Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Tuesday 29 April 2008

Don Thomas, Keturunan, Pendidikan dan Pengelaman Kerja

DON THOMAS lahir pada tanggal 13 Juli 1895 di kampung Sikka, ibunegeri Kerajaan Sikka. Beliau adalah putra ketiga dari pasangan almarhum Don Joseph Mbako II Ximenes da Silva, Raja Sikka yang ketigabelas (1898-1902) dengan permaisuri Dua Kanena Rosario da Gama. Bersama adik-adiknya Andreas (Kapitan Iwanggete), Edmundus (Bodu) dan Paulus Centis (Ratu Centis), mereka mengenyam kehidupan masa kecil yang runyam, menjadi yatim piatu, karena ayah ibunya telah meninggal dunia ketika DON THOMAS masih berusia 7 tahun. Seorang saudari tuanya, Fransiska Dua Use menikah dengan Kapitan Nita, Pedrico da Silva.

Di bawah asuhan dan bimbingan para Pastor Jesuit, DON THOMAS bersekolah dan menamatkan pendidikan di Standaardschool kelas lima di Lela pada tahun 1910. Guru-gurunya ialah D.D. Pareira Kondi dan H. Tengah Fernandez, dengan Kepala Sekolahnya Bruder Vester, SJ, dan Pastor Paroki Lela, P.H. Loy-mans, SJ. Dalam sekolah itu telah nampak tanda-tanda kecerdasannya yang cemerlang (pasti NEM tinggi menurut ukuran sekarang ini). Namun zaman itu tidak memberikan peluang untuk DON THOMAS boleh melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Akan tetapi kemudian ternyata bahwa beliau adalah seorang autodidak yang gemilang dan sukses.

Ketika berusia 15 tahun, DON THOMAS dibenum menjadi guru pada sekolah almamatemya di Lela, dan kemudian di Koting. Ketika guru-guru berkelayakan mengajar sudah tiba dari Manado (Minahasa), maka beliau dibebaskan dari jabatan guru, sehingga terpaksa terjun bekerja keras sebagai tukang kayu dan tukang besi pada bengkel Missie di Lela. Profesi ini ternyata kurang diminatinya. Pemuda Thomas lalu pergi bergabung dengan para pemuda sekampung Sikka, berdayung sampan dan perahu ke arah pantai selatan wilayah Tana Ai (Kecamatan Talibura) - Pruda dan Mudeherung - untuk menangkap ikan dan berdagang atau tengkulak berbagai hasil bumi. Pekerjaan ini juga tidak banyak membawa hasil. Beliau kembali ke kampung Sikka dan menganggur saja. Tanpa sepengetahuan Raja Nong Meak, ia mengambil beberapa batang gading di Istana Lepo Gete. Pemuda Thomas lalu berani mengadu nasib, berdagang gading itu ke Bajawa. Raja Nong Meak naik pitam, dan meminta bantuan Posthouder Bajawa untuk menangkap DON THOMAS. Kasus inilah antara lain merupakan pangkal "perebutan kekuasaan" antara DON THOMAS dengan Raja Nong Meak.

Oleh saran D.D. Pareira Kondi, pemuda Thomas bersurat kepada Residen Kupang mengenai silsilah keturunan dinasti Raja Sikka, di mana beliau secara tegas menuntut haknya untuk menjadi Raja Sikka. Residen Kupang memberitahukan perihal adanya surat tersebut kepada Raja Nong Meak, bahwa ada seorang dari keluarga DA SILVA LEPO GETE telah menggugat takhta Kerajaan Sikka berdasarkan hak warisan turun temurun.

Dengan adanya kasus gading dan surat tersebut, Raja Nong Meak terkesima dan penasaran. Maka pada tahun 1912 DON THOMAS diangkat menjadi jurutulis (magang) di Kantor Gezaghebber di Maumere, dengantugas antara lain sebagai penjaga rumah bui (penjara). Pada tahun 1918 beliau diangkat menjadi Mantri Belasting (Urusan Pajak, sekarang Dinas Pendapatan Kabupaten).

Dalam menjalankan pekerjaannya, DON THOMAS terkenal jujur, rajin dan bekerja keras. Ia bersemangat tinggi untuk memberantas perjudian dan kebiasaan masyarakat bersabung ayam. Gayanya menarik, pergaulannya luwes dan keterampilannya meyakinkan, sehingga para pejabat Pemerintahan Kolonial Belanda sangat berkenan dan memberikan perhatian ekstra.


Merebut Kembali Takhta Kerajaan Sikka

Oleh karena DU'A LISE, putri dan anak pertama Raja Mbako II tidak dapat diangkat menjadi Raja, dan DOMINIKUS, putra kedua meninggal dunia, maka DON THOMAS sebagai putra ketiga, berhak menyandang gelar Putra Mahkota dan memegang tongkat kekuasaan Kerajaan Sikka.

Akan tetapi, ketika ayahandanya meninggal dunia pada tanggal 28 Nopember 1902, DON THOMAS barn berusia lebih dad 7 tahun. Maka tongkat kekuasaan Kerajaan Sikka diserahkan kepada MO'ANG DIDING, saudara sepupu Raja Mbako II. Di luar dugaan, Moang Diding mendadak meninggal dunia pada tanggal 12 Desember 1902, karena terserang penyakit kolera. Putranya ALESU hendak diangkat sebagai penggantinya, namun Posthouder B.L. Kailola sangat berkeberatan, karena usianya barn 16 tahun. Apalagi ALESU sendiri tidak bersedia menjadi raja, karena takut cepat mati, seperti yang dialami Raja Mbako II (memerintah cuma empat tahun) dan ayahnya Moang Diding (hanya 14 hari menjadi raja).

Melalui proses permusyawaratan "DEWAN MO'ANG `LITING PULUH" alias Sepuluh Anggota De-wan Kerajaan, dimufakati keputusan untuk menjadi Raja Sikka adalah YOSEPH NONG MEAK, (putra Mo'ang Sima Anakoda Saleh dan Du'a Kasing da Silva), keponakan Raja Andreas Jati Ximenes da Silva (1871-1898). Menurut garis keturunan atau silsilah Keluarga DA SILVA LEPO GETE, posisi Nong Meak adalah garis keturunan pihak perempuan sehingga tidak berhak untuk memangku jabatan Raja Sikka. Memang, Nong Meak bergelar DA SILVA, karena ayahandanya Mo'ang Sima dalam hukum adat perkawinan berstatus "me deri lepo - Ata da Silva Lepo Gete" (kawin masuk). Dengan demikian, keputusan mengangkat Nong Meak menjadi raja Sikka adalah satu kesepakatan yang tidak menyimpang. Sebagai Regent (Wakil Raja) yang sementara menantikan ahli waris tahkta Kerajaan Sikka yang masih berusia amat sangat muda (Don Thomas), pada tanggal 26 Pebruari 1903 Nong Meak akhirnya dilantik sebagai Raja Sikka. Dengan penobatan dirinya itu, beliau berhak menggunakan Regalia (alat-alat kebesaran Raja-Raja), termasuk hak mengenakan Mahkota Raja (Sangko Bahar) dan Tongkat Kerajaan (Gai Bahar).

YOSEPH NONG MEAK DA SILVA yang ber¬pengalaman sebagai guru, dinobatkan menjadi Raja Sikka yang ke empatbelas pada tanggal 24 Pebruari 1903. Sembari memimpin pemerintahan dengan berbagai upaya pembangunan untuk memajukan kesejahteraan rakyat, beliau juga menyiapkan putranya DON P.P. DINDUS DA SILVA untuk kelak menjadi Raja Sikka. Demi ambisi itu maka sang putranya ini dikirim bersekolah ke Kweekschool di Muntilan, Jawa Tengah. Namun akhirnya kembali sebelum menyelesaikan masa pendidikannya.

Sementara itu DON THOMAS yang berwatak keras dan ambisius, yakin akan haknya atas takhta Kerajaan Sikka. Beliau terus berupaya menerobos wadas ketahanan dalam proses suksesi yang dirancang dan dibangun oleh Raja Nong Meak. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dengan dukungan moril (rekest) dad D.D. Kondi Pareira, serta Keluarga DA SILVA LEPO GETE sendiri, DON THOMAS bersurat kepada Residen Kupang. Lalu pada tahun 1920, beliau sendiri berangkat ke Batavia (Jakarta) dengan bantuan keuangan (Rp. 300.-??) dari mertuanya, MO'ANG SUBU SADIPUN. Dengan perantaraan P.J. ENGBERS dan P.P. MULLER, dua Pastor Jesuit yang pernah bekerja di Lela, DON THOMAS sempat bertemu dan berbicara dengan Gubernur Jendral Hindia Belanda untuk menghadang posisi Don P.P. Dindus da Silva, putra Raja Nong Meak dalam memperebutkan takhta Kerajaan Sikka itu.

Berdasarkan laporan Controleur A. Oranye, Posthouder Maumere (1920-1922), bahwa DON THOMAS patut menjadi Raja Sikka karena kemampuan dan kewibawaannya, maka alhasilnya, pada tahun 1921 DON THOMAS diserahi tugas sebagai WAKIL RAJA SIKKA dengan Surat Keputusan Residen Timor pada tanggal 6 September 1921, setelah Raja Nong Meak dipensiunkan pada tahun 1920. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Raja Sikka itu, nampak mencuat bakat DON THOMAS sebagai pemimpin.

Pada tanggal 21 Nopember 1923, DON THOMAS dilantik oleh Controleur Oranye menjadi Raja Sikka yang ke-15, berdasarkan Keputusan/Besluit Guvernur Genderal Nomor 50 tanggal 1 Mei 1923. Pada saat yang sama secara sepihak Raja KangaE Mo'ang Nai Juje dipensiunkan Belanda. Upacara penobatan dan pelantikan dilangsungkan secara meriah dan gegap gempita di Kota Maumere. Perayaan ini dihadiri oleh para Pejabat Pemerintahan Kolonial Belanda, Mgr. Arnoldus Vestraelen dan para Pastor, Raja Nai Juje dari KangaE, Raja Don Juan dari Nita, Raja Pensiunan Nong Meak, para Kapitan, pemuka adat, tokoh masyarakat, para guru dan murid serta rakyat.

Dengan demikian berakhirlah sudah sebuah persaingan ketat yang terselubung dalam memperebutkan takhta Kerajaan Sikka. Tongkat kepemimpinan kembali dipegang oleh dinasti yang berhak turun te murun, yaitu Keluarga DA SILVA LEPO GETE, di bawah keperkasaan Raja DON JOSEPHUS THOMAS XIMENES DA SILVA.

Dicuplik dari dari buku karangan Bapak E.P. da Gomez-Oscar P.Mandalangi yang berjudul 'DON THOMAS PELETAK DASAR SIKKA MEMBANGUN'





Selengkapnya...

