Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Monday 11 April 2011

Hari Peresmian Perkawinan (Lerong Kawit)

Indahnya Pesta Adat di Kabupaten Sikka
Artikel ini merupakan sambungan dari artikel-artikel sebelumnya yang mengulas tentang tahapan perkawinan dalam adat Sikka-Krowe. Etnis Sikka – Krowe merupakan etnis terbesar dari 6 etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Sikka. Dalam struktur budaya orang Sikka sendiri, perkawinan dipandang sebagai sesuatu yang mutlak bagi kehidupan yang memiliki sifat tak terceraikan. Tercermin dalam ungkapan adat Lemer Watu Miu Ruang, Wawak Papang Miu Ruang, Naha Mate Ko Belung, Naha Bleut Ko Loar. Artinya Susah senang sama-sama, mati dulu baru dilepas, tapi bukan mati saja melainkan hancur. Sebelum melangkah pada jenjang perkawinan, akan melewati beberapa proses adat dari permulaan sampai pemberian belis. Proses ini akan sampai pada puncak acara yakni hari peresmian perkawinan. Puncak dari kemeriahaan hari perkawinan tercermin saat malakoni sebuah ritual perkawinan yang disebut dalam bahasa Sikka Tama Ola Uneng atau artinya Masuk Kamar Pengantin. Disinilah berbagai kemeriahan hadir, ketika dua insan merona bahagia menuju pintu kamar, tetapi diluar pintu para keluarga, sahabat dan undangan berpesta hingga pagi buta..

Sebelum melangkah ke Hari Peresmian Perkawinan telah dibahas tentang Tahapan Persiapan Perkawinan, sebuah tahapan yang penting dalam proses menyunting sang calon mempelai wanita. Dimulai dari Pano Ahu sampai Tung Urut Linong. Sudah baca? Kalau belum, silakan membacanya disini ya..

Setelah tahapan persiapan diatas, dilanjutkan dengan Persiapan Pembelisan, Penghantaran Belis dan Persiapan Perkawinan. Tahapan yang indah dengan mempertemukan dua delegasi dari keluarga masing-masing. Disini belis dibicarakan. Jika ada kesepakatan, akan berjenjang ke proses berikutnya. Sudah baca? Kalau belum, silakan membacanya disini ya.. :)

Oke, langsung saja. Pasti kalian telah membacanya tahapan-tahapan sebelumnya kan? Karena artikel ini akan sangat berkaitan dengan kedua artikel sebelumnya. Istilahnya satu kesatuan. Jika tak membacanya secara keseluruhan sepertinya kurang lengkap, ada yang kurang.

Lanjuuttt..


Hari Peresmian Perkawinan (Lerong Kawit)
Pernikahan adat (lerong kawit) biasa terjadi di rumah keluarga perempuan.
Bahan-bahan yang digunakan untuk meresmikan perkawinan adat adalah:

nasi (ara), Hati daging babi (wawi wateng) dan tuak (moke). Biasanya yang meresmikan upacara ialah paman pengantin perempuan (tiu) atau tua adat.

Pada hari peresmian perkawinan pengantin didandani dengan pakaian adat. Pakaian perempuan disebut kimang yang terdiri dari rok dan baju adat. Perhiasannya antara lain kalar gelang, kalung leher, anting yang terbuat dari emas, "ala gadeja" (perhiasan penutup wajah) yang terdiri dari kain dan benang¬benang yang dihiasi dengan emas.

Rambut disanggul ke atas, diikat dengan gelang emas, dan pada rambut terdapat tiga tusuk konde emas (soking telu). Tiga tusuk konde ini melambangkan tiga tahap perkawinan: persiapan, penentuan belis dan upacara perkawinan itu sendiri. Sedangkan pakaian laki-laki terdiri dari lipalensu, destar, baju dan selempang. Perhiasannya adalah lodang bahar (kalung emas) dan mone (gelang gading besar).

Kemudian pihak keluarga perempuan keluar dari rumah menuju ke tenda. Biasanya pengantin perempuan yang berjalan menuju ke tenda dituntun oleh seorang anak kecil (laki-laki/perempuan) dengan rantai kecil yang terbuat dari emas. Sementara itu pengantin laki¬ laki menunggu di tempat peresmian nikah.

