Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Thursday 28 February 2013

Sembilan Pasangan Calon Ikrar Kampanye Damai

Ketua dan anggota KPUD awali pawai kampanye damai
Sembilan (9) Paket Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sikka 2013-2018 yang akan bertarung memperebutkan suara pemilih, menghadiri Ikrar Kampanye Damai yang berlangsung di halaman KPUD Sikka tadi pagi, Kamis (28/2/2013). Sembilan Paket tersebut adalah Damitrus, Satria, Garansi, Alex-Idong, Solid, Helo, Frendy, Aura dan An-sar. Deklarasi damai ini sebagai awal masa kampanye terbuka Pilkada Sikka yang berlangsung dari 1 maret hingga 14 maret 2013. Kampanye Damai bernuansa keakraban diteruskan dengan pawai keliling kota yang melibatkan k-9 paket beserta para pendukungnya. Ini dia Ikrar Kampanye Damai yang dibacakan secara bersama oleh 9 pasang Kandidat:
    Kami Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sikka Tahun 2013, dengan ini menyatakan kebulatan tekad:
  1. Mewujudkan kampanye yang tertib, damai, cerdas, berkualitas, jujur, dan bertanggungjawab, santun dan bermartabat; 
  2. Menjunjung tinggi rasa persaudaraan dengan tidak menghasut dan mengadu domba seseorang atau masyarakat, menghina seseorang, agama suku, ras, golongan, calon dan/atau pasangan calon yang lain;
  3. Menjaga keutuhan dan kebersamaan, dengan tidak mengancam melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok masyarakat dan/atau pasangan calon yang lain;
  4. Tidak akan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada masyarakat atau peserta kampanye; 
  5. Mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku serta tidak akan melakukan kegiatan lain yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 sumber:KPUD Sikka.


 Massa kampanye beserta 9 paket pasangan calon dipimpin petugas kepolisian menggunakan Rider menjelajahi sebagian Kota Maumere. Dibelakangnya, anggota KPUD Sikka bersama Ketua Albert Benbao mengawali deretan pertama sebelum disusul le-9 kandidat calon. Sepanjang jalan, massa pendukung masing-masing paket meneriakan yel-yel semangat yang bercorak dukungan terhadap kandidatnya. Masyarakat menyambut dengan membalas sambutan massa pendukung.
Suasana kota nampak berubah. Semangat ini menghidupkan kembali napas demokrasi setelah lima tahun dipimpin oleh SODA yang memenangkan Pemilukada 2008 lalu. Kali ini, Sosimus Mitang dan Wera Damianus 'bercerai' dan membangun kekuatan baru bersama paket mereka. Sungguh menarik.
Disisi lain, Alexander Longginus dan Roberto Diogo yang lima tahun lalu berada sebagai lawan kampanye dan terjungkal oleh kubu SODA, kali ini bersatu dalam paket Alex-Idong untuk merebut kemenangan dari massa pemilih. Ada lagi, Ansar Rera salah satu pendukung SODA yang disebut-sebut oleh banyak analisis politik sebagai kartu truf kemenangan SODA lima tahu lalu, kali ini juga ikut bertarung. Mantan Wakil Bupati dijaman Bupati Alexander Idong ini membangun kekuatan baru dengan menggandeng Poulus Nong Susar sebagai wakilnya.
Tanggal 18 Maret, rakyat Kabupaten Sikka akan memilih pemimpin mereka untuk periode 2013-2018. Siapakah yang berhak menjadi bupati dan wakil bupati berikutnya? Pilihan ada ditangan rakyat, yang terpenting mari kita wujudkan bersama Damai PILKada.

Ke-9 Paket Calon Bupati dan Wakil Bupati Sikka 2013-2018 berdasarkan nomor urut:


  • NOMOR (1) Paket DAMITRUS: Wera Damianus-Petrus Suryaputra Suwarnam  
  • NOMOR (2) Paket SATRIA: Yosef Bernadus Semadu Sadipun-Agustinus Boy Satrio 
  • NOMOR (3) Paket GARANSI: Rafael Raga dan Zakarias Heriando Siku
  • NOMOR (4) Paket ALEX - IDONG. Pasangan Alexander Longginus-F.Roberto Diogo
  • NOMOR (5) Paket SOLID: Sosimus Mitang - Silvanus Tibo 
  • NOMOR (6) Paket HELO: Heribertus Krispinus Nidi - Robertus Lodan 
  • NOMOR (7) Paket FRENDY: Fransiskus De Jeer Da Gomez dan Simon Subsidi 
  • NOMOR (8) Paket AURA: Anselmus da Lopez dan Simon Subandi 
  • NOMOR (9) Paket AN-SAR: Yosef Ansar Rera-Poulus Nong Susar