Menyimak Kemenangan SODA: Sikka Memilih Pemimpinnya Sendiri

Ditulis oleh anak Maumere, Alexander Yopi Susanto,tinggal di Jakarta Selatan.
Epang gawan Mo'at.

SODA ditetapkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sikka. Hasil perhitungan suara menunjukkan persentase kemenangan paket ini. Paket yang diusung partai gurem. Yang belum punya tradisi kuat di kancah perpolitikan Sikka. SODA bahkan meninggalkan calon-calon lain yang tampil lebih populer. Sekurang-kurangnya, menurut versi LSI. Meninggalkan mereka yang langganan calon bupati. Juga yang punya historisitas kepemimpinan di Niang Tana Sikka. Apa yang terjadi?

Menjungkirkan prediksi

eorang Sosimus Mitang pernah terlempar dari jajaran birokrasi Sikka. Sesudah itu, ia bersarang di rumahnya. Tidak banyak yang dilakukannya selama masa peristirahatan itu. Selain menikmati hari-harinya di rumah bersama keluarga. Mengunjungi kampung halamannya. Menyambangi teman-teman yang pernah seprofesi, sejajaran di dinas pemerintahan kabupaten Sikka. Kemudian, bergelut dengan masyarakat seharian di lingkungan, RT/RW, Kecamatan. Tanpa selintas pikir untuk menapaki lagi kursi panas nomor satu di Sikka, setelah gagal pada Pilkada sebelumnya.

Sementara Wera Damianus adalah Asistan pada jajaran birokrat yang dinahkodai incumbent. Seorang praktisi birokrat yang muncul dari Palue, di gugus terluar pulau-pulau Sikka. Sekejab terlintas, pada seorang Wera Damianus, nasib pulau-pulau dari gugus terluar itu “seolah-olah” ada di pundaknya. Pada mereka yang nampaknya “tidak betah” tinggal di Sikka. Selalu bepergian dengan perahu-perahu motor kecil dan mengejar nasibnya di lautan lepas tak berpemilik. Jauh dari Sikka. Jauh pula dari tetek bengek urusan politik dan pemerintahan.

Keduanya tidak masuk dalam bilangan historisitas tokoh kepemimpinan di Sikka. Mereka benar-benar lahir di atas “halar” (tempat tidur dari bilah bambu). Dari kelapa, kakao, cengkeh, jambu mente, jagung, dan minum dari air batang pisang atau sulingan uap panas bumi. Pada musim lapar, mereka mengalami masa-masa makan “ubi hutan”, “ohu”, “hura”, dengan ketergantungannya yang tinggi pada kondisi curah hujan dan peruntungan di masa paceklik. Keduanya tidak bisa menyembunyikan wajah “kekampungannya”, sebelum atau sesudah menjadi pemimpin nomor satu di Sikka.

Koalisi Bersama Membangun Sikka juga bukan berasal dari partai-partai mapan dan berakar di Kabupaten Sikka. Sekurang-kurangnya, partai-partai ini baru saja mencuri startnya pada Pemilu kemarin. Lantas SODA tidak menjadi populer dengan koalisi itu. Jauh dari perhitungan menang. Beda sekali dengan Golkar dan PDIP yang sudah lebih tua, dengan klaim basis pada wilayah demi wilayah di Kabupaten Sikka. Tetapi toh, besar kecilnya partai tidak lantas mempengaruhi arus pemberian suara massa.

Kenyataan ini menjadi fenomenal, SODA dengan koalisi partai gurem itu menunjukkan realitas perpolitikan yang sejatinya hanya tunduk pada satu tuannya, yaitu rakyat. Tergantung pada pilihan rakyat. Runtutnya, kalau dilihat dari kemenangan demi kemenangan dari 12 kecamatan di Sikka. SODA unggul merata pada semua TPS di kecamatan-kecamatan Timur luar dan Barat luar. Ditambah dengan simpatisan yang diberikan oleh kebebasan memilih pada beberapa orang di basis pemilih calon lain dan keberpihakan masyarakat pulau di gugusan terluar, SODA melejit sendirian. Meninggalkan calon lain. Partai mapan. Tradisi kepemimpinan. Dan prediksi kepopularan.

Simpul suara

Sejenak kemenangan SODA bisa dirayakan. Seperti baru saja bernapas lega setelah mendaki sebuah ketinggian. Tetapi pada gilirannnya, SODA mesti menuruni lagi ketinggian itu. Untuk lebih tertatih-tatih mendaki ke sebuah bukit yang lain. Karena, di balik suara-suara dukungan tersebut, terbersit harapan besar bahwa pasangan ini mampu mengantar banyak jiwa keluar dari kemelut kehidupan. Di antara kemiskinan, kemerosotan moral dan pendidikan. Pada ambang pesimis kaum tani, nelayan, pedagang. Masalah korupsi, busung lapar, krisis air bersih, dan abrasi pesisir pantai. Dan luka lama sentimen kewilayahan, perang dingin antarsuku, kerajaan, sejarah, swasta dan pemerintah, gereja dan birokrat.

Kalau mau dilihat pada gambaran kemenangan SODA di TPS-TPS, kebanyakan rakyat Sikka memilih SODA karena unggul dalam netralitas keberpihakannya, punya komitmen kuat dengan wajah “kekampungan” pada pembangunan visi pedesaan, dan tentunya punya integritas dalam menjamin kekayaan masyarakat. Lebih tajam, SODA menang karena dalam dirinya terbuka jumpa ruang yang begitu luas antara ketokohan seorang pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya. SODA juga simbol kebangkitan masyarakat terlupakan. Yang selama ini berada di luar jangkauan, “sadar atau tidak sadar” tersisih, terbuang, tercerai tanpa sentuhan pembangunan. Bahkan untuk kaum yang minus malum sekalipun, SODA merupakan harapan di tengah ketidakpercayaan massal.

Pada setumpuk masalah, rakyat menemukan SODA. Merasa SODA berada dan berjalan bersama-sama mereka. SODA punya telinga, hati, dan mata untuk rakyatnya. Letak itu pula, rakyat bersatu mengayam sebuah kursi untuk SODA. Mereka lantas mendudukan SODA. Persis di sebuah ketinggian. Apakah penemuan mereka ini lantas hilang lagi di tengah prosesnya? Melupakan lagi? Dengan susah payah harus mendongkakkan kepala, mencari, dan sulit ditemukan?

Basis kemenangan SODA ada pada komunikasi horisontal. Pada kesetaraan dirinya dengan nasib rakyatnya. Sama seperti masa lalu membesarkannya. Karena itu, betapa menyakitkan kalau pada proses selanjutnya, SODA malah mengubah identitas dirinya menjadi sangat vertikal, top down, seperti seorang bapa berjanggut panjang, berwajah garang, pedang di tangan, dan siap menghukum. Yang paling penting dari simpul suara itu adalah, kerelaan untuk turun dari kursi kenyamanannya, dan berinkarnasi bersama rakyatnya. Karena di situlah justru kualitas kepemimpinan SODA. Berhasil memberikan tempat yang luas untuk unek-unek rakyatnya. Lepas dari kepentingan, kekuasaan, dan kekayaan.

Melepaskan jebakan

Paus Yohanes XXIII ialah pemimpin publik dari sebuah dusun kecil yang miskin. Hati kemiskinannya itu tetap ia pelihara. Sampai pada kursi kepausannya. Melalui hati itu pula ia banyak menghasilkan karya-karya ajaib. Yang mustahil tetapi bisa dilakukan. Mampu melihat perdamaian di tengah kekacauan, visi kesejahteraan di tengah kemiskinan, tajam melihat kepentingan dari keberpihakan, dan konsisten pada pengabdian tanpa mengambil keuntungan. Ia akhirnya berhasil tampil sebagai pemimpin yang dipercayai banyak orang. Menyentuh banyak hati. Tanpa harus menolong secara material.

Pada sebuah sisi, SODA memiliki potensi untuk menjadi pemimpin seperti ini. Berangkat dari sebuah kampung, di sebuah ketertinggalan dan kemiskinan. Untuk sampai pada banyak hati itu, SODA hanya perlu menanggalkan tujuan dirinya. Di kelompok kepentingannya. Pemimpin rakyat tidak memiliki ambisi pribadi. Tidak pula menginginkan sesuatu dari kepemimpinannya. Ia hanya perlu pulang pada kemiskinannya, tanpa berusaha menghapus sejarah dirinya itu. Pada nasib sejumlah orang yang tidak beruntung. Pada perpecahan untuk perdamaian, kesalahan untuk pemaafan, demi membangun damai, dukungan, jaringan, dan perjuangan bersama. Kalau ini diingkari, sebuah kubur sudah digali sejak dari pertama kedudukannya.

Penulis adalah :
Alexander Yopi Susanto,Dilahirkan di Flores, 23 Oktober 1981. Pendidikan dasar diselesaikan di SDK 051 Waigete. Pendidikan menengah pertama dan atas dihabiskan di Seminari Sint. John. Berkhmans Todabelu Mataloko, Ngada, Flores.

Bidang spesialisasi:
TI, Writing n Publishing, Advokasi Tanah, Advokasi dan Pemantau Hak Anak. Sekarang tinggal di Jakarta Selatan.


tulisan ini merupakan hak cipta penulis. Barang siapa yang ingin memperbanyak atau meng-copy tulisan-tulisan ini diharapkan mencantumkan nama penulis aslinya. Dilarang keras menjiplak tulisan tanpa mencantumkan referensi!

Wue wari punya artikel tentang niang tanah?kirim ke cherovita@yahoo.co.id
Akan kami postingkan..
www.inimaumere.blogspot.com



Selengkapnya...

Friday 25 April 2008

Ada Indikasi Pelanggaran HAM di NSC

Anggota tim Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), Nurcholis, mengakui, dalam kasus yang dialami karyawaan PT PT Nusa Surya Ciptadana (NSC) pihaknya berkesimpulan sementara ada indikasi terjadi pelanggaran hak karyawan oleh manajemen perusahaan tersebut.