Kedua pengantin berdiri di depan pemimpin upacara dan upacara peresmian dimulai. Ata pu'an (pemimpin upacara) akan mengambil sedikit nasi, hati babi dan satu luli moke lalu diberikan kepada pengantin sambil berkata:

Gea sai, wawi api ara prangang, dena dadi wai nora la'i, minu sai, tua jajing, dena dadi lihang nora lalang

[Makanlah daging dan nasi janji, minumlah moke sumpah ini agar kalian, menjadi satu ikatan keluarga].

Ketika kata-kata peresmian itu diucapkan pengantin tidak mengatakan apapun. Saat itu juga secara adat keduanya resmi menjadi suami-isteri. Upacara peresmian perkawinan itu dimeriahkan dengan gong waning dan tari-tarian hegong. Setelah peresmian perkawinan acara selanjutnya adalah pemberian nasehat-nasehat dari pihak keluarga.

Pada malam pengantin, tepatnya pada tengah malam, dibuat upacara tama ola uneng plaha oha sorong loni, artinya membentang tikar dan menaruh bantal atau menyiapkan kamar pengantin.

Sang Mempelai Pria, bahagia saat diarak tengah malam menuju rumah mempelai perempuan. Tama Ola Uneng akan segera di mulai hehehe..

Setelah kamar pengantin disiapkan, a'a gete membawa suami-isteri ini ke dalam kamar pengantin. A'a gete (tanta dari pengantin wanita) akan memberi petunjuk-petunjuk praktis tentang kehidupan berkeluarga. Keesokkan harinya (setelah malam pengantin), pagi-pagi buta saat ayam berkokok a'a gete akan membangunkan keluarga baru.

Kepada mereka a'a gete jaga ola wang menaburi dengan beras kuning (pare beret) sambil berkata:

Bua buri ganu wetang,ga'e teto ganu atong [beranaklah seperti jewawut, berkembanglah seperti bayam).


Selama empat hari empat malam setelah malam pengantin, kedua pengantin tidak boleh keluar rumah. Selama itu juga keduanya tidak boleh terkena air dingin.

Alasannya bahwa nanti perkawinan menjadi dingin. Pada hari keempat akan dibuat acara hui popo (mandi cuci).
Setelah empat malam (gumang hutu) kedua pengantin boleh mandi dan pakaian-pakaian dicuci. Hui popo ini biasanya dilakukan di sungai yang airnya mengalir (wair bang). Pengantin mandi agak ke hulu. Sedangkan keluarga lain yang ikut mandi agak ke hilir.

Maksudnya agar pakaian-pakaian yang dicuci para pengantin dijaga agar tidak hanyut oleh air. Jika hanyut hal ini akan membawa dampak yang buruk bahwa keluarga baru itu bakal tidak memperoleh keturunan. Kalau pun mendapat anak, anak itu akan berusia pendek/cepat meninggal.

Setelah pulang mandi keluarga laki-laki membawa makanan ke rumah pihak perempuan untuk makan-makan bersama. Waktu itu sisa belis diselesaikan. Termasuk balasannya kepada pihak keluarga lelaki. Kalau pun belis belum bisa dilunasi belis itu masih bisa dilunasi pada waktu-waktu mendatang.

Penundaaan belis ini mempunyai makna khusus yang biasa diungkapan demikian: ribang nopok koli tokar (harfiah: batu asa sampai aus, pohon lontar setinggi-setingginya). Maksudnya, hubungan kekeluargaan tidak akan putus sampai selama-lamanya.

Berkaitan dengan belis orang Sikka mengenal juga istilah Hama telo (injak telur). Artinya belis diberi habis sesuai permintaan pihak perempuan.

Umumnya hama telo terjadi pada perempuan dengan belis yang sangat mahal. Konsekuensinya, jika terjadi hama telo maka perempuan memutuskan hubungannya sama sekali dengan keluarganya sendiri. Ia tidak akan kembali lagi ke rumah keluarga sekalipun orang tuanya meninggal.

Setelah peresmian perkawinan ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki. Kewajiban tersebut dinamakan ngoro remang, yakni pemberian kuda, gading dan uang kepada pihak perempuan menurut kesanggupan.

