Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Monday 25 May 2009

Welcome To My Paradise, Doreng Beach..





Mendung menggelayut diatas langit. Jejak-jejak tapak kaki membekas diatas pasir putih, seakan-akan memahat kehadiran www.inimaumere.com untuk yang pertama kalinya menyinggahi pantai berpasir putih, Doreng Beach (Pantai Doreng). Eksotisme pantai berpasir putih ini ditawarkan secara cuma-cuma. Mhhhh kali ini kami merasa seperti baginda raja yang di hadiahi pantai berlaut bening, sangat alamiah dan masih perawan. Deburan ombak pantai selatan yang terdengar bagai lantunan nada-nada romantis yang menghanyutan perasaan. Kami ingin berlama-lama disini, menjelajahi setiap halaman-halaman tubuhnya, menikmati setiap gemuruh dan desah ombaknya, merengkuh setiap lekuk-lekuk tubuhnya. Disini pula kami ingin menikmati tawaran eksotisme perawan cantik yang belum terjamah laju aktifitas kehidupan moderen. So ingin berkelana bersama kami? Dari pada bengong mending cabuuutttt....!! Yoookkkk..


Setelah beberapa kali melakukan kontak dengan Bapak Camat Doreng Hilarius H,BA, akhirnyadisepakati petualang ke Pantai Doreng. Sebagai penguasa wilayah Kecamatan Doreng, Pak Camat sangat paham medan dan akses.
Menggunakan mobil dinas kesayangan beliau kami pun meninggalkan Kota Maumere.

Pantai Doreng berada dalam wilayah pemerintahan Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Flores,Nusa Tenggara Timur. Pantai berpasir putih ini terletak di pantai selatan Kabupaten Sikka atau Pulau Flores (Kota Maumere terletak di pesisir pantai utara). Hamparan Laut Sawu yang luas dan membentang di depannya sangat indah.

Nama Doreng sendiri dalam penuturan masyarakat setempat kepada kami berasal dari nama seorang perantau asal Flores Timur bernama Doren yang pernah mampir di kampung ini. Sedang versi lain mengatakan berasal dari bahasa setempat doreng yang artinya menggantung. Ini berhubungan dengan cerita tentang sebuah salib besar yang pernah di tancapkan di Pantai Doreng. Salib itu kini telah tiada, konon salib Watu Cruz di Pantai Bola dulunya pernah ada di Pantai Doreng.
Cerita ini masih berkaitan dengan keberadaan dua misionaris khatoilk asal Portugis jaman dulu yang kini makamnya telah diketemukan oleh masyarakat sekitar. Makam tersebut terletak berdekatan dengan Pantai Doreng.


Pantai Doreng Dari Ketinggian









Ada dua rute menuju Pantai Doreng. Pertama bisa melewati jalur atau rute Kewapante. Dari Kota Maumere, rute ini agak kejauhan. Rute kedua bisa melewati Desa Waipare. Rute Waipare berdekatan dengan Kota Maumere. Kedua rute yang berada di lintasan jalan raya menuju arah timur Kabupaten Sikka inilah yang mengawali perjalanan menuju Pantai Doreng. Kata orang, rute Waipare medannya lumayan lebih baik dari pada menggunakan rute Kewapante. Kami ingin membuktikannya dengan melewati kedua rute. Keberangkatan kami pertama kali akan melewati rute Kewapante, pulangnya melewati rute Waipare.

Nah, untuk mengetahui kedua rute dan kondisi jalan tersebut silakan klik disini...


Setelah melewati medan yang terbukti lumayan berat akhirnya kami mendekati kawasan berpasir putih, Pantai Doreng. Dari sinilah mobil yang kami tumpangi bertambah oleng kiri-kanan dengan kecepatan yang sangat pelan, maklum ruas jalan yang kami lewati rusak berat.
”Kami ingin pemerintah memperhatikan desa kami, kenapa jalan tak pernah diperbaiki?”, demikian penuturan seorang warga Doreng ketika kami melakukan tatap muka dengan warga Nen Bura di kantor desa setempat.