Penegasan ini disampaikan Nurcholis usai melakukan pertemuan bersama karyawan PT Nusa Surya Ciptadana (NSC) Maumere, Selasa (22/4/2008), di Gedung Chandraditya-Maumere. Kedatangan tim Komnas HAM guna mengumpulkan data dan bukti mengenai pelanggaran hak yang menimpa masyarakat yang diduga dilakukan pihak tertentu. Masalah dimaksud akan ditindaklanjuti sesuai hasil temuan.
Tim Komas HAM yang datang ke Maumere, yakni Nurcholis (Sub Pemantauan dan Penyelidikan) dan Rima Purnama, Eko Dahana dan Radjab. Hadir koordinator karyawan, Godi, beserta belasan rekan didampingi pihak Truk-F, Pater Eman Embu, SVD dan Pater Robert Mirsel, SVD.
Kepada tim Komnas HAM, karyawan NSC mengemukakan persoalan yang dihadapi selama bekerja di PT NSC. Sejumlah ketimpangan pelaksanaan peraturan oleh manajemen dicatat Komnas HAM. Bentuk ketidakadilan yang dilakukan manajemen antara lain penerapan aturan dan sanksi yang tidak sesuai aturan ketenagakerjaan.
Nurcholis berjanji akan menindaklanjutinya dengan melakukan pertemuan dengan pihak terkait baik perusahaan maupun pemerintah daerah serta DPRD Sikka.
Pater Robert Mirsel, SVD, mengatakan, mereka bersyukur karena tim Komnas HAM datang ke Sikka untuk memenuhi surat yang dilayangkan karyawan NSC. "Kami harap Komnas HAM bisa menindaklanjuti persoalan karyawan NSC dan segera ada jalan keluar yang tepat," harap Pater Robert.
Kedatangan Komnas HAM ke NTT, khususnya Flores, juga untuk menindaklanjuti sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM yang diadukan masyarakat. Tim Komnas HAM akan berada di Maumere sampai, Jumat (25/4/2008).
Untuk diketahui, puluhan karyawan PT NSC Maumere, Rabu (13/2/2008) hingga Kamis (14/2/2008) 'menyegel' kantor itu. aksi mogok dilakukan karena pimpinan NSC Maumere dinilai tidak adil menerapkan sanksi bagi karyawannya.(poskup)

4 Kasus yang Ditangani Komnas HAM:

* Penggusuran tanah milik Margaretha
* Pemecatan karyawan PT NSC Maumere
* Kasus tanah adat Suku Ola Lape-Rate Ule
* Kasus tanah di Manggarai


Selengkapnya...

Sebuah Catatan Lepas.....

Hari kamis kemarin setelah menyelesaikan beberapa urusan secepatnya saya memacu sepeda motor saya membelah kota Maumere yang terik bergegas menuju Hotel Benggoan 3 tempat diumumkan perhitungan akhir Pilkada SikKa 2008.Setelah sedikit bergoyang-goyang diatas sepeda motor karena jalanan yang berlobang saat memasuki kawasan hotel Benggoan 3 akhirnya saya tiba juga di lokasi bersejarah,ya disinilah tempat diumumkannya pemenang pilkada Sikka 2008 ini.Untuk yang pertama kali dalam sejarah pemerintahan Kabupaten Sikka,rakyat Sikkalah yang menentukan pemimpin mereka sendiri dan bukan lagi para anggota DPRD yang sering menyebut diri mereka wakil rakyat.
Ketika memarkir sepeda motor,aroma keramaian sudah tercium.Tepuk tangan dan teriakan-teriakan mewarnai sidang pleno KPUD Sikka kali ini.Para wartawan baik lokal maupun nasional terlihat sibuk sana-sini mewawancarai beberapa orang.
Rasanya minder juga berada ditengah orang-orang yang berpakaian rapi.Bayangkan saja,saya datang dengan jins yang belel,sobek dikedua lutut,sandal jepit,kaos oblong,kupluk hehehe dan sedikit muka tebal.Dua sahabat saya dari tim 'inimaumere' lagi berhalangan karena sedang sibuk dapat job memperbaiki belasan komputer eror di SMUN2(maklum pekerjaan utama tidak boleh dinomorduakan)jadi terpaksa saya yang terjun bebas sendiri.Ya,begitulah kami menikmati pekerjaan di dunia Cyber ini meski tidak pernah mendapatkan imbalan dan tanpa embel-embel apapun tapi sebenarnya kami mempunyai keinginan yang besar untuk mengabarkan tanah Kabupaten Sikka tercinta ini keseluruh dunia.Ya,semoga saja keinginan ini dipandang positif oleh semua orang Sikka yang peduli(kok jadinya curhat?hehehe)
Lannjuuutttttttttt.......

Suasana riuh sudah terdengar ketika diumumkannya paket SODA sebagai pemenang pemilu.Tepuk tangan dukungan dan ucapan selamat mewarnai suasana pengumuman hasil akhir perhitungan suara tersebut.
Mhhhh...ketika melihat kertas corat-coret ditangan saya tentang pengumuman rasanya ada yang kurang.Untung didepan saya terlihat bung Smith rekan saya dari Radio Sonia FM sedang bersibuk ria.Saya dekati dan minta hasil perhitungan khususnya untuk data prosentasi suara dan kerja sama ini terasa indah,saling melengkapi sesama orang dilapangan.Bedanya sonia Fm mengabarkan untuk ruang lingkup Kab.Sikka dan sekitarnya sedang kami akan mewartakan untuk seluruh dunia,ah ada rasa bangga juga....

Setelah mengetahui hasil resmi yang diumumkan oleh KPUD Sikka ruangan sidangpun mulai ditinggalkan oleh beberapa orang.Selain capek,siang hari ini juga saya sempat menikmati sedikit waktu dengan makan siang bersama bung Orrie dan bung Yudhi dua sahabat saya yang bekerja sebagai PNS di KPUD Sikka ya sambil menikmati paha ayam kampung goreng yang terasa sedap..mhhh enak gila..

Setengah jam kemudian, setelah hasil resmi saya katongi akhirnya sayapun meninggalkan aula Hotel Benggoan 3.Sempat pula saya mengucapkan selamat kepada beberapa pendukung paket SODA dihalaman parkir.Gumpalan awan mendung diatas langit menghalangi sinar matahari yang biasanya begitu terik untuk menerobos masuk.Suasana begitu sejuk sesejuk pesta demokrasi ala rakyat sikka kali ini.

Kemana arah saya sekarang?
Kali ini saya sudah memasuki halaman rumah bapak dr.Damianus Wera,wakil kepala daerah yang baru saja terpilih persis disamping kantor Panwaslu dikawasan perumahan pejabat wilayah Kota Baru yang berhadapan dengan rumah bapak Anton Pati diseberang jalan.Suasana lumayan ramai.Banyak orang yang datang mengucapkan selamat,banyak pula terlihat sekedar merokok ngobrol sana-sini di teras dan halaman rumah.Ada senyum pula di wajah mereka.Senyum kepuasan,ya senyum bahwa kerja keras mereka selama ini tidak sia-sia,tidak percuma.

Langkah kaki membawa saya kedalam rumah Bapak Dami.Terlihat Pak Dami sibuk menerima ucapan selamat.Setelah menunggu beberapa saat tibalah giliran saya,jabat erat dari Pak Dami terasa di telapak tangan saya,"selamat pak" ucap saya.Ini bukan yang pertama saya bertemu Pak Dami,sebelumnya saya pun sempat bertemu Pak Dami beberapa hari sebelum kampanye dimulai.Ya sekedar meminta biodata atau Curriculum Vitae beliau (akhirnya tidak jadi dipostingkan karena beberapa kandidat paket lain tidak kami peroleh karena keterbatasan waktu kami)untuk keperluan web kami.
"Langsung kebelakang nong,makan siang dulu"tawar beliau.Namun saya menjawab,"sudah Pak tadi di Benggoan"
"Oke,kalau begitu duduk-duduk dulu ya.."ujar Pak Dami ramah.

Beberapa orang juga masih berdatangan memberi ucapan selamat.Suasana rumah begitu meriah juga terdengar suara radio Sonia Fm yang masih terus melaporkan perkembangan terakhir.
Sebenarnya inilah kesempatan.Kesempatan untuk mewawancarai bapak Dami sehubungan dengan kemengan paket Soda,namun setelah dipikir-pikir akhirnya saya mengurungkan niat semula.Ada rasa menyesal juga tapi tak apalah lain kali masih ada kesempatan.Mau gimana lagi?Suasana begitu terlihat sibuk dan menurut saya tidak etislah apalagi ini bukan berita kejar tayang hahahaha(dasar wartawan amatir).

Beberapa lama saya duduk-duduk kula babong dengan beberapa mo'at diteras rumah,omong-omong tentang perkembangan terakhir dan lain-lain.Tak terasa beberapa rokok GG filter sudah habis masuk di paru-paru saya.Tiba-tiba terdengar bunyi dari HP saya yang sudah tak layak dijual meski seken,kemasukan sms dari rekan sejawat 'inimaumere' yang lagi bersibuk ria di SMU2.Pesannya gini,"au epae?inimaumere acak-acakan".
Ha?Sempat terkejut juga,masa seh,memangnya ada apa?Hacker bermain?Untuk apa?Ah,parahhhh..

Langsung saya pamit dan memacu sepeda motor sekencang-kencangnya.Tak berapa lama saya sudah berada di lab.komputer SMU 2.Terlihat rekan sejawat yang lagi bersibuk ria utak atik beberapa komputer."Tinggal 10% sudah selesai semua"kata mereka.
Langsung saya mengecek komputer yang tersambung internet.Mhhh...rupanya tidak,saya lagi dikerjain mereka.Begitulah mereka,selalu sirik dengan kebahagiaan orang lain hahaha saya rasanya mau doge tapi pikir-pikir sudah besar juga doge,dena meang poi hehehehe
Setelah selesai tugas mereka di SMU2 bergegas kami mempostingkan berita kemenangan paket SODA sembari ditemani rokok marlboro,filter dan kopi abc(harga mati).

Ya,begitulah sambil menikmati sedikit kemerdekaan kami tetap berkeinginan mengembangkan www.inimaumere.blogspot.com menjadi sebuah forum ekspresi orang maumere,tempat kula babong.
Meski waktu kami selalu sempit tapi kami selalu mencoba untuk setiap hari menyempatkan waktu kami sebentar untuk memuat beberapa berita terbaru.
Ya,bekerja tanpa embel-embel apapun ditengah terik matahari dengan beberapa masalah yang selalu menerpa kami ketika akan meliput sebuah berita penting adalah sebuah tantangan.Seakan semua terbayar lunas ketika melihat banyak orang maumere yang singgah sebentar di www.inimaumere.blogspot.com dan turut ikut memberi komentar disetiap postingan kami.


Lanjuttt......
Mhhh...akhirnya seiring berjalan waktu kami bertiga merasa sudah seperti wartawan benaran,hahaha ada rasa bangga juga ketika selalu bersanding dengan para wartawan senior baik dari media cetak maupun elektronik ketika bersama-sama meliput suatu peristiwa,ya inilah kami,semoga kedepannya dengan segala kekurangan kami,kami bisa tampil lebih baik lagi demi kemajuan blog sikka tercinta.Epang gawang wue wari...

www.inimaumere.blogspot.com/oss


Selengkapnya...

Wednesday 23 April 2008

Pemekaran Nusa Tenggara Timur

Wacana pembentukan Propinsi Flores

Sejak dua tahun lalu, wacana pembentukan Propinsi Flores, sebagai pemekaran dari Propinsi NTT, menghangat. Wacana ini mendapat bentuknya melalui Komite Perjuangan Pembentukan Propinsi Flores (KP3F) yang dibentuk di enam kabupaten di Flores dan Lembata. KP3F dibentuk, terutama untuk melakukan sosialisasi sekaligus mengakomodir berbagai aspirasi tentang pembentukan propinsi itu.

