Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Friday 28 January 2011

Mengintip Gunung Rokatenda..

Di Kabupaten Sikka, Flores, terdapat dua buah gunung berapi yang masih aktif, yakni Gunung Egon yang berada didaratan Flores serta Gunung Rokatenda yang berdiam di Pulau Palu’e. Keduanya sampai dengan saat ini masih dalam pengawasan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dengan status Waspada. Didaratan pulau nan gersang Palu’e, Rokatenda berdiam dalam kesunyian mendalam namun mampu menghentak tidur kala dirinya mulai menggeliat. Letusan terhebat terjadi pada 4 Agustus - 25 September 1928, yang sebagian besar terjadi karena tsunami menyusul gempa vulkanik. Penduduk Palu'e saat itu sebanyak 266 jiwa.
Letusan terakhir terjadi pada tanggal 23 Maret 1985 dengan embusan abu mencapai 2 km dan lontaran material lebih kurang 300 meter di atas puncak. Lokasi letusan berada di lereng tubuh kubah lava tahun 1981, sebelah barat laut dengan ukuran lubang letusan 30 x 40 meter. Tidak ada korban jiwa dalam letusan tersebut

Pada tanggal 16 Januari 2005, Rokatenda kembali menunjukkan aktivitasnya sehingga status siaga ditetapkan.

Gunung yang bertipe strato ini merupakan lokasi tertinggi di Pulau Palu'e dengan ketinggian 875 meter. Rokatenda sendiri secara geografis terletak di koordinat 121° 42' bujur timur and 8° 19' lintang selatan.

D puncaknya sendiri, terdapat dua buah kawah dan tiga buah kubah lava. Tidak di dapatkan informasi nama kawahnya. Ketiga kubah lava tersebut masing-masing terbentuk pada tahun 1928; 1964 dan 1981. Letak kubah lavanya membentuk pola garis lurus berarah Utara Selatan.

Untuk mencapai Gunung Rokatenda bisa melewati Kampung Awa yang terletak di Pulau Palue dan dapat dicapai dari Maumere dengan menggunakan perahu motor selama ± 6 jam perjalanan.
Selain itu, Gunung Api Rokatenda juga dapat dicapai dari Pos Pengamatan gunungapi Gunung Rokatenda, yang berada di kampung Roka dengan menggunakan perahu kayu bermotor, yang ditempuh selama ± 2 jam perjalanan ke Kampung Awa. Sedang kampung Roka dapat dicapai dengan mobil dari Ende atau Maumere.

Jika ingin melakukan pendakian kepuncaknya dapat ditempuh dari 2 jalan/jalur yaitu dari sebelah Barat (Kampung Ona) dan dari sebelah Utara (Kampung Awa). Lama perjalanan menuju puncaknya ± 4 jam.

Gunungapi Rokatenda disebut sebagai gunungapi bertipe strato karena merupaka letusan gunungapi yang bersifat efusif dan eksplosif yang menghasilkan perlapisan dari lava dan endapan piroklastik. Rokatenda bersama 22 gunung api aktif lainnya, berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Geologi Nasional Kementerian ESDM berada dalam status waspada.

Gunungapi Rokatenda terletak di Pulau Palue, sebuah pulau yang secara geografis berada di wilayah Kabupaten Ende namun secara history dan administratif masuk kedalam wilayah pemerintahan Kabupaten Sikka.

Pulau Palue sendiri luasnya ± 39,5 km2 dengan hasil utama pertanian antara lain : jagung; kacang tanah; kacang hijau dan pisang. Pulau ini sarat akan budaya dan adat istiadat yang masih kental dan terus dipelihara oleh generasinya hingga sekarang. Rokatenda juga merupakan nama tarian legendaris muda-mudi yang sangat terkenal di tahun-tahun lampau. Penduduk asli pulau ini kebanyakan merupakan warga perantau dan dari pulau inilah, Wera Damianus, Wakil Bupati Kabupaten Sikka sekarang ini (2008-2013) berasal.

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Di Meja Makan Fitnah Itu Berakhir...