Bapak Camat Doreng mengatakan bahwa untuk tahun anggaran ini rencana perbaikan jalan yang rusak telah masuk dalam agenda pemerintah. Ya, inilah akses menuju Pantai Doreng. Jika tak ada perhatian, niscaya Pantai Doreng cuma tinggal cerita karena akses menuju pantai indah ini membuat yang ingin berkunjung mengurungkan niatnya, kecuali ia memiliki ketabahan yang lumayan.

PANTAI DORENG



Paparan pantai indah langsung terlihat dari ketinggian. Dari sini kita bisa menikmati riak-riak gelombang dengan buih-buih ombaknya yang saling berebutan menuju bibir pantai. Perasaan lega memenuhi dada kami. Rasa bete dan capek dalam perjalanan terobati dengan kompensasi yang lumayan. Jika saja ada investor yang mau membangun tempat-tempat penginapan di ketinggian maupun di pesisir pantai dengan di dukung promosi dari pemerintah daerah, jelas akan banyak wisatawan yang akan berkunjung kesini. Langsung atau tidak kehidupan ekonomi masyarakat setempat akan terangkat. Yang penting adalah akses jalan yang rusak segera di perbaiki.

Klik Fotonya :








Klik Fotonya :







Lihat juga Video di akhir halaman

Memang disini tak ada sama sekali penginapan. Apalagi warung-warung makan. Singkat kata belum terjamah kehidupan moderen. Masyarakat desa masih mengandalkan hasil bumi perkebunan untuk menopang kehidupan mereka. Suasana alamiah sangat terasa ketika berada di kawasan ini. Kami tak bosan-bosan mengabadikan panorama alam Pantai Doreng. Selain kami tak ada satupun pengunjung atau wisatawan yang berada di Pantai Doreng. Kami merasa kamilah yang memiliki pantai indah ini he he he..

Panjang pantai berpasir putih ini sekitar 4 Km (empat Kilometer). Kedua ujung pantai ini memiliki hamparan pasir hitam alias pasir besi. Batu-batu hitam mengkilap terlihat di sekitar bagian bawah tebing. Sesekali ombak-ombak besar menghantam batu-batu ini, pecah berantakan dengan buihnya yang menjulang tinggi. Alamiah.

Lebar pantai berpasir putih sangat lumayan.Bahkan pasir putih ini melebar sampai ke pemukiman rumah warga dan jalan sekitar. Melihat kami datang beberapa anak kecil mendekati kami dengan senyum yang ramah. Sepanjang pemotretan mereka mendampingi kami dan tak sungkan-sungkan membantu ala kadarnya.

Di Desa Nen Bura (Pasir Putih) kita juga bisa membawa oleh-oleh sovenir cantik yang di buat oleh ibu-ibu. Sovenir dalam bentuk asbak,boneka-boneka kecil dan lain-lain dibuat dengan menggunakan siput atau kerang dan pasir besi yang di ambil dari Pantai Doreng. Kelihatan cantik dan bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

Setelah berlama-lama di Pantai Doreng,kami mulai merasa capek luar biasa, Pak Camat yang mendampingi kami sepanjang pemotretan juga mengalami keadaan yang sama. Dibawah rindangan pepohonan pantai kami mengusir kepenatan dengan menjelajahi panorama pantai dengan sepasang mata indah yang kami miliki cieeee....

Ya, akhrinya kami pun beranjak meninggalkan Pantai Doreng. Mendung yang sedari tadi mengelayut diatas langit mengisyaratkan akan hadirnya sang hujan. Bergegas kami meninggalkan pantai berpasir putih ini. Kami berjanji akan hadir kembali dan akan menjelajahi kawasan Pantai Doreng, salah satunya berinisiatif akan menuju Gua Elang yang berdekatan dengan kawasan Pantai Doreng. Kalau ada yang mau ikutan silakan daftar ya.... hehehehe...


Video Panorama Pantai Doreng (Doreng Beach) By Boim (www.inimaumere.com)





Salam...

Oss & Boim

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Sunday 24 May 2009

Akses Menuju Pantai Doreng..

Tulisan dibawah ini adalah rute menuju pantai berpasir putih,Pantai Doreng.Untuk mengetahui Pantai Doreng bisa membacanya dengan mengklik disini.