Bagi para pencetus, pembentukan Propinsi Flores sudah saatnya dilakukan. Hampir sama dengan motivasi pembentukan kabupaten-kabupaten baru, pembentukan Propinsi Flores dilakukan dalam rangka efisiensi pelayanan kepada masyarakat.

Dengan membentuk propinsi sendiri, para pejabat di Flores tidak harus menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk menghadiri kegiatan-kegiatan tingkat propinsi di Kupang. Mereka cukup menggunakan mobil untuk datang ke ibukota Propinsi Flores yang akan disepakati nantinya, biaya-biaya perjalanan akan lebih hemat. Hal ini sangat berbeda jauh ketika setiap pejabat dari Flores harus datang ke Kupang. Hal ini pun sangat berpengaruh terhadap jumlah kesempatan setiap pejabat berada di daerahnya untuk melayani kepentingan masyarakat.


Gagasan yang sudah muncul sejak 1959

Lebih meyakinkan lagi, para pencetus mengungkapkan bahwa pembentukan Propinsi Flores bukanlah gagasan baru, yang lahir di era reformasi. Gagasan ini sudah muncul sejak pembentukan Propinsi NTT pada tahun 1959 yang terus diperjuangan hingga akhir era 1960-an. Namun gagasan itu seperti terkubur pada era Orde Baru yang mempraktekkan pemerintahan sentralistik.

Oleh karena itu, para pencetus sangat yakin gagasan ini akan segera terealisir. Keyakinan ini lahir dari kenyataan saat ini, di mana kebebasan untuk menyatakan pendapat dan aspirasi, sangat dijunjung tinggi. Yang patut diusahakan, bagaimana perjuangan itu mematuhi koridor dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Misalnya, dengan membentuk Komite Perjuangan Pembentukan Propinsi Flores (KP3F), mulai dari kabupaten hingga pusat di Jakarta.

Dalam dialog dengan anggota legislatif, eksekutif dan masyarakat Kabupaten Lembata pada tanggal 13 Oktober 2002, Ketua FP3FL Jakarta, Anton Enga Tifaona mengatakan bahwa pembentukan Propinsi Flores belum bisa dilakukan dalam tahun 2002. Kemungkinan untuk pembentukan Propinsi Flores baru terbuka kembali setelah pelaksanaan Pemilu 2004. Ini terjadi karena rekomendasi pembentukan Propinsi Flores ini belum masuk ke Komisi II DPR RI, sementara pendaftaran pemekaran wilayah propinsi dan kabupaten/kota ditutup pada tanggal 31 Oktober 2002. Akan tetapi setelah Pemilu 2004 pun cita-cita itu belum dapat terwujud. Rupanya masyarakat Flores dan Lembata perlu menunggu hingga Pemilu 2009 atau bahkan Pemilu 2014.

Berkaitan dengan persiapan panjang menuju Provinsi Flores dalam tahun-tahun mendatang, beberapa pengamat menuturkan bahwa ada dua hal sensitif yang terlebih dahulu dicari titik temunya. Keduanya adalah calon ibukota provinsi dan suksesi kepemimpinan. Kedua hal ini dikatakan berpotensi menimbulkan gesekan dalam masyarakat antarkabupaten.

Calon ibukota

Dalam pertemuan-pertemuan FP3FL, kota Ende, Maumere, dan Mbay masuk nominasi calon ibukota provinsi. Akan tetapi segera terjadi polarisasi dalam masyarakat berkaitan dengan calon ibukota ini. Kabupaten-kabupaten di Flores Barat (Kab. Ngada, Kab. Nagekeo, Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, dan Kab. Manggarai Timur) umumnya mendukung Mbay (kota kab. Nagekeo) sebagai ibukota provinsi. Sedangkan Kab. Flores Timur, Kab. Lembata, dan calon Kab. Adonara mendukung Maumere (kota kab. Sikka). Oleh beberapa tokoh Ende diusulkan menjadi kota pelajar, budaya, dan sejarah karena dari segi ketersediaan lahan, tidak memungkinkan. Di tengah tahun 2007 masyarakt Flores,khususnya di perkotaan mendengar kabar bahwa telah ada kesepakatan di antara para tokoh masyarakat Flores untuk menjadikan Maumere sebagai calon tunggal ibukota Provinsi Flores. Sekurang-kurangnya ada 2 alasan yang dikemukakan, pertama, pembangunan infrastrukur di kota Maumere cukup memadai, sehingga jika provinsi baru ini terbentuk, ibukota Provinsi tidak dibangun dari nol. Sebaliknya, akan dibutuhkan dana yang sangat besar untuk membangun Mbay dari nol. Sebagaimana diketahui, Mbay sebagai kota kabupaten Nagekeo yang baru saja diresmikan membutuhkan dana yang cukup besar untuk membangun infrastruktur pemerintahannya, belum terhitung fasilitas publik lainnya sebagaimana layaknya sebuah kota kabupaten. Dan hal itu tentu harus dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun. Alasan kedua,sejak dulu Mbay telah dikenal sebagai lumbung berasnya Provinsi NTT. Maka, jika Mbay ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Flores, ke depan tentu pembangunan sebuah ibukota provinsi akan menuntut alih guna lahan yang cukup pesat dari lahan pertanian (persawahan) menjadi pemukiman, industri, dan komersial sebagaimana terjadi pada ibukota-ibukota provinsi lainnya. Jika hal ini terjadi pada Mbay, tentu pemda-pemda di Flores perlu mendatangkan beras lebih banyak lagi dari Sulawesi untuk menghindari kekurangan beras di Flores.

Kabupaten/Kota yang tergabung dalam Flores

Apabila Provinsi Flores terbentuk maka kabupaten-kabupaten yang bergabung di dalamnya dari barat ke timur berturut-turut yakni kab. Manggarai Barat, kab. Manggarai, kab. Manggarai Timur, kab. Ngada, kab. Nagekeo, kab. Ende, (calon) kota Ende, kab. Sikka, (calon) kota Maumere, kab. Flores Timur, kab. Lembata, dan (calon) kab. Adonara. Jadi ada 9 kabupaten definitif dan 1 calon kabupaten serta 2 calon kota.(Wilki)




Selengkapnya...

Tuesday 22 April 2008

34 Desa di Sikka Sasaran Coremab

Sebanyak 34 dari 160 desa di Kabupaten Sikka sejak tahun 2004 hingga saat ini masuk sasaran Program Coral Reet Rehabilitation and Management Program (Coremap) atau proses rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang. Dana miliaran rupiah dikucurkan untuk program ini karena dinilai berhasil mengakomodir sejumlah kebutuhan rakyat dan dapat meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan perekonomian rakyat.

Demikian dikatakan Kepala Dinas (Kadis) Perikanan Kabupaten Sikka, Ir. Mauritz da Cunha, melalui Kepala Tata Usaha (KTU), Yonas A Nenobais, dan Kasubdin Pembinaan dan Pengembangan, Ir. Angelinus Vincentius , M.Si, kepada Pos Kupang, pekan lalu. Vincentinus menjelaskan, program Coremap di Sikka sudah dimulai sejak tahun 2002-2004 dilanjutkan tahun 2005-2010. Program Coremap difokuskan pada empat kegiatan berupa peningkatan SDM dan perekonomian masyarakat.
Pertama, kegiatan vilage grand (hibah sosial) untuk kegiatan sosial berupa pembangunan sarana prasarana desa, seperti pembangunan MCK, pos pelayanan umum, pengadaan listrik, air bersih yang sudah dilakukan di 34 desa. Tahun 2007 diplotkan dana Rp 75 juta/desa. Sementara tahun 2008 sebesar Rp 100 juta/desa.
Kedua, kegiatan seed fund pemberian bantuan dana bergulir peningkatan SDM melalui keterlibatan gender, kegiatan konservasi, ekonomi produksi bagi 34 desa sebesar Rp 50 juta/desa. Ketiga, dana renovasi desa Rp 3 juta untuk 20 desa pada tahun 2007.
Keempat, kegiatan mata pencaharian alternatif. Pada tahun 2007 dialokasi dana Rp 600 juta/kabupaten, dan tahun 2008 sebesar Rp 300 juta. Kegiatan ini menggunakan pola inti dan plasma yang dikelola kabupaten. Misalnya budidaya rumput laut dan penangkapan ikan tuna/cakalang. "Program Coremap dilakukan guna meningkatkan kapasitas masyarakat, meningkatkan kesejahteraan hidup mereka dari sumber daya laut," kata Vincentius.
Ia mengatakan, hasil kegiatan Coremap di Sikka berhasil dilihat dari pencapaiannya setiap tahun. "Kami selalu evaluasi setiap tahun bersama fasilitator atau koordinator Coremap. Hasilnya, memuaskan karena kualitas hidup, kesejahteraan dan SDM masyarakat terus meningkat setiap tahun," ujarnya(Poskup)



Selengkapnya...

Dona Inez dan Dona Maria,Peletak Dasar Emansipasi Wanita

Ada masa antara tahun 1613 sampai dengan 1620, Kerajaan Sikka pernah dikendalikan oleh dua Dona atau Puteri Raja keturunan Don Alessu. Musababnya,karena sepeninggal Don Alessu tak ada putera mahkota yang dapat menggantikannya kecuali Dona Inez dan kemudian Dona Maria. Kedua ratu tidak hanya dikenal sebagai ratu yang mengendalikan Kerajaan Sikka tetapi secara khusus mewarnai kepemimpinannya dengan memperjuangkan harkat serta martabat kaum wanita khususnya penerapan Hukum Adat Ling-Weling/Ata Dualin atau "adat pembelisan" alias mas kawin.

Ratu Dona Agnes Ines da Silva

Pada zaman pemerintahan Ratu Dona Inez, Kerajaan Sikka secara khusus tetap mempertahankan balatentara kerajaan. Beliau pernah memberikan bantuan balatentara kepada Solor dan Larantuka ketika terjadi pertempuran melawan perompak dari Jawa yang mengancam agama Katolik di Solor. Sebab masyarakat Sikka yang sudah beragama Katolik berkewajiban secara moral membela sesama yang juga Katolik. Fakta historisnya dapat ditemukan dalam ungkapan-ungkapan adat yang masih selalu diulangtuturkan hingga dewasa ini.

Ratu Sikka beli wa, Jong lau Lamaoja. Lau lamaoja, Jongjawa ola tiwang /Tuke terang aur kole, tanah lama Lamakera. Lama Lamakera, Welung pedang meang mate/Lewonamang jawa, Reta Watumea mere, Watumea mere, Jong Jawa ola tiwang.//Jawa Larantuka, Suding apa mora Solor, Sikka nora Solar, tena wue nora wari

Penjelasan secara bebas menurut Edmundus Pareira:
"Akibat serangan dari Jawa terhadap orang Portugis, penyebar agama Nasrani, maka api peperangan semakin menjalar ke Solor, Larantuka, juga Sikka sebagai jaringan segitiga dalam suatu ikatan keyakinan."

