir, Kabupaten Malawi, Kalimantan Barat.
Pada Sabtu (11/6/2011) siang, sebanyak 15 KK atau 60 jiwa tiba kembali di Maumere, Sikka meninggal lokasi transmigrasi di Melawi.
Fasilitas pelayanan kesehatan, sekolah, kapela bahkan lebih fatal lahan pertanian seluas dua hektar yang dijanjikan pada saat sosialisasi tidak tersedia.
Penduduk asli Lengkong Nydong tak mau menyerahkan lahannya kepada transmigran, karena tidak ada pembicaraan sebelumnya pemerintah dengan pemilik lahan.

Para transmigran yang tak tentu nasibnya di sana, dipimpin kaum pria/ kepala keluarga bersama istri dan anak-anak nekat menggelar aksi damai tiga minggu dan bermalam di Kantor Bupati Malawi. Namun tuntutan lahan pertanian, fasilitas kesehatan dan sekolah tidak ada jawaban.

Mereka memutuskan kembali ke Sikka. Kedatangan 60 jiwa menumpang KM Dharma Kencana difasilitasi relawan Romo Gaby, dan Romo Agus serta staf Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Malawi. Kedua rohaniwan Katolik itu menemukan para transmigran ketika melakukan aksi damai di halaman Kantor Bupati Malawi.

Kepala Dinas Sosial dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sikka, Gregorius Rehi kepada wartawan di Pelabuhan Lorens Say Maumere Sabtu (11/6/2011) siang menyatakan, kepulangan transmigran atas kemauan sendiri.

Dia mengatakan, pra transmigran menandatangani surat pernyataan kembali ke Maumere. Surat itu diterimanya dari Pemkab Malawi diberikan Departemen Transmigrasi RI.

“Mereka pulang atas kemauan sendiri. Fasilitas di lokasi semuanya tersedia,” kata Rehi. Namun, penjelasan Rehi dibantah para transmigran. “Kami sudah enam bulan menderita di sana. Bapak tidak pernah merasakan. Kami seperti dibuang saja,” tandas kaum ibu.

Geradus Badar, dan Robertus Lotu, mengatakan, 10 KK yang masih bertahan di lokasi transmigran nasibnya buruk. Mereka malu pulang kampung karena belum memiliki apa-apa yang bisa dibawa pulang, sedangkan harta benda yang semula dimilikinya telah dijual.

“Mereka kuli di kebun-kebun kepala sawit. Sehari dibayar Rp 42.000, makanan dibawah dari rumah. Kami mau kerja kebun, status lahan tidak jelas,” keluh Geradus dibenarkan Robertus.

Meski program transmigrasi tahun 2010 menuai soal, Disnakertrans Sikka telah mendaftar 166 KK dari jatah 86 KK yang akan dikirim pada tahun 2011 ini. Pengiriman transmigran asal Sikka dilakukan sejak 2001 sampai kini mencapai 4.525 KK atau 19.171 jiwa. Mereka menempati lokasi transmigran di Propinsi Kaimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku dan Sulawesi Barat (Harian Flores Star/ius/kk).

Foto: Flores Star
www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Tuesday, June 14 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---