pawai kampanye damai

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

AKU PERGI - TETAPI KAMU HARUS TETAP GEMBIRA DALAM IMAN

Laporan pandangan mata dari Vatikan; oleh P. Markus Solo, SVD
Vatikan, 27/02/2013. Cuaca di kota Roma hari ini tidak seperti biasanya. Rabu, 27 Februari 2013, sebuah hari di musim dingin yang sangat indah. Matahari bersinar cerah sejak pagi. Inilah sebuah hari penting didalam sejarah Gereja Katolik: Sri Paus Benediktus XVI tampil ke publik dalam upacara audiensi umum untuk terakhir kali setelah pengumuman pengunduran dirinya dua pekan lalu. Sejak pukul 07.00 pagi waktu Roma, peziarah-peziarah sudah memenuhi Via della Conciliazione, ruas jalan panjang membujur dari Lapangan Santo Petrus hingga sungai Tiber. Di ruas jalan itu pula sudah dipasang beberapa layar lebar. Di situ terdapat beberapa titik kontrol, selain dari arah Porta Santa Anna, tepi barat, dan Porta Sant’Angelo dari tepi arah timur Vatikan. 

Ribuan polisi dan aparat keamanan pun siaga sekeliling Vatikan. Para peziarah berjuang masuk ke Lapangan Santo Petrus dan mengambil tempat paling depan supaya bisa melihat Sri Paus dari dekat dan mengucapkan kata-kata pisah yang bisa didengar oleh Bapa Suci sendiri.
Dari saat ke saat Lapangan Santo Petrus seperti digenangi lautan manusia. Mereka melambai-lambaikan berbagai bentuk dan ragam spanduk dengan tulisan bermacam-macam, seperti “Grazie Santo Padre” (Terima kasih Bapa Suci), atau “Arrivederci” (Sampai jumpa lagi), atau “Perga per noi” (doakan kami), dan berbagai tulisan dalam berbagai bahasa. Mereka pula tidak henti-hentinya meneriakkan yel-yel “Benedetto”, nama Sri Paus dalam bahasa Italia. Kadang pula terdengar teriakan “Viva il Papa” dan diikuti oleh paduan suara campur yang menggetarkan suasana pagi ini.
Tepat pkl. 10.35 pagi waktu Roma, Papa Mobil meluncur pelan, masuk ke Lapangan Santo Petrus dari samping kanan Basilika. Di belakangnya duduk Sekretaris pribadi, Mons. Georg Gaenswein, yang sudah ditahbiskan beliau sendiri menjadi Uskup Agung tanggal 6 Januari lalu dan merangkap Kepala Rumah Tangga (Prefettura) Sri Paus.
Ketika melihat Papa Mobil, massa semakin kuat dan ramai meneriakkan yel-yel seraya bertepuk tangan meriah. Setelah melewati beberapa blok untuk menyalami massa dan disaluti oleh Musik Militer dari wilayah kelahirannya, Bavaria, Jerman, beliau naik ke Singgahsana, sebuah Kursi putih yang sudah akrab dengannya sejak 8 tahun ini. Seperti biasa, sebelum duduk, beliau merentangkan kedua tangan ke arah para hadirin, seolah-olah ingin merangkul mereka satu persatu. Di saat itu keharuan mulai terasa.
Setelah rangkaian salam dan pembacaan dari Kitab Suci, beliau mulai membacakan wejangannya yang terakhir. Hadirin hening dan mendengar dengan penuh perhatian. Sering juga hadirin menyela Sri Paus dengan tepukan tangan panjang dan yel “Benedetto”, terutama ketika beliau mengungkapkan kata-kata peneguhan dan pujian yang masuk hingga ke lubuk hati pendengar.
Pertama-tama Sri Paus mengucapkan terima kasih kepada Tuhan yang telah memilih dan mempercayakan tugas ini kepadanya. Katanya:”Delapan tahun lalu, ketika sudah jelas bahwa diri saya terpilih menjadi Paus, pertanyaan yang dominan di dalam hati saya adalah: Tuhan, apa yang Kau inginkan dariku? Mengapa Engkau memilih saya? Saya tahu bahwa sejak itu saya memikul beban berat di bahuku”.
Lanjutnya: Delapan tahun yang lalu adalah tahun-tahun yang indah dan penuh arti. Tetapi juga masa-masa penuh tantangan, sehingga Gereja ibarat bahtera para rasul yang terombang-ambing di danau Genesaret. Badai dan gelombang menerjang menimbulkan rasa takut dan panik, dan Tuhan tidur di buritan. Tetapi syukur, Tuhan tidak meninggalkan bahtera ini, karena bahtera ini bukan milik kita manusia atau milik saya pribadi, tetapi milik Tuhan sendiri. Mendengar itu, massa bertepuk tangan ramai sambil meneriakkan nama Sri Paus. Beliu sadar bahwa selama masa bakti, Tuhan senantiasa dekat dengan umatNya dan menganugerahkan segala yang perlu untuk kemajuan GerejaNya.
Sri Paus juga mengungkapkan terima kasih kepada para pekerjanya di Tahta Suci Vatikan dan seluruh umat yang tersebar di seluruh dunia. Selama masa jabatannya, beliau betul merasakan dukungan dan kedekatan umat Katolik sejagad, sekalipun banyak dari mereka yang belum pernah berjumpa dengannya secara langsung.
Menjelang sambutannya yang berdurasi kurang lebih 20 menit itu, beliau meneguhkan hati dan iman umat Katolik sedunia. Katanya dalam nada getar: “Saya pergi. Itu keputusan yang saya ambil dengan sukarela. Tetapi kamu harus tetap riang gembira di dalam iman. Saya pergi bukan untuk urusan pribadi. Saya pergi untuk membaktikan diri kepada doa untuk Gereja kita yang kita cintai ini. Tuhan yang memanggil kita ke dalam satu komunitas iman, akan tetap bersama kita, memenuhi hati kita dengan harapan dan menyinari kita dengan kasihNya tanpa batas.”
Usai sambutan terakhir ini, hadirin yang saat itu sudah membludak hingga ujung Via della Conciliazione berdiri, memberikan aplaus panjang. Lambaian bendera-bendera dan spanduk-spanduk kelihatan semakin tenang pertanda sedih. Sri Paus pun berdiri, melambaikan tangan kepada hadirin. Sebuah momentum kuat yang sempat menuai deraian air mata.
Upacara dilanjutkan dengan penyampaian ucapan Salam pisah dan terima kasih dari para hadirin yang diwakili melalui kelompok bahasa Inggris, Italia, Jerman, Spanyol, Portugis, Polandia dan Arab.
Di akhir audiensi, Sri Paus dan hadirin bersama-sama menyanyikan lagu Bapa Kami di dalam bahasa Latin. Lalu beliau menutup dengan berkat terakhirnya sebagai Paus.
Beliau turun tahta. Berjalan menuju Papa Mobil, mengambil tempat duduk. Papa Mobil turun perlahan dari pelataran Basilika menuju hadirin. Tahtanya, Kursi putih, tinggal kosong.
Sri Paus bergerak keluar, diiringi aplaus panjang, memanggil-manggil namanya dan seraya air mata tetap berderai. Di atas Papa Mobil beliau terus merentangkan kedua tangannya, seakan-akan ingin membawa pergi sekitar 200.000-an hadirin bersamanya. Rangkulan lengannya tentu terlalu pendek untuk jumlah sebesar ini, apalagi untuk umat Katolik sedunia. Tetapi di dalam doa dari atas bukti Mons Vaticanus, beliau dan seluruh umat Katolik di lima benua akan tetap bersatu. Terima kasih Bapa Suci Bekediktus XVI.

