Kali ini, WWW.INIMAUMERE.COM mengajak pembaca untuk berwisata lagi. Kemana? Kita menuju sebuah wilayah selatan Kabupaten Sikka . Bola! Salah satu tempat yang menjadi tanda awal perkembangan sejarah Khatolik di bumi Flores. Bola adalah ibukota Kecamatan Bola, salah satu dari 21 kecamatan di wilayah Kabupaten Sikka. Bola berada persis di pesisir pantai selatan, menghadap ke laut luas bernama Laut Sawu. Secara geografi, Bola memiliki kemiringan 30 derajat dengan dataran yang digambarkan bagai pita meliuki daerah pantai sehingga sering disimbolkan sebagai “ Menjelajahi Bola sesulit menaiki Pohon Kapuk”. Yap, Bola dilukiskan oleh para tokoh adat sebagai pohon kapuk (Pelangi Sikka, 2001).
Nah, di Bola dengan Pantai Bola yang lebih dikenal sebagai Nuba Baluk telah terkenal sejak tahun 1630-an ketika saat itu melintas Pastor Dominicus dan Fransiskus Xaverius di wilayah itu. Bola memang memang mempunyai muatan sejarah yang sangat kaya, khususnya bagaimana Portugis menandai Bola dengan Salib. Bahwa Nuba Baluk sudah menjadi kristiani. Jelas, Salib setinggi 3 meter, ditandai oleh dua misionaris itu di Pantai Bola saat mengkristenkan wilayah Bola di tahun 1630-an. Begitu juga Wair Baluk dan makam Pastor Dominicus di daerah perbukitan yang memiliki nilai historis yang sangat tinggi.
Nah bagaimana sampai Salib itu tertancap di Pantai Bola dan mengapa Bola juga dikenal sebagai Nuba Baluk?
Saatnya sekarang berwisata ke Bola...
Berwisata ke Bola dengan kendaraan roda dua atau empat kita hanya memerlukan waktu sekitar satu jam. Dari Kota Maumere kita akan keluar menuju arah timur. Cuma di butuhkan 5 km dari kota, kita telah sampai dipersimpangan jalan yang berada dalam wilayah Desa Waipare. Kali ini kita akan mengambil jalur kanan. Dari sini kendaraan yang kita tumpang akan melaju mulus menuju pantai selatan, maklum ruas jalan disini termasuk lintasan jalan dengan kategori bagus. Sedikit meliuk mengikuti jalur kelokan sebentar lagi kita akan sampai ke Bola. Selama perjalanan dari Waipare, kita akan melintasi beberapa desa kecil seperti Ili, Wolokoli dan sebagainya. Kita juga akan berada sebentar di ketinggian dan menyaksikan pemandngan pantai utara yang indah dengan pulau-pulau kecil yang menghiasi Laut Flores. Kemudian kita harus melalui jalanan berkelok dan menurun.
Ketika memasuki wilayah Bola yang berada dipesisir pantai kita akan menyaksikan ombak-gelombang yang menggulung, memecah kepantai berlapis-lapis dengan busanya yang memencar, maklum karena kita berada di pantai selatan. Ditengah busa putih dan ombak yang bergelombang itulah berdiri sebuah batu karang dengan salib setinggi 3 meter yang dikenal sebagai Watu Cruz atau Batu Salib. Ya, Portugis menandai Bola dengan Salib. Artinya bahwa Nuba Baluk sudah dibaptis.
Ditengah hamparan samudera, Salib setinggi 3 meter itu terpampang jelas, tertancap di atas batu karang dan dapat disaksikan dari lintasan jalan raya yang berada disekitar pesisir pantai. Masyarakat setempat menghayati dan mengimani bahwa yang datang di tahun 1630 ialah Pastor Dominicus dan Fransiskus Xaverius. Sebelum ke Gala, para pastor itu tiba pertama kali di Doreng (wilayah pesisir pantai selatan yang berdekatan dengan Bola). Di Pantai Doreng para misionaris ini juga menggantung sebuah Salib Besar. Kalau di Doreng hanya menggantungkan tapi di Pantai Bola Salib itu ditancapkan.
Salib tersebut telah mengalami perbaikan beberapa kali. Di tahun 1939 oleh Pastor Yan Roots SVD dengan misa yang meriah, kemudian tahun 1981 oleh masyarakat Nuba Baluk (Bola) sendiri dengan mendapat bantuan dari Bupati Kabupaten Sikka saat itu Drs. Daniel Woda Palle. Tahun 1988 saat Tahun Maria ( berlangsung di Gelora Samador da Cunha Maumere), Pater A Groots SVD ikut memperbaikinya. Di saat penggalian ternyata diketemukan sebuah botol berisi kerta dan sebuah periuk kecil. Sayangnya, kertas itu tak terbaca karena kerusakan saat penggalian.
Dari pantai ini, kami tak lelah memotret dan mengabaikan Salib Besar ini kedalam kamera meski saat itu Pantai Bola dalam keadaan surut. Kebanggan kami juga kebanggaan masyarakat Kabupaten Sikka, bahwa Salib ini masih dirawat dengan baik sebagai bukti nantinya kepada generasi penerus bahwa di tempat ini pula para misonaris Khatolik pernah singgah dan memtari keimanan kepada masyarakat Sikka.
Nah jika menuju ke Bola jangan lupa untuk melihat Salib Besar yang tertancap kokoh di Pantai Bola sebagai tanda bahwa wilayah Bola dan sekitarnyatelah dibaptis.
BALUK
Baluk diambil dari nama seorang pahlawan dari Bola, dia adalah pemberani yang berperang kemana-mana melawan penindasan.
Lihat saja syair dibawah ini saat Dona Agnes da Silva yang memerintah Kerajaan Sikka 1613-1620, mensyairkan Baluk yang terlibat dalam sebuah pertempuran dengan baitan adat ;
“Ung Baluk raning, wi neti nora urung, neti nora urung, halo Terong Lamahala. Lobo Lau Terong, atang mole Lamahala, mole Lamahala, brau hala mate golo. Lobo ei Terong, Tau mole Lamahala, Lamahala laeng raning, poi rado laeng pasak”
“Bahwa lasykar dari Bola, Baluk yang gagah berani, telah membumihanguskan Terong serta Lamahala. Kalau tidak bertahan, karena kecut, pasti kalah. Bahwa lasykar baru hanya membidik dengan senjata dan belum menembak”.
Kepahlawanan dan kehebatan Baluk sampai Pantai Bola dimateraikan dengan namanya, bahkan sumur Portugis itu juga diberi nama Wair Baluk ( air Baluk) yang masih di fungsikan sampai sekarang. Wair Baluk itulah yang menyegarkan dan mengharumkan masyarakat Bola dengan syair terkenal :
Blatan Plahar, blatan plahar, Wair Baluk blatan plahar. Mi hure, Mi hure, otang Bola mi hure//
Dinginnya ketawaran air baluk, dapat membuat orang suka minum dan merasa betah.
Saat kami mengambil gambar di sumur tersebut, nampak beberapa masyarakat sedang berkatifitas di lokasi sumur baluk. Sampai dengan sekarang ini Sumur Baluk masih difungsikan dengan baik oleh masyarakat setempat.
Konon, Wair Baluk adalah bekas tancapan tongkat St. Fransiskus Xaverius saat itu.
Foto : Oss & Boim ( www.inimaumere.com)
|
|
|
Literatur : Buku Pelangi Sikka
Oss & Boim
www.inimaumere.com