Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Tuesday 13 May 2014

Berkelana Sampai Ende

Bermesraan dengan Air Terjun Tonggopapa!
Maumere punya air terjun kembar setinggi seratus meter di Murusobe, tapi Ende juga tak kalah menarik. Air terjun paling keren yang pernah kami lihat! Nah, kali ini saya dan rekan Ferli Irwanto ditantang menjelajah pedalaman Ende dan memperkenalkan salah satu pesona alam yang begitu cantik. Seperti foto diatas, pesona ini dalam bentuk air terjun dengan curah air berlimpah yang tak putus. Yuk kita kesana pemirsa!

Sungguh! Tantangan ini datang ketika salah satu teman menelpon dari Ende. Ia menantang kami menuju pedalaman di Kabupaten Ende. Katanya dengan antusias, di tempat kelahirannya itu bermukim ar terjun yang sangat cantik! Kota Ende, ibukota Kabupaten Ende berjarak kurang lebih 135 Km dari Kota Maumere, Kabupaten Sikka, tempat kami menghirup napas.

Dengan berbekal lisan penjelasan dari rekan tersebut, maka kami berkemas dan bergegas menuju Kota Pancasila, Ende!

Rekan Ferly Irwanto, petualang yang bermukim di Waioti Maumere sudah memperkirakan kami akan tiba di Ende sekitar pukul 18.00 Wita. Perjalanan sangat santai dari Maumere ke Kota Ende dimulai sejak pukul 14.00 Wita, hari Sabtu, 8 Mei 2014.

Suasana sejuk dan asri ketika memasuki wilayah Kabupaten Ende. Maklum saja karena melewati pegunungan dingin. Dari Maumere kita akan melintasi wilayah Nita, Paga di Kabupaten Sikka dan Wolowaru, Moni, Detusoko sebelum memasuki Kota Ende, Dipegunungan Ende kita selalu menemui kabut tipis. Ada juga pasar tradisional khusus menjual sayuran dan buah hasil olahan para petani Nduaria.

Sekedar info, di wilayah Kabupaten Ende saat ini badan jalan negara trans Maumere- Ende sedang dalam pengerjaan dan pengerukan akibat longsoran dari tebing. Terutama di Kilometer 17 dari Kora Ende. Jalur ini sangat sempit sehingga butuh kewaspadaan.

Tiba di Ende saat matahari bersembunyi. Masakan Padang di Jalan Kelimutu jadi tempat persinggahan. Malam itu dua porsi nasi ayam yang rasanya tak segar plus satu kepala ikan menghabiskan kantong Rp 100 ribu. Catatan saja, masih banyak rumah makan dan warung lain di Kota Ende yang bervariasi dari menunya sampai rasanya yang enak dengan harga yang pasti lebih terjangkau. Kita hanya perlu berkeliling kota Ende. Dijamin perut kita siap dilayani :)

Setelah puas, kami memilih sebuah hotel untuk merebahkan diri. Perjalanan masih panjang. Butuh perjuangan ekstra. Butuh tenaga baru yang leibh fresh.

Matahari segar mencubit kulit. Kami membuka tirai disambut Gunung Meja yang menjulang indah. Selamat pagi Kota Ende. Kami datang untuk mereguk indahmu.

Kami berkemas. Seanjutnya deru mobil membelah pagi. Kesibukan nyata terlihat di kota yang pernah menjadi tempat buangan Bung Karno ini. Dengan bekal empat nasi bungkus berlauk ayam dan satu dos air mineral kami berangkat. Ini penting demi kesehatan tubuh yang akan terkuras tenaganya sebentar lagi.

Ferli Irwanto, dengan santainya membawa diriku dan angin pagi keluar dari Kota Ende. Kami bertemu kesibukan di sepanjang bibir pantai menuju arah barat. Kami akan segera ke Nanga Ba, Kecamatan Ende. Di tempat inilah tiik utama menuju air terjun.

Lama tak menyapa pagi di Ende, sekian waktu yang bergulir diantara remah-remah kenangan. Namun yang pasti keramahan tetap menjadi ratu disini. Saya begitu juga Ferly merasa menikmati suasana kepolosan orang-orang kampung di pelosok. Modal utama pariwisata kita yang tanpa dibuat-buat. Tak bermuka dua.

Kami mesti melewati jalan raya berlobang dengan bebatuan berserakan di badan jalan disertai tanjakan dengan rabat yang compang-camping. Mobil terus merengsek menembus ketinggian. Orang-orang kampung menatap tanda tanya. Kami melihat mereka memberi senyum termanis. Senyum yang kami tangkap sebaga sebuah sapaan selamat datang paling ramah di muka bumi.

Selama melintas dusun dan kampung, sesekali oto mesti melewati kali yang berair deras. Dan diantara derunya, kemesraan nyanyian burung hutan serta lambaian nyiur dan hutan perkebunan mendekap kami erat.Selamat datang, bisiknya mesra.

Singkat cerita, sampailah kami di Dusun Woloora, Tonggopapa di wilayah Kecamatan Ende, Kabupaten Ende. Tepat didepan Polindes kami turun. Sebelah timur dari Woloora berbatasan dengan kampung Worhosambi,Sogoroga, sebelah barat berbatasan dengan kampung Worombera dan sebagainya.

Dua anak muda memperkenalkan diri sebagai Alam dan Sil. Dari mulutnya mereka berinisiatip membawa kami menuju air terjun. Melewati samping Polindes, treking pertama dimulai. Inilah salah satu perjalanan penuh sensasional. Capek? Yups! Sangat malah...

