Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Sunday 1 June 2008

DON THOMAS Dan "Sikkanisasi"

Laurensius Say(1967-1977).

Kepemimpinan Raja Don Thomas



Sistem Pemerintahan
Saya melihat bahwa Raja Don Thomas juga ternyata kurang mampu mewujudkan obsesinya dan apa yang kita harapkan dari dirinya karena tidak terciptanya suatu kondisi yang cukup aman.Padahal kondisi tersebut sangat dibutuhkan untuk membangun wilayah Sikka ke arah kesejahteraan rakyat yang sangat didambakan oleh banyak pihak. Yang saya lihat ialah bahwa mungkin karena kurang berpendidikan dan kurang berpengalaman, beliau malahan menciptakan suatu sistem pemerintahan yang akhirnya menimbulkan beda pendapat dan pertentangan-pertentangan, seperti pertentangan Sikka-Non Sikka justru berawal dari Raja DonThomas.

Dan ini menunjukkan bahwa ternyata Don Thomas yang dikatakan banyak pihak sebagai tokoh yang hebat,perlu dikaji lebih jauh.Justru sebaliknya, beliau jugalah yang menaburkan benih pertentangan antara Sikka-Non Sikka, yang akhirnya bermuara pada gerakan KANILIMA.Ini suatu perkembangan konkrit sebagai akibat dari sistem pemerintahan yang diterapkan oleh Raja Thomas.Hasil akhirnya: kontradiksi atau konflik terbuka antara Sikka-Non Sikka.


Seperti ditulis oleh P. Cornelissen, SVD, pastor paroki dan Direktur Pertama Seminari Sikka bahwa atas kerelaan Raja Sikka pelbagai fungsi pemerintah telah diserahkan kepada banyak orang Sikka yang semuanya atau salah satu cara berhubungan keluarga dengan Raja (Nepotisme).Kemudian ketika wilayah-wilayah lain telah berkembang maju, hal itu tentu saja membangkitkan rasa iri terhadap kekuasaan Raja Sikka (50 Tahun Pendidikan Imam di Flores, Timor dan Bali, hal.13).Suhu politik tersebut kemudian meletup di seluruh wilayah Maumere yang bermuara pada gerakan KANILIMA antara tahun 1948-1950 yang inti¬nya menuntut persamaan, keadilan dan pemerataan. Irama nepotisme itu dikondisikan oleh pemerintah Portugis dan Belanda karena jaringan kekuasaan demikian dapat menjamin keamanan dan ketertiban wilayah-wilayah kolonialisme.

Pemerintah kolonial memang menghendaki ter¬ciptanya suatu kondisi politis yang relatif aman agar relasi politis dengan Raja-raja dan pars,pemimpin lokal dapat terpelihara dengan baik. Dengau perspektif itu maka pola pemencaran kekuasaan dilegitimasi pemerintah kolonial sebagai sistem pemerintahan yang paling kondusif. Sistem politik seperti itu berjalan efektif dan efisien sampai dengan masa pemerintahan Raja Mbako, ayahanda Raja Don Thomas.

Setelah dinobatkan sebagai Raja Sikka ke-15 pada tahun 1923, Don Thomas mulai merombak pola pemencaran kekuasaan dengan pola pengendalian yang sentralistik dalam jaringan nepotisme dan mengganti hampir semua pejabat lokal non Sikka. Tokoh¬tokoh non Sikka yang semakin berpandangan maju dan mengerti ikhwal demokrasi memunculkan reaksi secara merata dad Paga hingga ujung timur Talibura. Sejarah pergerakan itu mencatat nama-nama seperti Centis da Costa dan Juang da Costa (Paga), Guru Pedor dan F.M. Hekopung (Nita),Moan(g) Bapa dan Jan Djong (Kewapante),Step Leong Liwu (Talibura).Boleh dikatakan ada rasa tidak puas hampir di semua wilayah akibat nepotisme jabatan yang diperankan oleh Raja Don Thomas. Praktek itu menjadi marak ketika para Kapitan yang diangkat Raja melimpahkan jabatan-jabatan di tingkat wilayah kepada kaum keluarga
nya.

Saya boleh menyebut proses ini sebagai "Sikkanisasi".Dalam pada itu mereka juga mengembangkankehidupan perekonomian seperti usaha pertanian denganmengambil atau memanfaatkan tanah pertanian masyarakat setempat. Kini hak milik atas tanah pertanian itu mulai dipersoalkan dan bahkan ada yang telah dikembalikan kepada alih warisnya.