P. Markus Solo, SVD Tahta Suci, Vatikan
Selengkapnya...

Cinta dari Tanah Maumere

maumere/rulli said
Bunyi klakson tanpa jeda, diiringi teriakan dua sopir yang saling berbalasan, menyambut saya di bandara yang dulunya bernama Wai Oti itu. Keduanya sedang memperebutkan seorang penumpang, yang akhirnya menolak menumpang di kendaraan mana pun. Sesaat saya menghela napas, sambil membiarkan tubuh ini terbiasa dengan sergapan udara panas Maumere. Sebuah tepukan di bahu, yang segera bersambut menjadi pelukan erat, seketika mengubah penat jadi tawa. Beberapa menit kemudian, saya sudah duduk di dalam mobil Daihatsu renta yang berderit-derit setiap melintasi jalan yang tak mulus. Sang pengendara mobil, Karel Siga Siprianus, warga Maumere yang menjemput saya, berujar bahwa saya datang di saat yang tepat. “Ini musim hujan. Di musim kemarau, tanaman mengering, dan tanah jadi tandus,” katanya, sambil menunjuk gugusan bukit hijau di kejauhan, yang mengingatkan saya pada pemandangan negeri para hobbit dalam film The Lord of The Rings.

Dentuman suara musik kencang yang berasal dari kendaraan umum yang lewat, mengagetkan saya. Tak disangka, ternyata hampir semua angkutan umum berlomba-lomba memasang musik dan pengeras suara dengan volume pada posisi paling kencang!
Memasuki Desa Nita, tempat kediaman Karel, kendaraan makin sepi. Jalan menyempit, dan rumah makin jarang. Mata saya terpaku pada satu dua makam yang berdiri di halaman rumah. Menurut Karel, mereka sengaja menempatkan makam anggota keluarga di halaman rumah agar merasa selalu dekat dengan kerabat yang sudah wafat.
Perjalanan 4 jam dalam pesawat dari Jakarta, dan sekitar 45 menit perjalanan darat, membuat perut saya langsung berbunyi begitu mencium aroma sedap makanan. Mata saya terbelalak takjub memandangi hamparan sajian sehat di atas balai bambu di halaman rumah Karel. Kepulan hangat sepiring nasi merah yang dicampur dengan kacang hijau, berpadu sedapnya aroma ikan kerapu bakar dan tuna kuah asam yang disebut mage wair. Uniknya, ikan disajikan bersama dengan potongan avokad Maumere yang terkenal lezat itu. Rasanya ternyata klop, lho!
“Ini hasil dari ladang sendiri. Di sini, beras merah lebih murah daripada beras putih karena kami tanam sendiri,” ujar Karel, bangga. Ryan, seorang warga Maumere lain yang ikut bersantap, menambahkan, “Kami hanya makan buah-buahan segar. Yang jatuh ke tanah, sudah jadi jatah hewan ternak,” katanya berkelakar. Epang gawan! Begitu ia mengajari saya berucap terima kasih dalam bahasa Maumere, setelah selesai bersantap.
Megahnya Kesederhanaan Lapangan itu tidak terlampau luas. Di ujungnya, berdiri sebuah panggung yang juga tidak begitu besar. Tenda-tenda dari bambu dibangun di sekeliling lapangan. Warga dari berbagai kabupaten di Flores sudah berdatangan di halaman Gereja Katedral St. Yoseph, Maumere, yang tepat berdiri di seberang lapangan. Pandangan saya terhenti pada sekelompok warga yang datang dari Kabupaten Nagekeo, sekitar 300 km dari Maumere. Seorang ibu paruh baya yang mengenakan kain tenun ikat tampak kesulitan turun dari truk yang ia tumpangi bersama sekitar 20 penumpang lain. Mereka akan menari sebelum misa akbar yang mengawali festival budaya bertajuk Maumere in Love yang akan berlangsung seminggu.