Dijelaskan, Lewonamang Jawa waktu itu -menurut D.D. Kondi dan A. BoEr- sebenarnya adalah Kota Larantuka. Bahwa lasykar dari Sikka yang dikirim Dona Inez, maju dalam pertempuran, pantang mundur melepaskan pedang mereka. Mereka bertahan sebagai pohon lontar tegak di Lamakera melawan Jong Jawa (armada Jawa).

Sejarah juga mencatat bahwa Kerajaan Sikka pernah menjalin persahabatan atau persaudaraan dengan Larantuka dan Solor. Sikka dalam hal ini sebagai penengah atau pembawa damai di kala Larantuka dan Solor berselisih. Jalinan yang dimuatkan dalam baitan adat:

"Ung Baluk raning, wi neti nora urung, neti nora urung, halo Terong Lamahala. Lobo lau Terong, atang mole Lamahala, mole Lamahala, brau hala mate golo. Lobo ei Terong, tau mole Lamahala, Lamahala laeng railing, poi rado laeng pasak"

"Bahwa lasykar dari Bola, Baluk yang gagah, telah membumihanguskan terong serta lamahala.Kalau tidakl bertahan, karena kecut, pasti kalah. Bahwa lasykar Lamahala baru hanya membidik dengan senjata dan belum menembak’

Semasa hidup Ratu Dona inez,beliau pernah menjelajahi wilayah kerajaan sahabat sampai ke perbatasan Ngadha sebelah utara dan selatan. Juga ke sebelah timur di perbatasan Jawa Krowe.Sampai hari ini masih terdapat sebuah sumur yang disebut Wair Dona Inez. Juga di sebelah Bokang terdapat sebuah batu di tepi pantai yang disebut watu dona tobo (batu tempatduduk dona).

Mengenai Uru duur tada tawang, Ratu Dona Inez menasihati serta memerintah dengan tegas, agar supaya dipatuhi seluruh rakyat. Rakyat diminta untuk memelihara ekonomi, pula agar jangan ada yang mencuri, atau memasuki kebun orang, pun memetik kelapa bukan pada waktunya. Terhadap mereka harus dikenakan hukuman dan sanksi menurut ketentuan raja, misalnya dengan memberi makan kepada masyarakat setempat. Selain itu, hukuman terhadap pelanggar susila, mereka dikenakan hukuman lebih berat.


Ratu Dona Maria Du'a Lise Ximenes da Silva

Perjuangan yang telah dilakukan Ratu Dona Inez, ditegaskan lagi pada masa pemerintahan Ratu Dona Maria Du'a Lise Ximenes da Silva. Secara lebih fokus, Ratu Dona Maria da Silva menetapkan agar supaya nasib kaum wanita dilindungi, ialah dengan diadakannya penetapan belis atau emas kawin apabila seorang jejaka ingin menikahinya

Sebab menurut kata sepakat dengan tua adat Sikka bahwa seorang wanita harus dihargai martabatnya dengan emas kawin yang disebut lingweling atau ling gete weling berat. Hal ini harus didahului dengan pertunangan, yang sebelumnya kedua keluarga wajib merundingkan nilai atau ling-weling, ialah belis.

Latar belakang ling-weling atau belis memiliki dua dasar. Pertama, harga diri, agar kaum wanita dihormati dan jangan ditelantarkan lagi oleh suaminya kemudian hari. Karena wanita dianggap benda yang tak benilai, ia dianggap sebagai bola permainan mungkin juga oleh percekcokan atau tak mempunyai keturunan. Kedua, membendung kaum pria agar jangan memperbanyak selir atau membangun hidup poligami.

Dalam baitan adat dirumuskan:
Ata dua utang naha nora ling, labu naha nora weling. Naha beli wiing nora tudi manu diat nora kila bitak. Ata meng ene wua weli poi ita, a ta mahang ene hoi well poi ita. Inat au naha leto, met au naha boter.

Arti secara harfiahnya:
"Kau wanita selalu bernilai tinggi, ialah harga diri atau martabatnya. Baju atau sarung sekalipunjangan disentuh. Sedang budak orang sekali pun bukanlah hak kita. Anak orang bukanlah kuasa kita. Berarti segala wanita jangan direndahkan sebagai bola permainan, yang dikawini dan diceraikan sesuka hati."

Dengan demikian, Ratu Dona Inez da Silva dan Ratu Dona Maria da Silva telah berbuat secara berani memperjuangkan harkat dan martabat wanita jauh sebelum R.A. Kartini (1879-1904) melahirkan "Habis Gelap Terbitlah Terang" untuk barn Hawa se-Nusantara.

Diambil dari buku : Pelangi Sikka karangan M.Beding - Indah Lestari Beding




Selengkapnya...

Dialog Kosmologis Melindungi Hutan: Pada Letusan Gunung Egon

Ditulis oleh anak Maumere, Alexander Yopi Susanto,tinggal di Jakarta Selatan.
Epang gawan Mo'at..


Helaan napas panjang keluar dari mulut Dua Kesik. Dengan lincahnya perempuan tua itu memindahkan buntalan benang dari sisi kiri ke kanan. Dalam lima enam kali gerakan, ia merapatkan benang-benang itu. Menyatu pintal dengan tenunan benang lainnya. Terus menerus gerakan itu dilakukan. Di sisi terdekat dari simpuh duduknya, kelihatan kain tenunannya itu menggambarkan motif dari sebuah sarung. Seperti bangunan segi lima, teratur, indah, berwarna.


Dua Kesik menghela napas lagi. Entah apa yang mengganggu pikirannya. Menimbulkan beban pada pundak. Dengan hati seperti biru blau. Kalau dipandang dengan sekejab mata. Tanpa perhatian serius dan mendalam, nampak Dua Kesik begitu menikmati setiap gerakan dari menenunnya itu. Ia seakan ikut menari bersama sahut-sahutan benang-benang itu. Karena menemukan solidaritas dan identitas dari penyatuan dirinya dengan benang lainnya menjadi sebuah sarung. Tanpa terganggu oleh keresahan hati seorang Dua Kesik.

Setengah jam berlalu. Dari arah berlawanan muncul Nong Frans. Hitam. Berdebu. Dengan kumis pada mulut. Kelihatan sekali tempaan alam membuat otot-otot bisep trisep sang pembawa kelapa itu nampak kekar.
“Kabor kelut ko Nong?” (Kelapa muda ka Nong?) Tanya Ina Kesik.
“Eon. Kabor kubar ge Dua. Au gai pano regang. Kabor tena selung no pare.” (Bukan. Kelapa tua kok sayang. Saya mau ke pasar untuk tukar kelapa ini dengan beras) Jelas Nong.
“Tea leu poi. Puan sa ena Nurakin neni hoang gai riwa hoang sekolah nimun” (Jual saja itu kelapa. Dari tadi Nurak terus minta uang untuk bayar uang sekolahnya) Kata Dua Kesik.
“Au ma tea sai”. (Ayolah, jualah kelapa itu) Lanjutnya pula.


Egon: The Lost Paradise

Egon terlihat gagah. Di sekeliling kawahnya terburat garis lurus awan putih. Tidak ada asap. Tidak ada bunyi gemuruh. Nampak tenang agung dengan keindahan sekilas di puncaknya.

Kalau punya kesempatan merangsek ke dalam, pada isi perut di kaki pegunungan itu, akan ditemukan aneka kekayaan dan keindahannya. Beberapa jenis burung Kakatua, Nuri, Beo dengan pernah pernik warnanya, sekawanan rusa bertanduk empat, babi hutan, ayam hutan, kera, bahkan kelinci.


Beberapa kali seekor dua rusa masuk kampung. Sekejab rupa, kampung menjadi ramai. Laki-laki berumur maupun belia sama-sama mengejar rusa yang masuk kampung itu. Mirip arena balapan dengan lintasan tak berhingga. Sampai rusa itu benar-benar tertangkap.
Lain waktu, di rumahku beberapa orang di kaki gunung mengantar burung Kakatua, Nuri, atau Beo. Bulunya indah. Suara kicauannya merdu rupawan. Tetapi tidak mudah untuk mengurung burung-burung itu pada sangkar. Mereka sudah terbiasa dengan alam bebas di kaki pegunungan. Kalau tidak keburu dilepas, mereka bakal mati.


Hampir setiap sore, ketika beberapa siswa berpawai-pawai ke sekolah untuk belajar sore, anak-anak di kampung kami justru berbaris menuju hutan di kaki pegunungan itu. Mereka, yang rata-rata perempuan ragam usia itu, mencari kayu bakar. Mengambil dan mematahkan ranting-ranting pohon yang kering. Atau dahan dan batang pohon yang sudah mendekati lapuk. Semua itu dikumpulkan pada sebuah ikatan. Dibawa pulang untuk kebutuhan dapur. Menghidupkan tungku api dengan kayu-kayu kering itu.


Pada belukar hutan dan pohon kenari tua di sebuah letak, sekitar 15 kilometer dari jalan raya Maumere – Larantuka, tersembunyi mata air panas. Yang keluar terus menerus dari perut bumi oleh desakan aktivitas vulkanologi. Tempatnya masih sangat perawan. Tidak ada jebakan sejenis bendungan. Ia tercipta dari palung alam. Membaringkan aliran dari sumber panas itu mengalir di sela berisik gesekan daun-daun kenari.


Kalau sedikit menanjak ke sebuah perkampungan. Blidit, namanya. Ditemukan di sana bendungan tua yang tak terawat. Volume air yang dialirinya cukup membuat dam-dam di sepanjang bendungan itu penuh. Melimpahkan air pada sawah-sawah di Waigete. Yang membuat Waigete dikenal sebagai salah satu lumbung beras, sayur-sayuran, dan buah-buahan di Kabupaten Sikka.


Pada ketinggian itu pula, sejauh mata memandang, nampak garisan pantai dengan pasir putih yang indah. Dibalut nyiur melambai pada sepanjang garis pantai itu. Sebuah tempat di sebelah Timur yang bernama pantai Wairterang justru menjadi salah satu tujuan wisata. Pada tempat yang tenang itu, wisatawan lokal maupun asing, berebutan berjemur dan merenangi isi keindahan terumbu karang di lepas pantainya.