Dua dari tiga wartawan korban pemfitnahan: Slamet Kurniawan (Wartawan Sun Tv) dan Wentho Agustinus Eliando (Wartawan Flores File) oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bernadus Nita, sabtu pekan lalu sepakat menyelenggarakan masalah yang ada melalui jalan damai. Pada kesempatan ini, Kadis DKP menyampaikan permohonan maaf. Usai sepakat damai, dua wartawan korban yang didampingi Kuasa Hukum Merdian Dado dan beberapa wartawan yang bertugas dijamu makan siang oleh Kadis DKP.
Sementara satu korban pemfitnahan wartawan Suara Flores Aoysius Yanlali alias Yanes tidak hadir saat mediasi damai dengan alasan ia tetap komitmen membawa kasus itu ke jalur hukum. Yanes tetap mendesak agar penyidik tidak menghentikan pengusutan kasus ini sebelum ada kepastian hukum di sidang pengadilan.

Merdian Dewanta Dado selaku Kuasa Hukum wartawan korban pemfitnahan yang dikonfirmasi terkait kesepakatan damai dan penarikan laporan di polisi, selasa (25/1) menjelaskan upaya damai dilakukan setelah melalui proses pertemuan beberapa kali antara kadis DKP dengan wartawan yang kesemuannya dilakukan atas inisiatif DKP.

Dalam pertemuan itu, Kuasa Hukum serta Wentho Eliando, cs langsung mendengarkan pengakuan telah berbuat salah dari Kadis DKP serta permohonan maafnya.

“Selanjutnya Wentho cs dengan jiwa besar tanpa pamrih apa pun memaafkan kadis DKP tersebut. Intinya itikad baik dan niat tulus dari kedua belah pihak untuk saling mengakui dan menerima kekurangan masing-masing telah menjadi poin penting untuk menuntaskan kasus dugaan penghinaan oleh Kadis DKP terhadap Wentho cs,” kata Merdian.

Patokan kami bawasannya perdamaian adalah langkah mujarab untuk melanggengkan tali silaturahmi para pihak. Kemudian pada tanggal 22 Januari terlaksanalah proses perdamaian yang berlangsung di Kantor Dinas DKP dengan dihadiri oleh Kadis DKP beserta seluruh staf bersama kuasa hukum serta Wentho cs dan rekan wartawan lainnya. Bahkan Kadis DKP kembali mengakui kekhilafannya serta mohon maaf berulang-ulang kali dalam pertemuan damai tersebut.

“Jadi kami selaku Kuasa Hukum harus mengikuti apa yang klien kami inginkan, faktanya Wentho cs, sudah dengan jiwa besar memaafkan memaafkan kadis DKP, begitupun Kadis DKP sudah mengakui kesalahannya secara terbuka. Dengan demikian kasus menjadi selesai dan tuntas tidak ada proses hukum apa pun baik pidana maupun perdata.”
Rata Penuh Proses Hukum Jalan Terus
Satu korban pemfitnahan Aloysius Yanlali alias Yanes (Wartawan Mingguan Suara Flores) yang dikonfirmasi terkait kesepakatan damai tanpa kehadirannya selasa (25/1) menegaskan tidak benar kalau ada pihak lain yang mengklaim kasus itu telah dicabut dan telah berdamai.

“Kesepakatan kami pada pertemuan solidaritas wartawan di Kantor WALHI NTT beberapa waktu lalu bahwa kasus pelecehan terhadap tiga wartawan di Sikka tetap mengikuti proses hukum yang telah dibuat laporan polisi hingga Bernadus Nita ditetapkan jadi tersangka. Kami berkomitmen bahwa proses hukum dijunjung tinggi jadi tidak benar kalau ada pihak-pihak lain yang mengatakan kasus tersebut dicabut dan telah berdamai,” kata Yanes.

Menurut Yanes jika itu benar maka kuat dugaan bahwa pihak-pihak tersebut mau mencari keuntungan dari masalah yang ada.
“Mengapa saya katakan demikian, karena sampai saat ini, setahu saya masalah tersebut sedang dalam proses hukum di pihak kepolisian. Apalagi saya melihat ada pertemuan sana-sini di rumah warga, di warung makan dengan pihak Bernadus Nita yang difasilitasi orang luar, dan tidak ada kesepakatan bertiga bertemu dengan keluarga tersangka. Pertanyaannya mengapa itu terjadi, ada apa di balik itu semua? Yang jelas saya punya komitmen bahwa ending dari masalah ini adalah penyadaran dan pemahaman terhadap publik. Kuasa hukum jangan bertindak seolah-olah dia yang punya masalah. Mengapa tiba-tiba dia cabut tanpa ada kesepakatan dari yang bermasalah?” kata Yanes heran.