Di tempat yang sama, 23 tahun lalu, sekitar 300.000 umat dari seluruh penjuru Flores berbondong-bondong datang untuk mengikuti misa akbar yang dibawakan pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Yohanes Paulus II. Mendiang Sri Paus bersikeras bermalam di Maumere, meski saat itu ibu kota Nusa Tenggara Timur ini belum memiliki hotel yang bisa dianggap layak untuk menyambut tamu negara. Seminari Tinggi Santo Petrus Ritapiret kemudian terpilih menjadi tempat bermalam. Bersama dengan Seminari Ledalero, kedua sekolah tinggi ini dikenal sebagai ‘matahari intelektual dari Timur’ yang telah menghasilkan banyak imam yang tersebar di berbagai negara.
Agama yang tumbuh berdampingan dengan sentuhan budaya lokal membuat misa di Maumere terasa lebih anggun dan sakral. Aplikasi tenun pada jubah imam, alat-alat musik tradisional, menjadi ciri khas tersendiri. Seorang pria yang memutar tubuhnya, berporos pada sebatang bambu, menjadikan tarian Tuaiteleu dari Desa Watublapi, Kabupaten Sikka, paling menyita perhatian.
Saya meninggalkan keriuhan setelah matahari beranjak turun. Niat hati ingin mengintip pemandangan bawah laut dengan snorkeling. Sayang, hujan turun begitu saya menyusuri Pantai Kajuwulu, di pesisir utara Kabupaten Sikka, tak sampai sejam dari Kota Maumere. Jadilah saya harus puas hanya memandangi hamparan pantai berpasir putih yang ramai dikunjungi keluarga dan anak-anak muda tiap sore itu.
Pesona bawah laut Maumere telah pulih pascatsunami tahun 1992. Setelah Alor, Maumere adalah lokasi diving favorit di NTT. Di sekitar Maumere, terdapat tiga lokasi favorit untuk snorkeling dan diving: Sea World Club Resort, Ankermi Happy Dive Resort, dan Sao Wisata Diving Center.
Sea World dan Sao Wisata berlokasi di Pantai Waiara, 10 – 14 kilometer dari Bandara Frans Seda dan pusat Kota Maumere. Sementara Ankermi, yang paling direkomendasikan, terletak di Watumita, 29 kilometer dari pusat kota. Dengan 20 dolar AS (±Rp200.000), Anda bisa snorkeling dari Sea World ke Pulau Babi dengan satu kapal berisi minimal empat orang. Sedangkan untuk diving, dengan biaya 80 dolar AS (±Rp800.000), tiap penyelam mendapat perlengkapan dan makan siang. Sementara di Ankermi, satu kapal dengan minimal tiga orang, bertarif 35 euro (±Rp394.000) per orang untuk diving.
Menelusuri Jejak Sejarah Keesokan paginya, saya memilih memisahkan diri dari keramaian, menuju ke Desa Sikka, sekitar 25 kilometer dari pusat Kota Maumere. Para mama (panggilan untuk ibu) yang menenun di halaman rumah, anak-anak yang bersenda gurau saat berjalan kaki ke sekolah, menjadi pemandangan yang membuat senyum terkembang.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba Ryan, yang saat itu mendampingi saya, mengajak berkunjung ke sebuah rumah. Di halaman belakang, kepulan asap menyeruak dari periuk tanah liat di atas tungku berbahan bakar batok kelapa. Seorang lelaki paruh baya dengan sigap memanjat pohon lontar untuk menyadap nira. Sadapan itu kemudian dijerang di atas api dan disuling dengan pipa bambu. Hasil penyulingan itu lalu dikemas dalam botol untuk dikonsumsi sendiri dan dijual. Masyarakat setempat menyebut arak tradisional ini dengan nama moke atau sopi.
Sebotol moke dalam kemasan botol 600 ml dijual Rp20.000 – Rp25.000. Para petani, terutama pria, biasa membawa moke sebagai bekal minum saat berladang, begitu juga dengan para pedagang di pasar. Namun, moke dengan kualitas terbaik biasanya hanya disajikan pada akhir pekan dan acara-acara adat seperti pesta pernikahan. Sebagai pendamping hidangan utama, disajikan juga sirih dan pinang yang biasa dikonsumsi para mama.
Tak heran, sirih dan pinang menjadi komoditas yang paling banyak diperdagangkan di pasar. Pedagangnya pun mengunyah sirih sambil berjualan. Pemandangan itulah yang saya lihat di Pasar Geliting, yang terletak di Kecamatan Kewapante, saat meneruskan perjalanan ke Sikka. Di pasar yang konon berusia lebih dari 100 tahun ini, para wanita paruh baya berjual beli sambil mengenakan kain tenun ikat mereka. Di sudut lain, anak-anak muda yang juga membuka lapak tampak asyik mendengarkan musik dari headset, menunggu pembeli.