Pati Ahu, nama lain dari tempat di Kecamatan Waigete yang mesti juga disebutkan. Di tempat ini, ada tiga hal yang perlu diingat. Pertama, Pati Ahu adalah tempat belajar para petani dan peternak. Ada sebuah sekolah pertanian dan peternakan yang diasuh biarawan SVD. Beberapa hektar tanahnya diabdikan untuk ladang percontohan budi daya kelapa, jati putih, lamtoro, beberapa jenis sayuran, dan buah-buahan. Sementara salah satu bangunan di deretan bangunan asrama dan perumahan para karyawan, dibangun khusus sebuah asrama percontohan peternakan babi, sapi, ayam, itik, dan ikan. Semua orang yang berminat bisa belajar dari asrama orang tani dan peternak ini.


Kedua, Pati Ahu memiliki klub sepak bola kesohor. Klub yang lintas ethnis. Orang Maumere, Ngada, dan Lembata. Mereka menjadi tersohor karena berturut-turut memboyong piala bergilir antarkecamatan se-Kabupaten Sikka untuk Waigete. Tidaklah heran, pemain besutan klub ini menjadi langganan kesebelasan Persami Maumere, PS Ngada, dan PS Lembata.
Ketiga, pada salah satu tempat di kedalaman hutannya terdapat sebuah gua dengan usia puluhan tahun. Menariknya, karena di gua itu hidup secara berkerumunan sekelompok kelalawar. Gua itu disebut Gua Kelalawar. Karena mereka sesungguhnya adalah tuan atas tempat itu, sebelum ditemukan oleh peradaban. Dan menjadi daya tarik lain bagi pengunjung di daerah wisata Waigete.


Rata-rata masyarakat Waigete orang kelas menengah ke bawah. Kalau mau dipatok berdasarkan ukuran sosiologis ekonomis. Tetapi sangat tidak adil kalau selanjutnya dijustifikasi dengan ukuran seperti ini. Kerdil di hadapan statistik. Kurus di hadapan data angka kemiskinan.
Tidak ada orang asli di Waigete. Semua adalah pendatang dari wilayah Nele, Kloangpopot, Bola, Sikka-Lela. Oleh peradaban berpindah-pindah, mereka mematok hutan, membuka ladang dan persawahan, dan makan dari sistem food gathering.


Untuk para pendatang, Waigete merupakan penemuan terbesar. Seperti surga yang hilang (The lost paradise). Untuk rata-rata kondisi geografis dan kontur tanah Sikka yang kering kemarau, Waigete (sesuai namanya, Wair: air, Gete: besar) adalah kelimpahan, kesuburan, dan kehidupan. Karena itu, gerak perpindahan translokal itu pun serentak mengalir sendiri. Tanpa harus dipaksa atau diultimatum. Tanah yang subur dan air yang berlimpah merupakan berita sejuk untuk Sikka yang kering.


Surga itu pun dibuka. Dengan cantiknya, mereka meletakkan sawah-sawah itu di dataran yang subur, menanam kelapa-kelapa di sepanjang garis pantai, buah-buahan, sayur-sayuran, dan hidup dari kelimpahan tersebut. Tidak pernah terpikirkan untuk mengambil secara serakah, atau berlebihan dari hasil yang seharusnya dipetik. Mereka hidup selaras alam. Mencintai irama harmonisasi alamnya. Pada sungai mengalir, pada kicau burung, pada ranting pohon yang mengering dan batang pohon yang patah, pada ular sawah, tikus, belalang, madu hutan, terumbu, kerang, rusa, kera, babi dan ayam hutan. Yang terpikirkan oleh mereka adalah bumi mesti tetap mengeluarkan khasiat kesuburannya, tetapi tidak dengan cara dipaksakan. Diperas. Bumi hanya bisa menurunkan hujan, mengeluarkan kesuburan, kalau manusia menuruti irama alamnya. Mencintai dengan merawat, mengambil seperlunya, dan menyimpan yang lainnya di dalam tanah, untuk hari berikutnya........bersambung

Alexander Yopi Susanto,Dilahirkan di Flores, 23 Oktober 1981. Pendidikan dasar diselesaikan di SDK 051 Waigete. Pendidikan menengah pertama dan atas dihabiskan di Seminari Sint. John. Berkhmans Todabelu Mataloko, Ngada, Flores.
Bidang spesialisasi: TI, Writing n Publishing, Advokasi Tanah, Advokasi dan Pemantau Hak Anak. Sekarang tinggal di Jakarta Selatan.

tulisan ini merupakan hak cipta penulis. Barang siapa yang ingin memperbanyak atau meng-copy tulisan-tulisan ini diharapkan mencantumkan nama penulis aslinya. Dilarang keras menjiplak tulisan tanpa mencantumkan referensi!

Wue wari punya artikel tentang niang tanah kirim ke cherovita@yahoo.co.id
Akan kami postingkan..





Selengkapnya...

Saturday 19 April 2008

Selamat Datang Mo'ang Bispuh....

Ya, selamat datang Bapa Uskup MGR. GERULFUS KHERUBIM PAREIRA SVD. Selamat datang kembali ketanah kelahiran, tanah Sikka. Sungguh, inilah moment penting bagi umat Keuskupan Maumere yang lama merindukan kehadiran sosok sang gembala. Dan putra Lela akhirnya ditunjuk menjadi Gembala ditanah kelahirannya sendiri.
Kegembiraan umat Keuskupan Maumere atas peristiwa pemekaran keuskupan dari wilayah Keuskupan Agung Ende dan penunjukkan Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr sebagai uskup pertama tidak berlangsung lama. Tanggal 14 April 2007 Takhta Suci mengumumkan pengangkatan Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr sebagai Uskup Agung Ende. Semenjak itu, gereja lokal Keuskupan Maumere secara kanonik berada dalam situasi “tahkta lowong”.

Kerinduan yang hangat kehadiran seorang gembala akhirnya terjawab. Takhta Suci mengumumkan penunjukkan Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD, uskup Keuskupan Weetebula menjadi Uskup Maumere pada tanggal 19 Januari 2008. Umat Keuskupan Maumere menghayati momentum berahmat ini dengan kegembiraan dan sukacita.


Sejak Siang suasana Kota Maumere seperti diliputi rasa bahagia yang luar biasa. Umat keuskupan berbondong-bondong memenuhi trotoar sepanjang jalan dari bandara hingga kawasan Gereja Katedral St.Yosep. 
Anak-anak sekolah melambai-lambaikan bendera kuning putih memeriahkan penyambutan di setiap kawasan yang dilalui. Sungguh, setelah menikmati pesta demokrasi yang berjalan kondusif kini umat keuskupan kedatangan tamu istimewa asli berdarah Maumere. Umat merasakan keistimewaan momen yang  ditunggu-tunggu. Mengingat inilah pertama kali seorang Uskup Kelahiran Maumere dipercaya oleh gereja Katolik untuk mengembala umatnya di keuskupan Maumere.

Bapa Uskup tiba di Bandara Wai oti sekitar pukul 15.00 Wita tanggal 18 April 2008. Upacara penyambutan yang disiapkan oleh panita berjalan dengan baik. Bapa uskup yang berwajah tampan ini selalu tersenyum pada umatnya yang menyambutnya.

Bapa Uskup tiba bersama rombongan keluarga besar umat Keuskupan Weetebula yang menghantarnya. Di Bandara Wai Oti beliau dijemput rombongan para Pastor ( KURIA KEUSKUPAN ), pantia dan sejumlah umat katolik. Ketuan Panitia penjemputan Sabinus Nabu mengucapkan Selamat Datang kepada Bapak Uskup dan Rombongan disusul pengalungan selendang oleh pasangan muda mudi yang berpakaian adat Sikka.

RIWAYAT HIDUP MGR. GERULFUS KHERUBIM PAREIRA

Tempat/Tgl. Lahir : Lela, 26 September 1941 Putra kelima dari 12 bersaudara
Dari Pasangan:
Ayah : Aloysius Yulius Pareira (alm. 1963) Pekerjaan terakhir Penilik Sekolah Dasar Wilayah II Flotim
Ibu : Elisabeth Da Iku Pareira (Alm.1999)

Pendidikan :
1947 s/d 1950 : Masuk ALS (Algemene Lagere School) di Maumere kemudian di Ndao
1951 s/d 1953 : SR Lela s/d Kls. V gl
1953 s/d 1954 : Meneruskan di SR. Larantuka s/d Kls. VI
1954 s/d 1957 : SMP Seminari San Dominggo di Hokeng ( 3
1957 s/d 1961 : SMA Seminari St. Yohanes Berchmans Mataloko.
1961 s/d 1963 : Novisiat di STFK St. Paulus Ledalero
20-8-1963 : Kaul Pertama pada STFK Ledalero
1963 s/d 1965 : Studi Filsafat pada STFK Ledalero
1965 s/d 1967 : T.O.P di Seminari Pius XII Kisol
1967 s/d 1970 : Studi Theologi pada STFK Ledalero
8-12-1970 : Kaul Kekal di Ledalero
22-8-1971 : Ditahbiskan menjadi Imam di Lela oleh
Y.M. Mgr. Donatus Djagom, Uskup Agung Ende.
1973 s/d 1974 : Melanjutkan Studi pada Universitas Kepausan Salesian
1974 s/d 1976 : Universitas Kepausan Antoniano di Roma Jurusan Psikologi Pendidikan
dan Paedagogik.

Pengalaman Bekerja :

1972 s/d 1973 : Mengajar di SMP Seminari Pius XII Kisol
1977 s/d 1981 : Mengajar di SMA Seminari Pius XII Kisol
1981 s/d 1986 : Dosen APK (Akademi Pendidikan Katekis) Ruteng

Jabatan
1972 s/d 1973 : Pembantu Prefek SMP Seminari Pius XII, Kisol
1977 s/d 1978 : Prefek pada Seminari Menengah Kisol
1978 s/d 1981 : Rektor dan Direktur Seminari Menengah Kisol
1978 s/d 1982 : Wakil Provinsial SVD Ruteng
1981 s/d 1982 : Direktur Akademi Pendidikan Kateketik Ruteng
1982 s/d 1986 : Provinsial SVD Ruteng
25 Januari 1986 : Diangkat oleh Sri Paus Yohanes Paulus II Sebagai USKUP WEETBULA
25 April 1986 : Tahbisan USKUP di Weetebula
19 Januari 2008 : Diangkat oleh Sri Paus Benedictus XVI menjadi USKUP MAUMERE

Jabatan di KWI (Konperensi Wali Gereja Indonesia)
a. Anggota Dewan Moneter KWI, 1988 – Sekarang,
b. Bendahara KWI/Ketua Dewan Moneter KWI, 1994-2000
c. Bendahara KWI/Ketua Dewan Moneter KWI, 2006 - ......