Ada dua rute menuju Pantai Doreng. Pertama bisa melewati jalur atau rute Kewapante. Dari Kota Maumere, rute ini agak kejauhan. Rute kedua bisa melewati Desa Waipare. Rute Waipare berdekatan dengan Kota Maumere. Kedua rute yang berada di lintasan jalan raya menuju arah timur Kabupaten Sikka inilah yang mengawali perjalanan menuju Pantai Doreng. Kata orang, rute Waipare medannya lumayan lebih baik dari pada menggunakan rute Kewapante. Kami ingin membuktikannya dengan melewati kedua rute. Keberangkatan kami pertama kali akan melewati rute Kewapante, pulangnya melewati rute Waipare.


Melewati rute Kewapante menuju Pantai Doreng kita akan melintasi desa-desa tradisional yang memilki hawa dingin nan sejuk, maklum kita akan sejenak berada di ketinggian. Dari Kewapante kita akan melewati Desa Botang,Watuplabi,Ohe,Wolomotong,Kloangpopot,Wolong Terang,Woga Lirit,Wai Hawa dan akhirnya sampai di Desa Nen Bura. Nen Bura adalah desa yang memilki Pantai Doreng. Nen Bura sendiri artinya Pasir Putih. Di setiap desa yang kita lewati nampak terlihat hutan perkebunan yang terhampar disisi kiri dan kanan lintasan jalan. Penduduk setempat kebanyakan hidup dari hasil perkebunan yang di olah secara turun temurun. Kita juga bisa menikmati kehidupan lokal masyarakat dengan budaya yang beragam,hasil tenun ikatnya dan tarian-tarian yang unik, sisa peninggalan masa lampau dan senyum ramah dari setiap masyarakat yang kita temui sepanjang jalan. Jangan kaget ketika mendekati kawasan Doreng kita akan disapa oleh anak-anak kecil sampai orang dewasa dengan sapaan “selamat pagi..selamat siang...selamat sore....”.Mereka akan berteriak dari dalam rumah, pinggiran jalan maupun diatas pohon (sambil metik cengkeh atau kelapa hehehe).

Rute kedua kita bisa menggunakan rute Waipare. Di bandingkan dengan rute Kewapante rute Waipare memiliki aspal jalan dengan kondisi bagus di hampir semua ruas jalan sampai menuju Kecamatan Bola.Dengan demikian kita bisa mempersingkat perjalanan dengan cepat.

Memasuki wilayah sekitar Bola, ibukota Kecamatan Bola perjalanaan selanjutnya cuma menyusuri pesisir pantai selatan dengan melaju disepanjang kelokan yang berada diatas perbukitan atau tebing. Dibawah sana pantai yang berbusa dengan gelombang yang menggulung hingga memecah dengan berlapi-lapis dapat kita saksikan sebagai bagian dari bonus perjalanan.

Aspal yang berkondisi baik akan berakhir ketika sampai di pertigaan jalan menuju Pantai Doreng yang masuk wilayah Kecamatan Doreng.Jika mengambil alur kiri kita akan menuju ke Desa Edat,dimana kantor camat Doreng terletak.Jalur Edat merupakan rute balik ke Kewapante dengan beberapa ruas jalan yang rusak.Untuk ke Pantai Doreng kita harus mengambil jalur atau belokan ke kanan di pertigaan tadi.Kondisi jalan beberapa kilo kedepan rusak berat.Sebenarnya kita akan sampai dengan cepat jika saja kondisi jalan dalam keadaan bagus.

Seperti melewati rute Kewapante dengan kampung-kampung tradisionalnya,menggunakan rute Waipare kita juga bisa berwisata ke Pantai Bola.Dipantai Bola terdapat sebuah salib setinggi 3 meter yang tertancap kokoh ditengah laut sebagai tanda masuknya agama Kahatolik di bumi Bola.Penyebaran agama ini dilakukan oleh Misionaris Khatolik,St Fransiskus Xaverius di tahun 1600-an.

Wilayah Kecamatan Doreng dan sekitarnya juga terkenal sebagai daerah penghasil buah-buahan seperti nangka,salak,durian,rambutan dan lain-lain selain sebagai penghasil komoditi perkebunan lainnya.


