Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Tuesday 21 December 2010

WTM Bangun Sekolah Siaga di Mapitara dan Doreng

Wahana Tani Mandiri (WTM) melakukan kegiatan Pendidikan Tanggap Darurat bagi para 10 Guru se-kecamatan Mapitara dan Doreng. Kegiatan tersebut difasilitasi oleh Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM), Herry Naif (Walhi NTT), Benny Daga (Tagana Sikka) dan Staf Dinkes Kabupaten Sikka yang berlangsung dari hari Kamis sampai Sabtu (16-18 Desember). Kegiatan ini sebagai tindak lanjut Program Building Resieliance atas kerja sama WTM, YPPS dengan Oxfam. Mengambil lokasi di Pusat Pendidikan dan Pengelolan Lingkungan Hidup Jiro-Jaro Tana Li, Desa Gera, Kecamatan Lekebai, Kabupaten Sikka, kegiatan ini dibuka oleh Direktur WTM. Dalam sambutannya, Winfridus memberikan apreseasi kepada para guru yang hadir dalam kegiatan tersebut. Bahwa setelah setahun dilakukan kegiatan Disaster Manajemen terutama dalam Pengurangan Resiko Bencana yang berbasis sekolah dan Komunitas.


Menyambung pernyataan Win Keupung, Ketua Panitia Kegiatan (Kristoforus Greogorius) mengemukakan bahwa diharapkan dengan pendidikan ini, kemudian di tingkat sekolah memotivasi dirinya menjadi sekolah siaga bencana. Tentunya, indikator akan penilaian Sekolah Siaga Bencana ada banyak hal tetapi yang paling penting adalah bagaiman dengan kegiatan kemudian berdampak pada sekolah berperspektif bencana dalam segala ruang dan kesempatan bila memungkinkan.

Diawali pendidikan ini, Fasilitator Herry (Walhi NTT) bersama peserta mereview pemahaman mereka tentang kebencanaan. Kembali dilihat tentang Apa itu Bencana, Kerentanan, Ancaman dan Kapasitas.
Bahwa dalam penanganan kegiatan kebencanaan perlu diubah paradigma Tanggap Darurat menjadi Pengurangan Resiko Bencana (PRB).

Mereka melihat kembali profil sekolah tentang identifikasi tanaman apa saja yang dihadapi di sekolah dan kampung masing-masing. Pembicaraan ini kemudian merucut pada penemuan Sekolah Siaga Bencana. Indikator Sekolah Siaga Bencana dilihat dari apakah persepsi kebencanaan menjadi meanstreming semua komunitas. Misalnya; Simulasi kebencaan yang dilakukan sekali sebulan, ada Tim Siaga Bencana Sekolah, dan dibuat sistem dan mekanisme penanganan benncana.

Kegiatan itu kemudian difasilitasi oleh Marselinus Gawi (Pimpinan Puskesmas Lekebai), Kabupaten Sikka. Peserta diajarkan mengenai bagaimana menghadapi korban bencana yang luka, patah tulang, pingsan. Pertolongan pertama pada Kebencanaan harus dilihat sebagai langka tanggap darurat yang dimiliki oleh pihak sekolah.

Sedangkan Benny Daga Tim Siga Bencana (Tagana) Kabupaten Sikka mempraktekan caranya bagaimana menghadapi korban dalam keadaan darurat. Sebelum menolong orang lain, perlu menolong (menyelamatkan) diri sendiri. Di sini dibutuhkan sikap kerelawanan, teknik dan mental yang kuat untuk membantu orang lain yang mengalami penderitaan akibat bencana, demikian Benny yang pernah mengikuti pendidikan kebencanaan di Jakarta.

Setelah itu peserta memperdalam pengetahuan ini dilakukan Simulasi Bencana, dimana ada yang mengalami sebagai korban, tim evakuasi dan pelapor kepada pihak berwewenang. Kegiatan ini kemudian dievaluasi oleh para peserta dan tim fasilitator, ditemukan bahwa dalam kegiatan tanggap darurat dibutuhkan data, kecekatan dan sikap siaga bencana yang koordinatif para pihak.

Mengakhiri kegiatan ini, Markus Miskin (Kepala SDK Gere) mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas perlu dilakukan sebagai langka untuk mempersiapkan komunitas sekolah dan warga. Sebagai pimpinan sekolah mengatakan bahwa kegiatan Siaga Bencana Sekolah dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab kami di kawasan bencana. Sedangka peserta lainnya Eusabia mengatakan bahwa kendatipun sebagai staf di sekolah akan berusaha meyakinkan pimpinan sekolah untuk melihat ini sebagai langka-langka konkret untuk mewujudkan kesiapsiagaan sekolah.

Beberapa rekomendasi yang hedak dicapai adalah sekolah-sekolah yang ada di Kecamatan Mapitara dan Doreng harus didorong menjadi Sekolah Siaga Bencana. Dengan ini, budaya siap siaga, kurangi resiko bencana selalu diemban dalam komunitas sekolah di Kecamatan Mapitara dan Doreng yang menjadi kawasan rentang Gunung Api Egon.

Acara penutupan kegiatan ini dipandu oleh Herry Naif, Ibu Hermina dan Pak Markus yang mewakili peserta. Ketiganya memberikan apreseasi kepada WTM yang terus berkorban bersama rakyat dan segala komponen yang ada di Doreng dan Mapitara untuk melihat beberapa ancaman yang ada di sana.

Sedangkan Win, Direktur WTM juga mengharapkan bahwa dalam upaya menciptakan pendidikan berbasis PRB mestinya diutamakan di kawasan yang dinilai memiliki ancaman besar.

"Menjadi seorang pelatih dalam bidang bencana bukan sekedar memberikan pendidikan. Lebih dari itu hendaknya kita tidak bermental project (project oriented) melainkan membudayakan kesiapsiagaan kebencanaan. Prinsipnya kita yang berada di kawasan genting, dituntut kesiapsiagaan," ujar Winfridus.

Kecamatan Egon dan Mapitara dilihat sebagai kawasan yang genting karena harus berhadapan dengan Gunung Api Egon dan ancaman lain.

"Kita mau jadikan sekolah-sekolah di sana sebagai model sekolah bencana," ungkap Winfridus, Direktur Eksekutif Daerah WALHI NTT. (HF)

WWW.INIMAUMERE.COM

Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Tuesday, December 21 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---