Motto :
Imamat : Tuhanlah kekuatanku, madahku dan keselamatanku (MZM. 118, 14)
Uskup : Ut omnes unum sint = Supaya semua orang bersatu (Yoa. 17, 21)


Lihat Foto-foto yang diambil....Dari bandara sampai kawasan katedral




























































































RANCANGAN ACARA PERAYAAN MISA PONTIFIKAL USKUP MAUMERE
Sumber : Keuskupan

Tanggal 24 april 2008
I. SALVE AGUNG
Hari / Tgl : Kamis / 24 April 2008
Jam : 17.00 WITA
Tempat : Gereja Kathedral St. Yoseph Maumere

II. Santap Malam Bersama
III. Penutup ( Istirahat )


RANCANGAN ACARA untuk tanggal 25 april 2008

I. MISA PONTIFIKAL
Hari / Tgl : Jumad / 25 April 2008
Jam : 08.00 WITA
Tempat : Gereja Kathedral St. Yoseph Maumere

II. Bapak Uskup bersama Konselebran bersiap – siap untuk berarak ke gereja
@ Persiapan tarian perarakan depan Wisma Keuskupan menuju ke Kathedral
@ Setelah Misa Pontifikal : Bapak Uskup dan Para Imam berarak menuju ke Wisma Keuskupan selanjutnya Bapak Uskup dan Para Imam diundang menuju ke tenda resepsi.
@ undangan setelah selesai Misa Pontifikal langsung menuju ke tenda resepsi

III. Susunan Acara Resepsi Pontifikal
1. Pembukaan Oleh MC
2. Sambutan – Sambutan
3. Doa Santap Siang
4. Santap Siang ( Diselingi Atraksi-Atraksi )
5. Salaman
6. Rokatenda, Hegong Bebas & Ja’i Bersama
7. Sayonara



RANCANGAN ACARA RESEPSI


1.Jam 11.00 Wita; Bapak Uskup, Para Imam, Biarawan/wait dijemput dari Wisma Keuskupan dengan Tarian & Musik Gong Waning menuju ke gerbang tenda resepsi.

2.Jam 11.00 s/d 11.10 wita; dipandu oleh Protokol; undangan dimohon berdiri memberikan applous diiringi dengan musik dan lagu oleh koor. ( lagu daerah Sikka ) @ acara 10 menit.
3.Jam 11.10 s/d 11.13; Pembukaan oleh MC; @ Prolog 3 menit


4.Sambutan – sambutan :
-Jam 11.13 s/d 11.23 wita; Ketua Panitia @ sambutan 10 menit
-Jam 11.23 s/d 11.33 wita; Bupati Sikka @ sambutan 10 menit
-Jam 11.33 s/d 11.40 wita; Atraksi
-Jam 11.40 s/d12.10 wita; Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr ( Bpk. Uskup Agung Ende )
-Jam 12.10 s/d selesai; Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD ( Uskup Maumere )

5.Jam 13.00; Santap Siang ( Doa )


6. Atraksi – atraksi
a. Solo / Duet lagu rohani iringan musik elekton; Cons Lamak & Centus Botha
b. Sanggar Blutuk Lunung Ha ( 1 tarian )
c. Remaja Mesjid ( 1 lagu Kasidah )
d. Vocal grup Redion Voice Ordo Karmel Maumere
e. Parisada Hindu Dharma ( 1 tarian Bali )
f. Vocal Grup GMIT Kalvari
g. Sanggar BENZA ( 1 tarian )/Musik Kampung Watublapi ( Paroki Watublapi )
h. Grup Musik Akustik ALL STFK Ledalero
i. SIKKA AKUSTIK
j. All Musik ( Centus Botha & Cons Lamak / Jhon Edwin Papache dkk )

7. Salaman
8. Hegong/Ja’i/Rokatenda bersama Bapak Uskup
9. Happy Ending & Sayonara


Ada yang mau ikut acara MISA PONTIFIKAL di Maumere??



Selengkapnya...

Kota Maumere,Sekelumit Masa Lalu..

Sebuah Kota yang merupakan kebanggaan generasi masa lalu,masa kini dan masa datang.Dicuplik dari dari buku karangan Bapak E.P. da Gomez-Oscar P.Mandalangi yang berjudul 'DON THOMAS PELETAK DASAR SIKKA MEMBANGUN'


Alok Wolokoli atau Alok Sikka

Kata sahibul hikayat, bahwa WURING, BEBENG dan WAIDOKO, tiga kampung mungil yang terletak kurang lebih tiga kilometer ke jurusan barat kota Maumere sekarang, sudah terkenal sejak lama. Letak pelabuhannya yang strategis dengan teluknya yang permai dan lautnya yang cukup dalam dan bening bersih ketika itu, menjadi kolam yang aman buat para pelaut dan nelayan membuang sauh perahu atau sampannya.
Di kampung itu, bermukim para pemasak garam, orang-orang keturunan THOMAS DIDIMUS DA GAMA alias THOMAS DEDE AMANG, putra Morenho AGUSTINHO DA GAMA, seorang rasul awam keturunan Portugis yang berkarya sebagai penyiar agama Katolik.
Menurut perkiraan para sejarahwan lokal, seperti Oscar Pareira Mandalangi, bahwa THOMAS DEDE AMANG menetap di tempat ini sekitar tahun 1700. Sebelumnya ia berdiam di kampung Sikka, ibunegeri Kerajaan Sikka.

Arah ke timur WURING-WAIDOKO, terdapat kampung HEET WOLOKOLI(Heet Wolokoli sebenarnya ada di Nelle. Mereka turun ke Maumere untuk berburu di dataran Maumere yang sangat luas itu. Akhirnya sebahagian bidang tanah sekitar bukit Iligetang menjadi milik keluarga Sadipun, turunan lurus dan Sadok Lodang. Thomas Dede Amang juga memiliki sebahagian dataran itu karena ulah pertumpahan darah yang terjadi gara-gara Sadok Lodang, sehingga dibuatlah pemisahan bidang bagi Keluarga Thomas Dede Amang yang sebenarnya bemama asli Thomas Didimus da Gama.)dengan pelabuhannya ALOK WOLOKOLI, artinya pelabuhan penduduk Wolokoli. MOANG SADOK LODANG, pembesar kampung Heet Wolokoli, memberikan kepada Thomas Dede Amang, sebuah lokasi yang indah dan tampan di pinggir teluk pelabuhan tersebut. Para pemasak garam tersebut, ada yang berpindah tinggal dan meneruskarr usahanya ke Alok Wolokoli itu, karena lalu lintas angkutan laut yang ramai. Dengan demikian produksi garamnya selalu mendapat pasaran yang lumayan dan tetap.

Di situ menjadi tempat pertemuan orang-orang pedagang ash Sikka Krowe dengan pedagang Bugis, Makassar, Maluku dan Kompani Belanda. Di pinggirannya ada pula gubuk yang dibangun orang Makassar. Lama-kelamaan lokasi ini berkembang menjadi pasar barter. Selain itu tidak luput dari kemungkinan huru-hara akibat gencarnya transaksi penyelundupan candu, obat bius dan obat bedil.

Melihat perkembangan itu maka Raja Sikka DON COSMO SEMAO DA SILVA mengutus MOANG JUANG KORUNG DA CUNHA untuk menjaga dan mengatur pelabuhan Alok Wolokoli ini demi kepentingan Kerajaan Sikka. Moang Juang Korung da Cunha sebagai Syahbandar dengan sebutan "Comandanti", bertugas memetik bea pelabuhan. 

Beliau memilih tempat diam di sebelah kali Alok Wolokoli dan kemudian mendirikan KAMPUNG KABOR dan sebuah "benteng" di pantai terletak di teluk yang mencekung indah. Di depannya terhampar gugusan pulau yang timbul tenggelam di pelataran samudera biru yang luas membentang. 

Tanpa berkontak dengan penduduk asli di daratan, mereka serentak menyebut pelabuhan Alok Sikka yang dikaguminya itu dengan sebutan yang biasa digunakan pelaut Ende: MAUMERE, pelabuhan besar (bahasa Ende, ma'u = pelabuhan; mere = besar). 

Tim ekspedisi kelautan ini serta-merta mencatat nama MAUMERE untuk pelabuhan ini (ingat, nama-nama pelabuhan lain seperti Maunori, Mautenda, Maurole, Maumbawa, Mauponggo, Mauloo, Maubara di Timor dan lain-lain). Alhasil, nama MAUMERE menjadi istilah resmi dalam administrasi pemerintahan Kolonial Belanda di Batavia, dan terbawa terus sampai sekarang.

Kapan Nama "MAUMERE" Mulai Populer

Nama MAUMERE dibaptiskan oleh orang-orang Ende. Begitulah menurut versi ceritera yang diungkap di atas. Siapa pemberi nama itu, tak pernah diketahui. Dan kapan nama MAUMERE ini dimasyarakatkan dan mulai populer, juga tak ada data yang bisa menggubris bukti sejarah. Adalah Moang M. MANDALANGI PAREIRA dan EDMUNDUS PAREIRA, dua bersaudara sekandung asal kampung Sikka, pensiunan guru SD yang berminat besar dalam menghimpun dan menulis hikayat lama, menceriterakan dalam brosur stensilan "WAKE PU'ANG" tentang berbagai kemungkinan atau pendapat mengenai kapan orang mulai menyebut Alok Sikka sebagai MAUMERE.

Dalam sejarah Gereja Katolik di Flores, tersebutlah Pastor C. LEQOQ D' ARMANVILLE, SJ, tiba di pelabuhan Maumere pada tanggal 22 Mei 1881. Pastor yang kelak menjadi pastor paroki Sikka itu mencatatdalam buku hariannya: "Maumere terletak di pesisir utara pulau Flores, di teluk Geliting. Sebuah desa dengan empat dusun, yaitu Wolokoli, Kota, Kabu Kabor?) dan Wutek (Wuring?). Nama lain bagi Maumere ialah Sikka Kesik atau Sikka Lotik atau Alok Sikka, dan ada yang menyebut ALOK WOLOKOLI".

Itu berarti nama Maumere sudah dikenal sebelum tahun 1881. Malah Pastor J.P.N. SANDERS, Pr, pastor wilayah Larantuka pada tanggal 3 Juli 1861, menulis surat kepada Uskupnya di Batavia, antara lain: "Pada tanggal 20 Juni 1861 yang lalu saya telah melakukan perjalanan misi saya ke Sikka dan daerah terpencil lainnya.... Sesudah pelayaran tujuh hari, saya tiba di Geliting.... Oleh karena tak ada kerja di situ, saya naik perahu lagi dan pergi ke Maumere". Dalam laporannya yang cukup panjang itu, Pastor Sanders berulang kali menulis MAUMERE.

Sebegitu jauh tak ada data lain lagi untuk me¬yakinkan kita, sejak kapan nama Maumere itu dimasyarakatkan dan diabadikan. Dengan surat Pastor Sanders itu dapatlah disimpulkan bahwa nama Mau-mere sudah dipergunakan oleh masyarakat setempat jauh sebelum tahun 1861. Kapan persisnya, tak pernah bisa diungkit. Sementara itu sampai tahun enam puluhan dalam abad 20 ini sebutan ALOK masih terdengar dalam percakapan sehari-hari.