Pemberian ini bukan kewajiban yang harus dilakukan karena berada di luar belis. Tujuannya hanya sebagai penghapus jerih lelah orang-orang yang terlibat pada acara pernikahan tersebut. Semua pemberian ini biasa dibagikan kepada orang-orang yang mengurus acara pesta.

Berikutnya ada acara pembersihan rumah penginapan laki-laki (jika pihak laki-laki berasal dari kampung lain).
Acara ini dinamakan ha pu halar hok blodong/roni halar, hok blodong (pemberian pihak laki-laki kepada tuan rumah tempat mereka menumpang selama urusan pernikahan).

Upacara Inisiasi di Kab. Sikka, Alex Sila, S.Fil dan Agustinus Joram, S.Fil.
Dinas Pariwisata Kab.Sikka dan Puslitbang STFK Ledalero, 2008

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

28 Warga Terancam Longsor

Curah hujan tinggi selama hampir enam bulan belakang menimbulkan tanah longsor sepanjang 100 meter. Kondisi ini mengancam keselamatan warga Desa Nitakloang dan Desa Nita, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka. Bahkan tanah longsor bisa terjadi setiap waktu terlebih ketika hujan lebat. Di lokasi sekitar 10 Km arah barat Kota Maumere longsoran ini cukup mengerikan.Kedalaman longsoran mencapai 2o meter dan lebar sekitar belasan meter. Longsoran itu menjangkau lokasi sekitar 100 meter dibibir ir kiri dan kanan jurang.Warga tak berani mendekati lokasi longsoran itu karena sewaktu-waktu tanah akan runtuh ke kalimati yang sangat terjal.Mereka telah membangun pagar yang rapat sepanjang empat meter dari pinngir jurang, mengingatkan mereka tak ke lokasi seberangnya.

Dua unit rumah warga paling riskan berdiri dipinggir jurang. Rumah itu milik Jupin, warga Desa Nitakloang dan satu rumah milik Dominikus Minggu, warga Desa Nita.

Bberepa rumpun bambu dipinngir jurang, pohon kelapa dan kakao sudah tumbang kedalam jurang dan sebagiannya akan tumbuh jika sewaktu-waktu longsor.

Tanah longsor ini bukan hanya mengancam rumah penduduk sekitar lokasi, juga dalam jangka panjang bisa memutuskan ruas ajalan kabupaten dari Nita ke Riit. Pemukiman warga disebelah utara jalan akan diteror tanah longsor jika tak segera ditangani pemerintah daerah.

Kepala Badan Penagggulang Bencana Daerah (BPBD) Sikka, Heriando Ziku, ST, telah memantau tanah longsor pekan lalu. Dia mengaku kondisinya mengerikan dan mengancan pemukiman warga. Luas tanah longsor telah diukur sepanjang 100 meter, kedalaman 19 meter dan lebar 16 meter. "Ngeri, kita tak bisa berdiri dipinggir, tanah bisa runtuh. Lokasinya sangat terjal," ujar Hery di Maumere, Jumat (8/4/2011).

Penanganan segera dalam masa tanggap darurat, ujar Hery, dengan penguatan tebing dan dasar kali pada kelompok ancaman yakni rumah penduduk sekitar 100 meter, lebar 16 meter dan kedalaman 19 meter mengancam sembilan kepala keluarga dan 28 jiwa warga, selain komoditi kelapa dan bambu.

Penanganan jangka pendek ini untuk mengurangi resiko. Kenapa mesti dilakukan tanggap darurat? "Pemicu meningkatnya debit air akibat curah hujan masih tinggi. Bila tidak dilakukan penanganan segera, longsor inimengancam ruas jalan kabupaten Nita-Riit," tandas Hery.

Badan Penanggulang Bencana Daerah, katanya, sudah melakukan evaluasi melibatkan dinas terkait dan rapat persiapan penanggulangan selanjutnya di masa tanggap darurat.

Tanah longsor ini, ujar Hery, juga telah dilaporkan tertulis kepada Bupati Sikka Sosimus Mitang, sekaligus permohonan dukungan dana penanganan kontruksi tebing dan dasar kali. Anggaran yang dibutuhkan sebesar RP. 960.234.000.

"Saya masih tunggu persetujuan bupati, masyarakat kita minta bersabar," kata Hery.(Flores Star, Senin 4 April/'11)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Monday, April 11 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---