Kebanyakan hasil bumi dijual masih dalam bentuk asli, seperti umbi keladi berukuran raksasa, dan biji kenari yang masih terbungkus dalam kulitnya yang keras. Perpaduan hiruk pikuk pasar, dengan latar laut dan gunung, menghasilkan pemandangan langka yang menakjubkan.
Menjelang tengah hari, kami sampai di Gereja Santo Ignatius Loyola, Sikka. Gereja ini menjadi saksi sejarah masuknya agama Katolik di tanah Flores. Gereja yang mulai dibangun tahun 1893 itu diresmikan oleh Pastor J. Engbers S.J. pada 24 Desember 1899. Namun, sejarah gereja di tepi pantai Laut Sawu ini bermula jauh sebelum itu.
Pada abad ke-15, Raja Sikka, Moang Lesu Liardira Wa Ngang, bertualang ke Selat Malaka. Di sana, ia bertemu para misionaris Portugis, dan kembali ke Sikka dengan nama baptis Don Alexu Ximenes da Silva. Sejak itu, Sikka kerap dikunjungi misionaris Portugis yang menjelajah hingga ke Maumere. Tahun 1617, pastor pertama ditempatkan di desa ini.
Meski bangunan gereja ini bukanlah gereja yang didirikan da Silva, berbagai tradisi yang dimulai sejak abad ke-14 itu masih berjalan hingga sekarang. Seperti tradisi Logu Senhor, prosesi menunduk di bawah salib, yang selalu dilakukan menjelang hari raya Paskah. Misa tiap Minggu di Gereja Sikka juga masih dilangsungkan dalam bahasa Latin. Makam dan juga kediaman Raja da Silva yang berupa rumah panggung pun masih bisa dilihat di bagian belakang gereja.
Selain Natal dan Paskah, bulan Mei dan Oktober menjadi masa datangnya banyak wisatawan ke Maumere. Tak hanya wisatawan Nusantara, tapi juga mancanegara. Dalam tradisi Katolik, dua bulan ini adalah masa untuk mendekatkan diri kepada Bunda Maria. Saat itulah, patung Bunda Maria Segala Bangsa ini ramai dikunjungi. Patung ini dapat dikunjungi dalam perjalanan dari Sikka ke Maumere.
Patung yang diresmikan pada bulan Mei 2005 itu dibangun di Bukit Nilo, Keling, Desa Wuliwutik, Kecamatan Nita, sekitar 10 kilometer dari Maumere. Patung setinggi 28 meter tersebut disangga empat tiang yang berhiaskan motif tenun ikat Sikka. Di sekelilingnya terhampar tempat yang cukup luas untuk berdoa, lengkap dengan lilin.
Di malam hari, cahaya lilin dan lampu dari dasar patung menciptakan pemandangan yang menakjubkan. Saat siang, dari atas bukit ini, pengunjung dapat melihat indahnya Kota Maumere dari ketinggian 1.600 meter. Perjalanan untuk sampai di patung ini butuh perjuangan menaiki lereng dengan kemiringan 45 derajat.
Keriaan kian memuncak saat saya kembali ke lapangan Gereja St. Yoseph, Maumere,. Malam itu, tak ada batas antara penonton dengan penyaji atraksi. Karena tahu bahwa itu adalah hari terakhir saya di Maumere, beberapa anak muda memaksa saya ikut menari di lapangan. Sekitar 50 orang membentuk lingkaran besar, bergandengan tangan, menari sambil menyanyi diiringi musik berirama cepat. Aliran listrik yang sempat padam beberapa kali tak menyurutkan kegembiraan.
Lagu tradisional Maumere, Gemu Fa Mi Re masih terngiang di kepala saat deru turbin pesawat mulai berputar cepat. Setelah menyimpan kain kenang-kenangan dengan mata sembap, penumpang di sebelah saya, Pauline, berkata, “Mereka bilang, Indonesia meninggalkan mereka jauh di belakang.” Saya tersentak. Saat melongok ke jendela, Flores tampak tinggal sebuah pulau kecil tertutup kabut di tengah hamparan samudra. (f/http://www.femina.co.id)
Selengkapnya...