Klik Fotonya :

Ruas jalan rusak

Pantai Rute Waipare

Pantai Bola





Klik Fotonya :


Rumah warga

Pantai Doreng

Tatap muka

Camat Doreng



www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Wednesday 20 May 2009

42 Miliar Untuk Perluasan Bandara Wai Oti..

Bandar udara (Bandara) Wai Oti akan segera di perluas.Perluasan dan pembangunan sarana dan prasarana Bandara Waioti, Maumere Kabupaten Sikka, Flores akan menelan dana Rp 42 miliar.Untuk tahap awal (2009), perluasan dan pembangunan bandara telah diplot dengan anggaran dana sebesar Rp 16 miliar untuk pelebaran landasan pacu dan pembangunan sarana prasarana. Dengan perluasan tersebut maka Bandara Waioti bisa didarati pesawat berbadan lebar. Panjang bandara saat ini 1.800 meter akan diperpanjang menjadi 2.000 meter. Ketebalan landasan pacu pun akan ditingkatkan 5 sentimeter lagi.

”Permohonan perluasan Bandara Waioti sudah disampaikan ke Dirjen Perhubungan Udara dan telah dijawab dimana sudah dialokasikan dana Rp 42 miliar untuk kepentingan tersebut. Perluasan dan pembangunan sarana prasarana di Bandara Waoti telah saya laporkan ke Bupati Sikka dan para prinsipnya beliau sangat mendukung," Demikian dikatakan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Kabupaten Sikka, Ir. Robertus Lameng, MBA, seperti yang kami kutip dari Harian Pos Kupang,salah satu surat kabar terbesar di Nusa Tenggara Timur.

Ditanya tentang jumlah maskapai yang masuk Waioti, Lameng mengatakan, baru dua maskapai yakni Merpati dan TransNusa. Pihaknya mengharapkan dengan perluasan itu akan ada pesawat berbadan lebar yang membuka rute penerbangan ke Bandara Waioti.

Sebagai bentuk dukungan, Pemkab Sikka juga sudah menyiapkan dana dari APBD-nya untuk membuka jalan Maumere-Larantuka melalui pantai selatan. Dinas PU Sikka sudah melakukan survai. Dengan adanya jalan tersebut tentu mobilitas manusia semakin lancar dan maskapai penerbangan tidak segan-segan membuka rute penerbangan ke Maumere.

Batavia Akan Masuk Waioti

Tahun ini, maskapai penerbangan Batavia Air berencana akan masuk juga ke Bandara Waioti dan sudah disetujui Bupati Sikka, Drs. Sosimus Mitang.
Demikian dikatakan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Kabupaten Sikka, Ir. Robertus Lameng, MBA, di ruang kerjanya.Dikatakannya, sejauh ini masih menunggu laporan kelayakan bandara Kepala Bandara Waioti.

"Jika telah ada surat, dalam waktu dekat Batavia akan masuk ke Waoti guna melayani penumpang dari dan ke Maumere. Suratnya telah diberikan kepada Bupati Sikka dan pada dasarnya Bupati Sikka sangat mendukung kalau ada maskapai penerbangan lagi yang masuk ke Bandara Waioti," kata Lameng.

Sumber : Harian Pos Kupang

www.inimaumere.com



Selengkapnya...

Sejenak Berada Di Pantai Sikka..

Kampung Sikka yang terletak di wilayah pesisir pantai selatan Flores selain memiliki keterikatan sejarah yang kental dengan bangsa Potugis,1001 kisah tentang sejarah kerajaan dan para rajanya serta sebagai sumbu penyiaran agama khatolik ternyata juga menyimpan pesona pantai yang cukup indah.Gelombang pantai selatan yang cukup terkenal dengan buih-buih ombaknya yang setiap detik datang mencium pasir pantai seakan-akan menambah kenyamanan ketika kita berada di sekitarnya.Alamnya masih sangat perawan.


Klik Fotonya :









www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Saturday 16 May 2009

Menjelajah Masa Silam Lewat Museum Blikon Blewut..