Ada argumentasi lain yang menyebutkan bahwa pemilihan dan penempatan para Kapitan diambil dengan mempertimbangkan faktor kemampuan dan pendidikan. Tetapi secara umum kebijakan seperti itu menimbulkan rasa tidak puas. Saya pernah menulis dan mengirim satu artikel singkat untuk dimuat di salah satu surat kabar lokal. Mungkin oleh pertimbangan tertentu tulisan tersebut tidak dapat dipublikasi. Benih ketidakpuasan itu walaupun kecil tetapi tetap membias. Ada dugaan kuat bahwa kebiasaan "sating lapor" pada masa penumpasan PKI sedikitnya berlatar belakang pada ketidakpuasan tersebut. Apalagi para Camat kala itu tidak dapat memberikan pembelaan sedikitpun kepada rakyat yang tidak berdosa. Meski gerakan KANILIMA sudah reda,katakan¬lah sudah berakhir pada tahun 1950, namun arus pertentangan itu tetap bergerak. Naluri nepotisme tidak pernah mati bahkan selama beberapa periode pemerintahan setelah berakhirnya masa kekuasaan Raja Don Thomas.

Pemilihan nama "Kerajaan Silkka", menurut mantan Bupati Sikka dua periode ini, juga dapat memperpanjang gelombang ketidakpuasan tersebut. Mengapa tidak tidak diberi nama "Kerajaan Maumere" yang merupakan perubahan dan "Onderafdeling Maumere" seperti halnya Onderafdeling Ende yang kemudian menjadi Kabupaten Ende.Seharusnya dapat menggunakan proses penamaan Indonesia sebagai referensi sejarah dalam penamaan kerajaan baru itu sebagaimana yang dilakukan oleh para mahasiswa Indonesia di Belanda pada awal masa kebangkitan nasional. Etnolog J.R. Logan menggunakan nama Incionesos" untuk gugus pulau-pulau nusantara atau wilayah kepulauan Hindia Belanda. Nama itu kemudian dipopulerkan oleh Bastian menjadi "Indonesia" untuk wilayah kepulauan sama dari Sumatera sampai Papua. Ketika benih nasionalisme tumbuh bersamaan dengan lahirnya Sumpah Pemuda, para mahasiswa Indonesia di Belanda yang berasal dad Jawa, Sumatera dan Maluku mulai menggalang persatuan. Maka lahirlah Perhimpunan Mahasiswa Indonesia. Penggalangan persatuan dan kesatuan wilayah nusantara sudah dirasakan sebagai suatu kebutuhan bersama saat itu.

Dalam perspektif penggalangan kesatuan itu, sebetulnya wajah barn peleburan Kerajaan Kangae, Sikka dan Nita menjadi satu Kerajaan, akan lebih representatif bila menggunakan nama Kerajaan Maumere,peralihan dari nama Onderafdeling Maumere. Apalagi proses penyatuan itu bukan hanya atas prakarsa Raja Don Thomas saja, melainkan oleh pertimbangan pemerintah Belanda dan pihak Gereja. Dalam hal ini Pemerintah Belanda tentu secara cermat telah mempertimbangkan faktor karakteristik wilayah seperti budaya, bahasa, adat kebiasaan setempat yang secara politis sangat penting demi efisiensi pelak sanaan roda pemerintahan dan keamanan serta ketenteraman. Di saat itu, masyarakat juga sering menggunakan sebutan "Raja Maumere". Namun dalam perkembangan selanjutnya penyebutan itu lalu masuk dalam wacana politik. Padahal kalau digunakan Kerajaan dan Raja Maumere, secara politis mempunyai dampak yang lebih luas dan positif. Ada otorita untuk suatu totalitas wilayah dan bisa lebih mempersatukan. Tetapi harus diakui bahwa upaya penyatuan ini juga merupakan salah satu produk kepemimpinan Raja Don Thomas yang secara politis sangat positif. Terpilihnya Don Thomas pasca peleburan itu karena memang dan keempat raja yang ada hanya Don Thomas yang dianggap paling cakap. Seandainya Raja Nita dianggap paling layak, lalu apakah seluruh wilayah kerajaan yang dilebur itu harus disebut dengan Kerajaan Nita? Jawabannya harus dipulangkan kepada proses dan dinamika sejarah waktu itu tentu dengan berbagai pertimbangan di atas.

Don Thomas: Penggagas Pembangunan Sikka

Bila Raja Don Thomas disebut sebagai penggagas pembangunan di Sikka maka hal itu sangat dimungkinkan oleh kehadiran dan pengaruh Missi Katolik yang membutuhkan kondisi masyarakat yang kondusif untuk penyebaran agama. Pemerintah Belanda sebetulnya tidak memiliki andil bagi realisasi setiap prakarsa yang dicetuskan Raja, karena di tangan Belanda,Raja hanyalah alat kekuasaan pemerintah kolonial.Artinya para raja waktu itu belum mampu melahirkan konsep-konsep baru tentang pem¬bangunan, kecuali Don Thomas yang lebih progresif.

