“Tua reta Loung”
Kisah Mo'at Affendi memperkenalkan Tetarian Sikka di MEXICO CITY,Epang gawan Mo'at Frater !!
Pahlawan Sikka itu memutarkan badannya ke empat penjuruh mata angin sambil menatap para lawan yang datang, sambil diiringi Gong Waning. Semua mata memandang terkagum-kagum dan sepertinya keheranan. Sempat terbesit kata-kata ini “¿Cómo se puede hacerlo, bailar en una bambú?, …. De veras es impresionante ( bagaimana dia bisa melakukannya, menari diatas sebuah bambu?.... Ya benar-benar mempesona).Kisah pahlawan Sikka yang menari bukan sebuah upacara untuk menyambut para petinggi negara atau wisatawan yang datang ke Sikka seperti biasanya…. He…he…he..he….Di negeri Sombrero sang pahlawan Sikka beraksi.Tetapi tunggu dulu dia itu bukan pahlawan benaran… maklum dia datang ke negeri sombrero tanpa apa-apa.
Saya berbangga menjadi orang Sikka karena boleh mencicipi dan berbagi dengan orang-orang di negeri seberang yang jauhnya ribuan kilometer dari budayaku tercinta. Saya mencoba untuk berbagi seadanya yang saya miliki. Maklum kedatangan saya ke negeri Sombrero bukan sebagai duta pariwisata Indonesia hehehehe…. apalagi duta pariwisata Sikka mana mungkin? Tetapi di Seminari Teología Internacional San Francisco Xavier, Mexico City mencatat bahwa Kamis, 10 Oktober dan 11 Oktober 2007 beberapa frater Indonesia yang studi di Instituto de Formación Teologica Intercongregacional de Mexico bersama beberapa mudika mempersembahkan Tarian Tua Reta Loung kepada ratusan orang mexicanos yang merefleksikan dan merayakan bulan misi dan juga kepada para mahasiswa dan dosen Instituto de Formación Teologica Intercongregacional de Mexico.
Ya kisah Tua Reta Loung memang menjadi persembahan terakhir kepada umat yang hadir setelah berturut-turut disuguhi musik kolintang selama, hasil verja sama dengan kedutaan besar Indonesia di Mexico city, lagu-lagu indonesia yang diiringi dengan kulintang dan angklung, serta tarian Bali. Ya untuk mempersembahkan tarian ini saya memang sangat kewalahan untuk merealisasikan. Maklum saya datang ke Mexico city tanpa membawa bambu dari Sikka…..he…he….he..he. Sebagai Comunitas Teologi Internacional dari para Xaverian membagikan kebudayaan kami kepada orang-orang Mexico adalah sebuah kehormatan kalau boleh dikatakan demikian; dan sudah menjadi tradisi di rumah teologi internacional San Francisco Xavier sejak beberapa tahun silam. Ketika tiba bulan oktober yang tidak lain adalah bulan misi; para frater merefleksikan moment ini dengan mengadakan misa inkulturasi, serta membagikan kekayaan budaya (berupa tarian dan makanan khas) kepada orang-orang yang datang ke komunitas.
.jpg)
Itulah suka duka Tua Reta Loung dari Negeri Sombrero. Meskipun beberapa kali terjatuh saat latihan tetapi hele apa-apa kok yang penting saya bisa menyuguhkan bahwa kisah pahlawan Sikka melalui Tua Reta Loung itu indah dan menantang dan secara istimewa yang penting aku bisa menunjukkan identitasku sebagai putra Sikka. Rasa syukurku semakin terlengkapi karena setelah mementaskan Tua Reta Loung paling tidak ada orang yang bertanya “Sikka itu ada dimana” (¿Dónde esta Sikka?). Inilah kesempatan untuk membagikan kekayaan budaya nian tanah Sikka kepada dunia luar. Hatiku semakin berbangga karena pertama kali mementaskan Tua Reta Loung di luar negeri sendiri.

Maka tidak ada lagi keraguan bahwa kalau dimungkinkan sebuah panggilan bagi dua nakoda Sikka untuk memperhatikan dan mengusahakan eksistensi budaya nian tana agar diaktualisasikan. Kalau kita mau maka kita bisa dan pasti ada jalan. Untuk menjaga eksistensi sebuah identitas budaya tidak berbobot bila hanya dalam wacana tetapi butuh aksi real. Kalau boleh dimungkinkan sekolah-sekolah dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi mempunyai materi budaya Sikka. Selain itu dimungkinkan pemberian akses yang luas bagi perkembangan sanggar-sanggar yang menggali dan mengaktualkan budaya nian tanah tercinta. Terima kasih Pahlawan Sikka, terima kasih Tua Reta Loung.