Ketika memasuki gedung museum Blikon Blewut yang terletak dalam area Sekolah Tinggi Filsafat Khatolik Ledalero saat itu juga perasaan kita seakan terbawa menuju masa silam. Kita akan mengenang jaman prasejarah dan sejarah umat manusia dan kehidupan di bumi ini yang dilukiskan dalam berbagai artefak dan peninggalan kuno. Kata Blikon Blewut itu sendiri maksudnya adalah sisa-sisa dari yang punah. Artinya lebih dari purba.

Museum Blikon Blewut terletak dalam komplek area Sekolah Tinggi Filsafat Khatolik (STFK) Ledalero. Dari Kota Maumere berjarak 6 Km menuju selatan Kabupaten Sikka atau berada dalam lintasan jalan raya menuju ke Kabupaten Ende.
Secara Administrasi, Museum Blikon Blewut terletak dalam Wilayah Pemerintahan Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka.
 Ketenangan suasana yang dibaluti hawa dingin menjadikan kita tak bosan-bosan berkelana ke masa lampau. Kita bisa melihat segala macam peninggalann untuk dipelajari.
Dalam buku tamu museum, terlihat jelas indentitas pengunjung yang telah mampir di museum ini. Mulai dari kalangan peneliti, ilmuwan, mahasiswa dan wisatawan berbagai negara di dunia dan tentu saja sejumlah daerah di Indonesia.

Sudah siap berwisata atau berada di dalam hidup dan kehidupan masa silam lewat Museum Blikon Blewut? Berangkat....!!

Membicarakan Sikka purba -juga Flores, NTT, Indonesia dan dunia tak bisa dipisahkan begitu saja dengan "Museum Blikon Blewut". Inilah museum terbesar dan terlengkap di Propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) yang menghimpun berbagai fosil dan artefak dari zaman batu, megalitikum, dan artefak kesenian lainnya dari berbagai kultur.

Penataan dan pengelolaan museum ini dari hari ke hari semakin memenuhi tuntutan dan bobot ilmiah, kadar kultural dan nilai estetika. Inventarisasi kategoris koleksi museum ini memiliki macam-macam benda, alat, photo dokumentasi, patung, kain tenun, parang, emas, perunggu, batu mulia, batu-batuan lain, berbagai jenis mata uang logam dan kertas dari mancanegara dan lain sebagainya. Inilah peninggalan budaya di Flores dan berbagai daerah lain di Nusantara dan dunia yang memiliki nilai yang sangat tinggi sehingga perlu di amankan dan terus di gali nilai tersebut.

Dalam Pelangi Sikka, 2000,  dijelaskan pengumpulan benda-benda purba dimulai oleh Pater Verhoeven SVD pada tahun 1965, kemudian dilanjutkan Pater Piet Petu SVD pada tahun 1980-an, “Saya senang rnenyimpan barang-barang seperti itu..Bakat itu dari rumah dimana saya selalu mempunyai barang-barang koleksi yang baik."

Blikon Blewut memuat benda-benda yang paling purba seperti tulang-belulang Protonegrito, binatang buruan seperti stegedon dan batu-batuan yang jadi perkakas karya manusia purba. Stegedon sekitar 200- 300 tahun SM, di mana di jaman itu manusia dari awalnya memakan binatang, binatang makan manusia. Pater Verhoeven dari awalnya hanya mengumpulkan benda-benda purba itu antara lain sebuah kapal dolok perunggu terkenal yang diambil dari So'a-Bajawa dan fosil-fosil Stegedon tlorinensis Hooijer, dari kaki Gunung Ebulobo - Olabula - Boawae. Sedangkan Pater Piet Petu SVD sebagai penerus mulai dengan verifikasi yaitu mencari hubungan kausalnya.

Promotor Blikon Blewut terbesar adalah Dr. P. Th. Verhoeven SVD yang mulai mengadakan penelitian dan ekspedisi-ekspedisi penggalian sejak tahun 1950. Tokoh-tokoh lain yang ikut menggali barang-barang prasejarah dan sejarah ialah Mgr. van Bekkum SVD, Pater Mommersteeg SVD, van Heekeren (Kepala Dinas Purbakala Jakarta di saat itu), Pater Darius Nggawa SVD, Fr. Nurak dan sebagainya. Sedangkan khusus di Timor, sebelum Pater Verhoeven dkk. sudah pernah diteliti oleh Fritz Serasin pada tahun 1934 dan YA. Willems pada tahun 1938.