Diskusi Terbuka Tidak Dihadiri 9 Pasangan Kandidat

GMNI Kecewa

Melompong. (foto: Oshy Lelo)
Herimanto Ciko, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional (GMNI) Cabang Sikka mengatakan sangat kecewa atas gagalnya diskusi terbuka yang sedianya menghadirkan sembilan paket asangan calon bupati dan wakil bupati Sikka periode 2013-2018. Panel Diskusi yang bertema "Menuju Sikka Satu Yang Pro Rakyat" menurut Ciko tidak dihadiri 9 paket pasangan calon. Ciko mengaku tidak ada komfirmasi atas ketidakhadiran 9 paket kepada panitia diskusi. Menurut alumni Universitas Nusa Nipa Maumere tersebut, sebelum digelar diskusi terbuka, panitia telah melayangkan undangan ke 9 paket dan dikomfirmasi akan hadir. 

Namun mendekati waktu yang diharapkan, tak satupun paket yang menampakan dirinya pada diskusi yang menghadirkan beberapa panelis senior. Akhirnya tenda sepi. Delapan belas kursi yang sedianya disiapkan untuk tempat duduk para kandidat terlihat kosong melompong.
Dalam pesan singkat lewat ponsel, diberitahukan bahwa panel diskusi para kandidat tersebut akan berlangsung Rabu (27/2/2013) pukul 18.30 wita. Namun sejak waktu tersebut, belum ada tanda-tanda akan dimulai. Waktu kian berjalan. Panitia penyelenggara mulai kelihatan gelisah. Sejumlah masyarakat umum mulai merapat keruang diskusi. Namun hingga pukul 22.00 wita tenda nampak tetap sepi. Ke-9 paket pasangan calon tidak menampakan kehadiran mereka ditengah-tengah penyelenggara.
Untuk menghidupka suasana, waktu diisi dengan berbagai hiburan. Namun tetap saja tak mampu menghapus rasa kecewa yang nampak dari raut wajah panitia.
Akhirnya perlahan-lahan tenda mulai sepi. Sejumlah orang yang hadir dan ingin menykasikan para calon yang akan memimpin daerah ini memaparkan secara gambalang dengan argumentasi rasional perlahan beranjak pulang. Tinggalah Ketua GMNI Sikka beserta beberapa  rekannya. "Kami tetap disini sampai pagi," demikian ungkap Ciko.
Ketidakhadiran 9 paket pasangan calon tersebut kemungkinan bisa jadi karena terbentur waktu dengan sosialisasi para paket yang saat ini sedang gencar-gencarnya menarik massa pemilih diberbagai wilayah dengan menjual berbagai program, visi dan misi.
Panel Diskusi yang menghadirkan 9 pasangan kandidat ini bukan yang pertama. Sebelumnya, Perhimpunan Mahasiswa Maumere Makasar mengadakan debat kandidat di Hotel Silvya Maumere. Kemudian Keuskupan Maumere, Puspas yang disiarkan Sonia FM Maumere juga menyelenggarakan Debat Kandidat di Aula Bunda Hati Kudus Frateran Maumere, 18 Februari.
Info berikutnya, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sikka yang merencanakan gelar Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Periode 2013-2018, pada 14 Maret 2013 di Hotel Sylvia Maumere.
www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Bliran Sina, Warna Budaya Sikka