Pendidikan Don Thomas lebih baik jika dibandingkan dengan raja-raja lain. Beliau adalah seorang tokoh yang sangat menonjol, otodidak, pandai bergaul dan bisa berbahasa Belanda.
Saya menilai bahwa pada waktu itu hampir semua orang menginginkan adanya suatu perubahan. Aksi penumpasan PKI dirasakan sebagai suatu tragedi yang luar biasa kejamnya. Katakanlah sebuah "Genoside" yang perlu dinetralisir dengan berbagai perubahan.Apalagi terkuak penilaian banyak kalangan bahwa Pemerintah Daerah saat itu sangat lemah dan tidak dapat memberikan pembelaan sama sekali kepada masyarakat. Kondisi itu menjadi semacam luka batin yang harus disembuhkan. Pada awal suksesi saat itu terasa ada konflik kecil namun tidak terlalu nampak karena adanya harapan bersama untuk terciptanya suatu perubahan.

Beberapa tokoh seperti Djuang da Costa, Piet Pedor,Moang Bapa melihat bahwa sosok perubahan itu bisa lahir dad potensi dan karya tangan saya. Karena kegiatan saya waktu itu, di samping berkebun, saya juga memprakarsai berdirinya Koperasi,Yayasan, P.T dan C.V. Selanjutnya menjadi tempat bertanya dad teman-teman yang berminat mengembangkan usaha-usaha itu. Selama berada di Pulau Jawa saya telah menanamkan dalam diri saya yaitu bahwa hams belajar banyak hal sehingga sekembali ke Flores bisa menjadi tempat bertanya dan dapat membantu banyak orang. Saya terpilih karena saya mempunyai kompetensi untuk melakukan perubahan itu. Tetapi tidak sedikit saya mendapat kritik dari banyak kalangan dan bahkan para sahabat saya sendiri.Sikap dasar saya ialah bahwa semua kritikan itu adalah potensi yang harus dihimpun dan dikembangkan untuk dapat menghasilkan perubahan-perubahan.Saya tidak melakukan suatu mekanisme defensif tetapi mengakomodasi setiap kritikan dan konflik menjadi kondusif guna menumbuhkan potensi per¬ubahan.

Langkah awal yang dilakukan untuk mulai mewujudkan perubahan itu adalah melakukan kunjungan untuk dapat bertemu dan berdialog denganmasyarakat di pelosok-pelosok pedesaan."Dan kunjungan tersebut saya tahu apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan bersama mereka menentukan priontas kebutuhan. Mengingat potensi keuangan daerah masih sangat minim maka satu-satunya jalan adalah menumbuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat dalam pembangunan sarana transportasi. perubahan dan pemanfaatan lahan tidur dengan lamtoronisasi dan tanaman perdagangan. Di luar sektor itu tak kurang pentingnya adalah kaderisasi untuk pengembangan swadaya masyarakat dan pendidilcan ketrampilan dengan berdirinya STM Daerah."

Kursi jabatan Bupati untuk periode kedua berhasil diraih oleh L.Say secara aklamasi. Kemenangan Partai Katolik terhadap Golkar pada Pemilu 1971 sebetulnya menjadi alasan kuat baginya untuk tidak dipilih lagi.
"Gubernur NTT El Tani dan Ketua DPRD NTT Yan Kiapolli telah mengambil sikap tegas bahwa saya tidak boleh dicalonkan kembali karena tidak mendukung Golkar",katanya mengenang. Justru itulah yang dilakukannya karena tidak mau membungkam keinginan dan hak pilih mayoritas masyarakat Katolik. Dengan pertimbangan tertentu termasuk dikenal balk oleh Ali Murtopo, salah satu tokoh penentu kebijakan di pemerintah pusat Jakarta waktu itu, memutuskan agar L. Say terpilih kembali sebagai Bupati Sikka untuk masa jabatan kedua (1973-1978).

Sebagai seorang orientalis yang bertumbuh dart masyarakat, L. Say mengidam-idamkan lahirnya para pemimpin masa depan di Sikka yang harus memenuhi kriteria tertentu dan sesuai keinginan masyarakat.

Bukan hanya dijagokan secara politis melainkan me¬menuhi kriteria sosial kemasyarakatan. Seiring derap Otonomi Daerah dan kebutuhan laju pembangunan, saat ini di Kabupaten Sikka dibutuhkan pemimpin yang lahir dan berkembang di tengah masyarakat. Ia menjadi menonjol karena karyanya memperjuangkan kesejahteraan umum, muncul secara alamiah dan tak perlu mencari-cari kedudukan. Ia dibutuhkan dan mendapat dukungan secara alamiah. Karena itu is tidak boleh mencalonkan diri melainkan dicalonkan oleh orang lain. Seorang calon pemimpin juga adalah orang yang bersih, tidak melakukan kesalahan yang merugikan rakyat banyak, menjauhi kolusi, punya kesediaan untuk belajar dad sesuatu kejadian yang luar biasa, menempatkan yang benar sebagai yang benar dan yang salah sebagai yang salah demi pem¬binaan watak dan perubahan kesadaran masyarakat. Yang tidak kalah pentingnya adalah bersih dad keterlibatan G 30 S/PKI.

Dicuplik dari dari buku karangan Bapak E.P. da Gomez-Oscar P.Mandalangi yang berjudul 'DON THOMAS PELETAK DASAR SIKKA MEMBANGUN'
www.inimaumere.blogspot.com

Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Sunday, June 01 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---