Menanggapi pernyataan Yanes, Merdian Dewanto Dado menggarisbawahi bahwa upaya damai kasus itu dilakukan secara terbuka di rumah makan dengan dihadiri oleh seluruh rekan-rekan kecuali Yanes yang memang tidak hadir dengan alasan ada urusan keluarga.

“Itu pernyataan tidak benar serta bersifat fitnah dari Yanes terhadap kami semua. Sebab pertemuan dilakukan secara terbuka di rumah makan dengan dihadiri oleh rekan-rekan kecuali Yanes yang memang tidak hadir saat itu. Namun sebelum pertemuan Yanes sudah kita kontak dan penyelesaian kepada kita yang hadir,” kata Merdian.

Menanggapi pernyataan Yanes untuk tetap tetap menempuh kasus itu melalui jalur hukum, Merdian menjelaskan hal itu merupakan hak yang bersangkutan. “Namun yang berhak mencabut atau meneruskan laporan adalah Wentho Aliando karena orang inilah yang melaporkan secara resmi kasus ini.

Seperti diberitakan harian ini sebelumnya (FP, 4 dan 7 Januari 2011) wartawan San Tv Slamet Kurniawan, Wartawan Suara Flores Aloysius Yanlali dan wartawan Flores File Wentho Agustinus Eliando melaporkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bernadus Nita ke Polres Sikka, Rabu pekan lalu. Bernadus Nita dilaporkan terkait dugaan pelecehan terhadap tiga wartawan itu saat melakukan tugas jurnalistik di instansi tersebut yang menyebutkan wartawan sebagai pihak yang biasanya meminta uang dan dibayar.

Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) NTT Merdian Dewantara Dadao selaku kuasa hukum tiga wartawan mengajukan gugatan pidana dan perdata dengan tuntutan ganti rugi Rp.1, 650 milyar.(FloresPos).

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Tuesday 25 January 2011

Hujan Angin, Pohon Tumbang

Hujan deras yang disertai angin yang terjadi Senin (24/01/11) menyebabkan beberapa pohon di Jalan Eltari di Kota Maumere tumbang. Selain beberapa pohon, sebuah papan reklame yang berdiri gagah di pintu masuk Jalan Eltari juga rubuh. Kejadian tumbangnya beberapa pohon dan rubuhnya papan reklame tersebut terjadi sekitar pukul 14.00 Wita saat hujan dan angin kencang menerjang. Seperti disaksikan inimaumere.com, berdekatan dengan rumah dinas bupati yang berada di Jalan Eltari, beberapa warga terlihat sibuk menebang pohon yang tumbang menghalangi trotoar. Selain itu, didepan Kantor Bupati Sikka sebuah pohon juga tumbang persis didepan pagar besi. Beberapa pohon lainnya yang berada didalam lokasi tersebut juga rubuh tertiup angin.

Pohon yang tumbang dan robohnya papan reklame di Jalan Eltari tidak menimbukan kemacatan karena tak melintang dibadan jalan. Nampak beberapa warga yang dengan antusias menebang pohon tersebut. Sedangkan papan reklame masih dibiarkan.

Hujan deras disertai angin kencang yang mengguyur sebagian besar Kabupaten Sikka menjelang sore ini juga menyebabkan genangan air yang terjadi di sejumlah jalan. Sampah-sampah bertebaran dan menghiasi badan jalan. Nampaknya hal ini telah menjadi sebuah masalah yang biasa bagi warga kota.