Dari hasil penelitian dan penggalian di Flores, Sumba, dan Timor Pater Verhoeven mengadakan hubungan dengan para ahli di Eropa. Mereka mempelajarinya dan menganalisia benda-benda penemuan yang diserahkan Peter Verhoeven. Kemudian mempublikasinya dalam beberapa majalah ilmu pengetahuan seperti Antropos (Internasional) dan juga beberapa kali termuat dalam Majalah Berita MIPI.

Penyelidikan prasejarah ini sejak awal diketahui dan disahkan oleh pemerintah, dan Peter Verhoeven SVD tetap memberikan laporan-laporannya kepada Kepala Dinas Purbakala di Jakarta dan kepada Seksi Pengajaran dan Kebudayaan Propinsi. Juga ada hubungan kerja sama dengan beberapa ahli di Bogor dan Bandung. Sampai sekarang kegiatan itu masih merupakan usaha partikuler. Sedangkan para ahli di Eropa yang memiliki perhatian terhadap obyek-obyek itu adalah seperti Prof. Dr. Huizinga dan Prof. Dr. von Kooningswald di Univeraitas Utrech, Belanda, dan Dr. 0.A. Hooijer.

Di belakang Pater Verhoevera, Pater Piet Petu SVD melanjutkan karya besar itu dengan mengumpulkan barang-barang purbakala lainnya dari Flores, Sumba, Timor, dan Alor. Pater Piet Petu SVD pulalah yang selanjutnya memverifikasinya yaitu mencari hubungan kausa1nya.

Adapun isi Museum Blikon Blewut secara garis besar dapat dipaparkan:

I . Alat-alat Kebudayaan Pra-Sejarah

1. Zaman Batu Flores: Zaman Paleoliticum atas; ZamanPakoliticum tengah; Zaman Paleoliticum bawah.
Barang-barang berupa chop¬per, chopper tool, hand adze.Semuanya berjumlah 70 buah; Zaman Mesoliticum, berupa ujung panah berkait, kapak, ujung tombak boor besar, yang semuanya berumlah 15 buah. Berikut alat-alat dan kulit siput berupa pijpunten, blades, dan perhiasan yang berjumlah 20 buah, Selajn itu juga tembikar dari Liang Toge.

2. Zaman Perunggu, berupa dolok perunggu (satu-satunya yang terdapat di Indonesia), gong, moko, gelang, pattung anjing, tempat sirih, dan manik-manik berjumlah 10 buah.

3. Fosil-fosil atau alat-alat dari Kebudayaan Sangiran dan Pacitan berjumlah 128 buah.

4. Zaman Batu Eropa berjumlah 80 buah (Abbevillen-Auriguneian
Clactonien-SoIutrean-AehenIeen-Magdalenien-Monsterien-Mi-,
crolith). Jugs alat-alat Neolithis dan perhiasan dari Afrika berjumlah 24 buah.

5. Batu-batu mulia, yang besar berjumlah 71 buah dengan perincian bahwa ada beberapa berasal dari batang kayu yang membatu. Permata berjumlah 45 buah yang diambil dari Lehrmittel-Anstalt Janger Eisenblute-Erzberg; Erzbergit-Erzberg; Edelopal-Mexico; Turmalin dan Achat Gefarbt (Brasilien)

6. Manik-manik.
Ada yang berbentuk bulat dan ada yang bulat
panjang. Diperkirakan berasal dari Roma, Mesir, dan India.

II. Benda-benda Porselen.
Benda-benda porselen berupa piring-piring, patung ayam dan sebagainya berjumlah 80 buah. Dikirakan berasal dari Zaman Ming dan Zaman Jung (dari kubur Berloka-Werloka).

III. Alat-alat Musik.
Alat-alat musik dari Flores dan Timor berupa macam-macam staling, robo, bo gena, for dogo, hake, hoi, woi mere (semacam gitar dari Timor), fekodan sebagainya berjumlah 90 buah.