Perlu diketahui bersama, perjalanan menuju air terjun ini cukup menyita waktu dan tenaga. Pasalnya, jalur treking cukup ekstrim karena licin serta terjal. Selalu hati-hati kalau tidak mau terguling percuma. Jadi hal utama adalah membawa perlengkapan treking yang memadai seperti sepatu yang kuat mendekap tanah baik licin maupun terjal. Bawa juga tongkat penahan tubuh. Penting bagi sebagaian orang untuk menjaga keseimbanagn di medan licin dan menurun tajam, saran saja :)

Sebelum mencapai air terjun, kita akan melewati perkebunan warga seperti singkong, jagung, kacang ijo, kelapa dan lain-lain. Selesai itu, kaki kita segera dihadiahi medan ekstrim dengan kemiringan yang cukup terjal.Saya dan Ferly, dengan berat badan lumayan, jarang olah raga menerima ini sebagai sebuah tantangan yang perlu untuk ditaklukan. Masa sudah sampai depan pintu lantas balik badan dan pulang? Bayangkan!! Kami dengan gagah bak pahlawan kesiangan heheehe lantas menyingsingkan lengan siap beradu fisik. Dan hasilnya, anak kampung bernama Alam dan Sil mesti bersabar menunggu kami. Pasalnya perjalanan sering ngadat akibat mesin mengalami gangguan hehehe....

Akhirnya, setelah bersusah-susah dahulu kamipun bersenang-senang kemudian! Air terjun yag ingin kami jumpai tersebut dengan gagah dan ramah memberi ucapan selamat datang. Lewat gemuruhnya yang terdengar menggetarkan jantung, ia seolah memanggil kami untuk segera memeluknya. Tak perlu berlama-lama. Sepersekian detik, tubuhnya yang besar dan putih itu telah merangkul penuh kerinduan. Inilah aset bergarga tanah Ende yang menjanikan. Tak hanya Kelimutu yang terkenal di seantero dunia, Ende juga punya keindahan lain. Dan Flores bukan hanya Komodo dan Kelimut, masih ada yang lain bro, masih ada!!

Bila di Maumere punya air terjun kembar Murusobe, Ende punya Tonggopapa. Dua-duanya menjadi aset berharga wisata Flores! Sayangnya, keduanya masih menyimpan kegalauan amat sangat. Meski sama-sama cantik, otoritas wisata dikedua kabupaten bertetetangga ini belum memberi sentuhan berarti. Keduanya bak anak tiri yang selalu tidak diperhatikan. Yang paling penting bagi kedua air terjun ini adalah memperbaiki sarana jalan dan akses masuk ke lokasinya. Setidaknya secara ekonomi ada keuntungan besar bagi daerah dan masyarakat setempat!

Kembali ke laptop! Air terjun Tonggopapa telah menjadi ikon Desa Tonggopapa, Kecamatan Ende. Ia berada di tengah hutan dan mengaliri air hingga ke sungai Nangaba. Air terjun ini sungguh eksotik. Lebar dan tingginya mempesona. Debit air yang tercurah sangat deras. Meski musim kemarau air terjun ini tetap tercurah dengan limpahan yang penuh.

Ketika berada didekatnya, kami merasakan sensasi yang menggemaskan. Setidaknya kami berada di tengah lokasi ini sekitar empat jam! Bayangkan bro! Saking lembut dan eksotiknya kamipun lupa untuk kembali dan pulang. Luar biasa.

Selain tercurah dengan gagah dan eksotismenya sangat terasa, air terjun ini juga memiliki kolam air yang jernih dan segar. Kolam ini dikelilingi batu cadas menyerupai tembok. Alamiah bro! Dan ini menjadi tempat pemandian yang luar biasa. Siapapun yang kesini tak akan pernah bisa melupakan sensasinya. Dia sangat mempesona!

Sayangnya, disekitar lokasi ini ditemukan sampah-sampah plastik. Kemungkinan berasal dari para wisatawan yang pernah kesini.

Untuk menjaga keindahannya, saya dan Ferly berinisiatip membersihkan sampah tersebut. Dan kepada Alam dan Sil, putra Tonggopapa sekaligus pemandu lokal, kami berikan masukan agar selalu membersihkan tempat ini dari sampah bawaan para turis dan mengingatkan para wisatawan yang datang untuk tidak membuang sampah sembarangan, semua demi kelestarian alam sehingga kecantikannya terus mempesona.

Setelah berleha-leha selama hampir empat jam, kaki-kaki kami mulai beranjak. Treking balik ke Polindes bukanlah perkara mudah. Kemiringannhya yang cukup ekstrim ditambah pijakan yang lumayan licin membuat kami kesusahan untuk berjalan. Perlu fisik tubuh yang prima. Beberapa kali kami mesti beristirahat di tengah perjalanan untuk mengatur napas dan fisik. Ini merupakan tantangan kesekian menjelajah tanah Flores bersama rekan petualang Ferly Irwanto.

Kami sampai di Polindes ketika matahari meninggi. Segar meski lelah. Lambaian tangan dan senyuman manis sebagai tanda perpisahan mewarnai desa yang cerah itu. Kami akan kembali lagi sobat! Kami akan selalu merindukanmu, Tonggopapa, Ende Sare!(ossrebong)

@thanks buat sobat petualang Ferly Irwanto, anak Wai Oti!













Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Tuesday, May 13 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---