Dari Kampung Menuju Dunia

Pukulan etnik musik tradisional gong waning perlahan menaikan emosi. "Mari ita Soka," ajak seorang Moat. Soka dalam bahasa Sikka artinya menari. Yap, lelaki gagah yang mengenakan kostum tradsional Sikka ini mengajak saya bergembira. Tapi saya enggan menari, bukannya tak mau. Sebabnya, kesempatan emas mengabadikan moment spesial inilah yang menghadang keinginan saya. Dan menarilah semua orang. riang gembira dan penuhsuka cita. Secuil kisah ini terasa hangat ditengah mendung tebal di Lokasi Hotel Sao Wisata Waiara, 10 Km dari Kota Maumere, Kabupaten Sikka. Kisah ini terjadi hari Sabtu (23/2/13) lalu, dimana saat itu, salah satu sanggar budaya terbesar di Kabupaten Sikka menjadi biang dari keharmonisan. Bliran Sina. Yap, Sanggar Bliran Sina nama yang telah menndunia lewat berbagai event diberbagai negara. Perhelatan budaya di Sao Wisata dikhususkna bagi para pelancong domestik maupu maupun mancanegara sekaligus menyisipkan sebagian sumbangan bagi para korban letusan Gunung Rpkatenda di Palue.

Moment spesial diisi dengan berbagai atraksi menarik. Selain anak-anak kecil yang terampil menggebuk alat musim gong waning, hal menarik lainnya ditunjukan para mama yang mempertontonkan rahasia pembuatan tenun ikat dengan menggunakan bahan dan zat pewarna alam.
Bukan hanya disitu. Pada kesempatan yang berbahagia tersebut juga dipertontonkan pula tarian-tarian khas daerah, serta perlombaan pengelolahan makanan bergizi dari bahan lokal. Uniknya, makanan lokal dari bahan pangan tersebut tanpa camur tangan dari material kimia. Keunikan ini telah dikembangkan sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat setempat. "Bukan hanya beras yag bisa menjadi bahan utama, sekeliling kita masih banyak tanaman yang siap menggantikan beras, yang lebih bergizi," bisik salah seorang mama.
Ditengah kegembiraan tersebut, Bliran Sina seperti biasa memamerkan tenun ikat hasil kreasi ibu-ibu dengan harga bervariasi. Selain tenun ikat, berbagai pernak pernik unik lainnya digelar. Siapapun bisa memperolehnya dengan harga variatip.
Bliran Sina merupakan sanggar budaya yang intens melakukan kegiatan seni budaya Sikka diberbagai tempat. Sanggar ini sangat terkenal dikalangan wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang pernah ke Kabupaten Sikka.
Sanggar Bliran Sina menyimpan potensi budaya lokal yang dikelolah dengan baik. Lewat sanggar yang mempertunjukan kesenian dalam bentuk tarian, nyanyian dan tenun ikat menyumbangkan kontribusi dalam meningkatkan sumber daya manusia dan perekonomian masyarakat setempat.
Sanggar yang saat ini dipimpin Daniel David ini didirikan tahun 1983. Tujuan sanggar itu adalah menjaga warisan seni budaya Watublapi, khususnya kain tenun ikat.
Sanggar tersebut berlokasi di Watublapi, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, NTT.



 
www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Uskup: Calon Korupsi, Jangan Pilih

Pilkada Sikka dan Pilgub NTT

Jelang Pilkada Sikka dan Pilgub NTT, Uskup Maumere, Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD, mengeluarkan surat gembala bagi umat katolik di Sikka. Umat diminta memahami rekam jejak politik masing-masing calon. Tidak boleh memilih calon-calon (Bupati Sikka dan Gubernur NTT) yang secara publik diketahui berdasarkan rekam jejak politiknya berseberangan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh gereja seperti korupsi. "Surat gembala ini agar menjadi tuntunan bagi umat guna memilih pemimpin di Sikka dan NTT tanggal 18 Maret 2013 nanti. Apalagi Sikka mayoritas katolik dan calon pemimpinnya banyak katolik. Tujuan politik itu kan baik untuk mensejahterakan orang. Oleh karena itu, calon pemimpin jangan mementingkan jabatan. Jangan mengutamakan dirinya dan keluarganya. Tetapi untuk kesejahteraan orang banyak, terutama orang kecil," kata Uskup Kherubim di Istana Keuskupan Maumere, Selasa (19/2/2013) siang.