Ironisnya, jika benar bahwa nama Maumere yang kesohor, yang sangat dibanggakan dan dihormati ini berasal dan sebutan orang-orang Ende yang menjadi kelasi kapal. Oleh karena itu, adakah generasi sekarang mau membuat sejarah untuk merobah nama Maumere ini, misalnya menjadi kota ALOK MARIA, atau nama lain yang rasanya lebih cocok dan tepat dengan bahasa, budaya dan sejarah Sikka? Ini tergantung pada kemauan dan keberanian kita jua.

Menjadi Ibukota Pemerintahan

Sejak awal terbentuknya Kerajaan Sikka, yaitu kira-kira pada tahun 1607, pusat pemerintahan ber¬markas di kampung Sikka, di istana " LEPO GETE" (Kini di atas reruntuhan istana LEPO GETE itu, Pemerintah Kabupaten Sikka membangun kembali Rumah Adat itu pada tahun 2000 dengan biaya Rp 100 juta, untuk melestarikan sejarah, budaya dan sekaligus menjadi obyek wisata).

Terkecuali Raja SIKU KORUN DA CUNHA (sekitar tahun 1800) dan Raja PRISPIN DA CUNHA (1850) yang inenetap di Maumere.

Ketika Raja Sikka DON ANDREAS JATI XIMENES DA SILVA memegang kekuasaan (1871-1898), beliau secara resmi menerima kedatangan Misionaris pertama asal Belanda, P.C. OMZIGHT SJ, pada tahun 1873 di Maumere. Demikian pula dalam masa pemerintahannya itu, Pemerintah Belanda untuk pertama kalinya membenum seorang "Posthouder" pada tanggal 24 Agustus 1879 di Maumere. Posthouder G.A.VAN SIEK itulah yang menyarankan agar Raja Sikka sebaiknya selalu berada di Maumere. Sebab ketika itu Maumere sudah ramai sekali sebagai tempat pertemuan para pedagang dad berbagai jurusan. Termasuk para pedagang Cina yang mulai membuka toko-toko dengan menjual serba macam barang dagangan. Kehadiran raja sangat diperlukan untuk mengelola penyelenggaraan pemerintahan, mengatur ketertiban umum, mendistribusikan tanah, pengamanan daerah pelabuh¬an dan lain sebagainya.

Saran yang baik itu sangat menarik perhatian sang Raja Sikka. Secara bertahap mulai diarahkan rencana dan perhatian untuk memindahkan ibukota Kerajaan Sikka ke Maumere. Akan tetapi barn pada tanggal 26 Pebruari 1894 dipancangkanlah tiang pertama bangunan istana Raja Sikka itu di Maumere. Danpada tanggal 8 Maret 1894 diselenggarakan suatu pesta rakyat yang marak meriah dengan acara main dadu dan sabung ayam selama seminggu sebagai tanda peresmian pembangunan istana itu (di atas puing istana Raja Jati itu sekarang berdiri bangunan rumah dua bersaudara sekandung keturunan Raja Sikka, MIKHAEL DA SILVA dan RAFAEL DA SILVA). Namun demikian, Raja Sikka masih tetap saja berdiam di kampung Sikka. Beliau datang ke Maumere hanya sesewaktu apabila perlu atau diminta Posthouder.

DON JOSEPHUS NONG MEAK DA SILVA dinobatkan menjadi Raja Sikka ke-14 pada tahun 1903. Pada mulanya beliau menetap di kampung Sikka, dan barn pada tahun 1918 (tanggal dan bulan tidak tercatat), beliau mengambil keputusan untuk memindah¬kan ibukota pemerintahan Kerajaan Sikka ke Maumere (versi lain menyebutkan kepindahan itu terjadi tahun 1917, menurut tulisan P.S. DA CUNHA dalam surat khabar Mingguan "BENTARA" Ende edisi tanggal 15 Juni 1954).

Raja NONG MEAK membangun istananya, yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai "Oring Sirat", di lokasi yang sekarang sudah berdiri bangunan Losmen Lareska, sedangkan bangunan kantor pemerintahan Kerajaan Sikka (Landschaap Sikka) terletak di Kompleks Lapangan Tugu (sementara ini sudah menjadi lokasi sakral Patung "KRISTUS RATU ITANG").

Sampai dengan tahun 1944, Raja Sikka DON THOMAS terus melanjutkan pembangunan Kota Mau-mere, antara lain pasar, toko, jalan-jalan, rumah para pegawai, perkampungan penduduk, termasuk memba¬ngun istana kediaman Raja Sikka.

Raja Sikka DON THOMAS inilah yang patut ditokohkan sebagai putra daerah peletak dasar dan pemikir mula, awal modernisasi pembangunan kota Maumere. Konsepnya ini mulai dikembangkan semenjak beliau memangku jabatan Raja Sikka pada tahun 1920 hingga ajal menjemputnya pada tanggal 18 Mei 1954 di Ende. Lebih-lebih pada tahun-tahun awal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Gagasannya yang cemerlang dan karya dengan kerja keras yang tidak kenal lelah, kini dilanjutkan oleh para penerima tongkat estafet kepemimpinannya dalam tampuk pemerintahan para Bupati Kepala Daerah Otonom Tingkat II Sikka sejak tahun 1960.


Luluh Lantak Dihantam Born Sekutu

Kehadiran Jepang menguasai Pulau Flores, telah mengundang incaran Sekutu. Maka Kota Maumere yang dijadikan sebagai basis pertahanan Angkatan Perang Kerajaan Jepang, menjadi mangsa dan sasaran pemboman. Rentetan peristiwa tragis yang menimpa Kota Maumere itu, menurut catatan D.D. Pareira Kondi, adalah sebagai berikut:

1.Tanggal 23 Januari 1944 Sekutu menjatuhkan born pertama kali, dan merusakkan Toko Batu, Toko Liong, Toko Makasar; tercatat dua orang meninggal dan bayak yang terkena cedera ringan;

2.Tanggal 14 Juli 1944, diperkirakan dua puluhan pesawat udara terbang melintasi kota Maumere dan menjatuhkan bom lagi. Banyak rumah penduduk dan kantor pemerintah menjadi rusak total. Jumlah orang yang mati tidak tercatat;

3.Tanggal 17 Juli 1944 sebuah kapal Jepang yang sedang berlabuh di perairan dekat Pulau Besar, terbakar;

4.Tanggal 27 Juli 1944 Istana Raja Sikka dibumi hanguskan oleh bom Sekutu (sehari sebelumnya, tanggal 26 Juli 1944, putra sulung DON THOMAS, yaitu DON J.D.X. DA SILVA menikah dengan Nona Rosalia Kaunang di Hadakewa);

5.Tanggal 28 Juli 1944 giliran Bandar Udara Waioti terkena bom laknat itu;

6.Tanggal 31 Juli 1944 bagian lain dari Kota Maumere hancur lebur dihantam bom Sekutu. Banyak penduduk mengungsi ke pedalaman.


Sebelum pemboman itu terjadi, penduduk kota Maumere telah mengungsi keluar menuju ke kampung¬kampung untuk rnenyelamatkan diri. Sementara itu DON THOMAS memindahkan ibu kota pemerintahan ke Dihit (sekarang desa Korowuwu, Kecamatan Lela). Setelah Jepang menyerah, masyarakat kembali memasuki kota Maumere, menyaksikan Tentara Sekutu (NICA) yang lalu lalang. Penduduk mulai membenahi kembali rumah diamnya dan membangun kehidupan masa depannya.


Maumere Setelah Dibom Sekutu

Kebrutalan perang membuat Kota Maumere mengalami nasib sial. Bangunan-bangunan luluh lantak, tinggal puing. Wajahnya nampak bopeng. Patung Kristus berwarna putih yang dikagumi Tasuku Sato, hancur berantakan. Kenyataan pahit dari insiden nahas itu telah mendorong Raja Sikka DON THOMAS berbuat sesuatu. Beliau merencanakan pembangunan suatu kota bare untuk menjadi ibu kota Swaparaja Sikka yang lebih representatif, dengan memperhitung¬kan kemungkinan perluasan di masa depan oleh perkembangan pemerintahan dalam berbagai dimensi dengan segala aspek dan dampaknya.

Dengan kegiatan penelitian dan perencanaan oleh seorang ahli tata kota dari Departemen PekerjaanUmum, dibantu oleh J. DENGAH dari DPU Ende, dan dukungan ketrampilan serta pengalaman Bruder FRANS BAKKER SVD, gagasan DON THOMAS ini mulai dilaksanakan pada tahun 1947-1948. "Proyek" ini rampung menurut kebutuhan zaman itu, pada awal tahun lima puluhan. Dananya diperoleh antara lain dari Particuliere Opbow Dienst (POD) Kupang.

Sekarang kita lihat "KOTA BARU MAUMERE" sebagai kawasan elite Kabipaten Sikka. Di situ berdiri Kantor-Kantor Pemerintah, Gedung DPRD Rumah Pejabat dan Perumahan para Pegawai. Selebihnya lokasi Markas Kepolisian, Lembaga Pemasyarakatan, Pasar, Rumahsakit, Persekolahan, Biara, Kompleks Pedagangan dan Pelabuhan Laut, pusat pemukiman penduduk, dengan jalur jalan, dalam wujudnya kini kita saksikan dan nikmati, adalah bagman dan rencana penataan yang dirancang sejak masa pemerintahan DON THOMAS. 

Dalam pada itu, DON THOMAS harus dicatat pula sebagai pemikir dan pemrakarsa pembangunan Bandar Udara Waioti, yang mulai dikerjakan pada tahun 1943-1944 dalam masa pendudukan Jepang. Melihat itu semua, tepatlah jika dikatakan bahwa Raja Sikka DON THOMAS inilah fundator dan pemikir mula, awal modernisasi pembangunan kota Maumere.

Ditetapkannya Maumere sebagai ibu kota pemerintahan adalah suatu karya besar dengan makna yang sangat berharga dari para pendahulu kita. Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa posisi Maumere termasuk dalam jalur dalam" ("jalur luar" terletak di garis lurus selatan Pulau Flores, Laut Sawu), dan telah dikembangkan sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian, perindustrian, pertahanan dan keamanan, kepariwisataan, kegiatan sosial dan keaga¬maan. Prospek masa depannya cerah, karena letaknya yang tampan dan strategis, serta memiliki banyak peluang yang sangat potensial.

Gagasan dan karya DON THOMAS membangun Kota Maumere, kini terus diperbaharui, digalakkan dan ditingkatkan oleh para penerima tongkat estafet kepe¬mimpinarmya. Tentu saja oleh kemajuan zaman, apalagi dengan dana, sarana dan fasilitas yang lebih baik dan teknologi yang semakin canggih, tingkat pekerjaan pembangunan sekarang akan jauh lebih bermutu.


www.inimaumere.com



Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: 04.08 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---