IV. Tenunan, anyaman, dan ukiran.
Tenunan berupa sarung-sarung dari Flores dan Timor. Anyaman berupa tempat sirih, tempat tembakau, keranjang dan tempat kapur sirih. Ukiran berupa empat papan berukir dari Ngada, ukiran patung dari Irian Barat. Semuanya 90 buah.

V. Fauna.
Fauna praehistoris berupa Stegedon florensis dengan banyak geligi dan tulang-belulangnya. Spelaemys floorensis Hooijer, Papagomys arrnanvillei, geligi hayfish, geligi ikan yu (hiu), geligi Boa lezafarit, Papagomys verhoevani Hooijer. Sedangkan fauna belakangan adalah kura-kura, macam-macam siput, dan kupu-kupu. Selain itu terdapat juga dua buah kumbang dari Sikka, dua kumbang sedang, 2 kumbang kecil, pakaian dan gendang Irian Barat.

Menurut Pater Piet Petu SVD, barang-barang yang dikumpulkan itu,selain dicari sendiri, tetapi ada juga yang dibawah sendiri oleh orang-orang untuk menjualnya. Pater Piet Petu membeli dengan kemampuan yang ada. Kalau terlalu mahal tak dibelinya. Semuanya diproyeksikan sebagai medium ilmu pengetahuan.

Selembar Uang Kuno dan Lukisan Jenderal Anumerta Ahmad Yani

Menarik sekali ketika melihat selembar uang kertas kuno yang tertata rapi dalam bingkai kaca  di dinding museum. Uang kertas yang menarik perhatian tersebut adalah uang kertas yang memiliki nilai seharga Rp.2,5. Ada rasa bangga juga bahwa museum ini masih menyimpan uang kertas kuno yang memuat model asli dari Kabupaten Sikka sendiri. Wajah yang berada dalam uang kertas itu adalah wajah seorang tua bernama Moat Noeng asal Kampung Wolohuler, sebuah kampung di Desa Nele.
Mengapa Bapa Noeng bisa menjadi model uang kertas yang berlaku dari tahun 1952-1956 tersebut?

Ceritanya, saat berjualan kelapa muda di pinggiran jalan raya menuju Bandara Wai Oti (2 Km dari pusat Kota Maumere) sosok petani miskin ini rupanya menarik perhatian Sang Proklamator Indonesia yakni Moat Soekarno (Bung Karno). Bung Karno saat itu bersama rombongan transit di Maumere.

Bung Karno lalu menyuruh memberhentikan mobil dan menanyakan harga beberapa butir kelapa muda yang di jual Moat Noeng.  Moat yang lugu kemudian menjawab beberapa butir kelapa Rp.2,5.

Yang menarik Bung Karno merasa terkesima dengan sosok orang kampung yang bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Melihat sosok miskin yang bersahaja tersebut, Bung Karno memerintahkan untuk segera memotret Moat Noeng. Gambar dalam uang kertas itu adalah hasil dari foto yang diambil di pinggir jalan raya menuju Bandara Wai Oti. Cerita diatas disampaikan oleh penjaga museum Blikon Blewut kepada www.inimaumere.com ketika kami menapaki sejarah masa silam saat mengunjungi Museum Blikon Blewut.


Di dinding museum juga terdapat lukisan Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani yang memiliki cerita sendiri. Lukisan tersebut dibuat oleh Fr. Bosco Beding tanggal 30 September 1965.
Di bawah lukisan itu sebelumnya tertulis Jenderal Ahmad Yani namun setelah terjadi peristiwa G30S/PKI ditambahkan Jenderal Anumerta Ahmad Yani.
Lukisan itu dibuat tanggal 30 September 1965 di Ledalero. Satu hari sebelum ditembak mati, Ahmad Yani baru saja menuju Jakarta. Di Maumere khususnya di Ledalero, beliau memberikan ceramah di depan kalangan akademisi dan rohaniawan.

Masuk Blikon Blewut rasanya seperti berwisata ke masa silam. Inilah warisan peninggalam masa lampau yang patut diketahui dan di jaga oleh kita bersama.

Sudah pernah kesana apa belom? Tak lengkap jika hanya membaca artikel ini.



Klik Fotonya :









Komplek STFK Ledalero


www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: 05.09 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---