Uskup Kherubim menjelaskan, dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Sikka dan Gubernur NTT nanti, akan berurusan dengan dua hal penting.
Pertama, pengembangan sistem politik yang lebih baik yang menjamin kehormatan terhadap harkat pribadi manusia dan kesejahteraan bersama, khususnya peningkatan kesejahteraan sebagian besar warga yang sebagian besar miskin.
Kedua, pemilihan kepala daerah diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang memiliki kemampuan dan kepedulian untuk menyelenggarakan satu pemerintahan yang bersih dan mendukung nilai-nilai yang dianut.
"Acuan yang diajarkan oleh gereja ini menjadi penting pada saat ini ketika rakyat kebanyakan hanya dimobilisasi oleh kepentingan politik segelintir orang, politik uang yang merasuk sampai ke desa-desa. Sangat lemahnya, lembaga-lembaga pengawas, suku dan agama sering ditunggangi oleh segelintir elit untuk kepentingan politik sesaat. Berkembangnya apatisme politik di kalangan warga, kesejahteraan rakyat belum sungguh diperhatikan dalam penyelenggaraan negara dan korupsi yang terus merajalela di tengah penegakan hukum yang sangat lemah," kata uskup.
Dalam surat gembalanya, Uskup Kherubim menekankan sembilan hal penting.
Pertama, terlibat secara aktif dalam kegiatan pemilihan kepala daerah Kabupaten Sikka dan Gubernur NTT. Pastikan bahwa Anda terdaftar sebagai pemilih, terlibat dalam kegiatan pemilihan dan ikut mengawal prosesnya.
Kedua, tidak terlibat dalam praktek politik uang.
Ketiga, tidak menyebarkan isu-isu dan bersikap kritis terhadap isu-isu yang disebarkan. Berdiskusilah secara dewasa di dalam KUB, stasi, paroki dan dipelbagai kelompok kategorial serta secara bebas menentukan pilihan tanpa tekanan dari pihak manapun.
Keempat, tidak tergoda oleh kepentingan jangka pendek memilih orang tertentu demi uang atau karena calon berasal dari suku atau agama yang sama. Berpikirlah dan bekerjalah untuk perubahan yang lebih berkelanjutan dan jangka panjang.
Kelima, semua pastor paroki untuk bekerjasama dengan rekan-rekan fungsionaris pastoral lainnya, lembaga-lembaga gereja dan organisasi lain serta orang-orang yang berkehendak baik merancang dan melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi di KUB-KUB agar umat katolik dan siapa saja yang bersimpati secara sadar dan bertanggung jawab mengembangkan komunitas politik di wilayah ini sesuai dengan nilai-nilai kristiani.
Keenam, pilihlah pemimpin yang sungguh-sungguh mampu dan mempunyai komitmen untuk memperjuangkan prinsip-prinsip politik yang kita dukung. Saudara-saudari perlu memahami rekam jejak politik masing-masing calon.
Ketujuh, hendaknya saudara-saudari tidak boleh memilih calon-calon yang secara publik diketahui berdasarkan rekam jejak politiknya berseberangan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh gereja seperti korupsi.
"Saya meminta perhatian kalian secara khusus pada kasus-kasus korupsi yang terjadi di wilayah kita. Korupsi merupakan salah satu sebab pokok keterbelakangan wilayah ini dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia," ujar Uskup Kherubim.
Kedelapan, untuk semua pastor paroki, biarawan-biarawati tidak boleh menjadi anggota tim sukses dan mengiring umat untuk memilih pasangan calon tertentu.
Kesembilan, bagi yang bekerja di media massa supaya kembali ke misi dasar dari media massa yakni memperjuangkan kepentingan publik dan secara kritis mengontrol pelbagai kekuatan yang bisa merugikan kepentingan masyarakat banyak termasuk negara.
"Saya mengajak kalian semua untuk melakukan investigasi secara mendalam dan membuat pemberitaan secara kritis, tidak hanya sekadar mengikuti para pihak yang memberi keuntungan sesaat," papar Uskup Kherubim.(pos-kupang.com)
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Thursday, February 28 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---