Kabupaten Sikka sebelumnya dalam minggu-minggu terakhir ini dilanda angin kencang dan gelombang tinggi. Sebagian besar daerah dipesisir pantai utara Kabupaten Sikka disapuh gelombang. Sebagian warga mengungsi. Terjangan gelombang dan angin kencang ini menyebabkan bencana yang terjadi di desa Wailamung, Lewomada, Nangahale, Waioti dan Paga juga gelombang laut di Pantai Utara (Pantura) Sikka yang menghantam Pulau Sukun, Desa Samparong, Kecamatan Alok sehingga merusak 24 rumah warga.



www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Komodo Hanya Meraih 60,62 Persen Pemilih Internasional

Binatang biawak raksasa Komodo (varanus comodoensis), penghuni Taman Nasional Komodo (TNK), hanya mampu meraih 60,62 persen pemilih internasional selama empat pekan terakhir atau berada diperingkat ke-26 dari 28 finalis.
"Untuk pemilih internasional, selama empat minggu terakhir, Komodo hanya mendapat dukungan 60,62 persen atau peringkat ke-26 dari 28 finalis," kata Kepala Bidang Promosi Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Nusa Tenggara Timur, Ubaldus Gogi di Kupang, Minggu (23/1), terkait dukungan pemilih internasional.
Finalis New7Wonders yang meraih pemilih terbanyak internasional adalah Kalimanjoro meraih suara internasional 99,96 persen, Mud Volcanoes 99,82 persen, Galapagos 99,76 persen, Cliffs of Moher 99,65 persen, Miford Sound 99,62 persen.

Berikut, Black Forest 99,59 persen, Vesuvius 99,50 persen, El Yuque 99,45 persen, Maldives 99,40 persen, Great Barrier Reef 99,16 persen, Uluru 99,15 persen, Dead Sea 99,06 persen. Selanjutnya Jelita Groto 98,54 persen table Mountain 97,20 persen, Bay of Funday 97,14 persen, Masurian Lake District 95,82 persen, Grand Canyon 95,51 persen, Angel Falls 95,27 persen, Amazon 93,38 persen dan Yushan 92,92 persen.

Sementara hanya tiga finalis yang meraih suara pada kisaran 80-an persen masing-masing Puerto Princesa Underground River meraih 86,42 persen, Halong Bay 86,38 persen dan Iguazu Falls 86,30 persen. Sedangkan tiga finalis terkahir lainnya adalah Komodo hanya meraih suara di luar negara asalnya Indonesia sebesar 60,62 persen dan finalis Jeju Islands hanya meraih 57,74 persen dan finalis Sundersbands sebagai juru kunci (28) mengoleksi suara internasional hanya 50,54 persen.

Menurut Ubaldus Gogi peringkat peroleh suara nasional dan internasional selalu berubah-ubah, sehingga hasil yang diperoleh saat ini masih berpeluang untuk bertambah atau bahkan menurun, tergantung pada kriteria dan berapa banyak pemilih yang melakukan pemilihan hingga November 2011. Artinya, masih terbuka peluang bagi pemilih di seluruh dunia terutama dari Indonesia untuk memberikan dukungan kepada Komodo sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia.

Dia juga berharap, semua pihak di Indonesia terus melakukan kampanye agar masyarakat Indonesia dapat memberikan suara untuk mendongkrak popularitas binatang langkah Komodo. "Panitia penyelenggara menargetkan ada satu miliar voter untuk ajang ini. Jadi kita harus mendapatkan minimal 200 juta voter untuk komodo," kata Ulbadus Gogi.(ant)
Selengkapnya...

Wednesday 19 January 2011

Ethnic Runaway Trans TV di Tanarawa, Segera..

Salah satu adegan di Ethnic Runaway - Tanarawa - Sikka
Intan Ayu, artis berparas manis, blasteran Padang – Jawa dan Ki Daus, pemeran satpam dalam Suami-suami Takut Istri, dalam kegelapan malam puncak Waiblama berjalan perlahan, melewati sungai kecil lalu mendaki bukit terjal dengan penerangan dari beberapa kru. Diatasnya, para tetua adat dan warganya menyambut kedatangan mereka. Sebuah nyanyian berbahasa lokal terdengar memecah kesunyian malam nan gelap. Obor ditangan dan koor lagu adat, menyatu bersama desau suara pepohonan. Kami menyaksikan penerimaan adat yang terasa manis.
Percikan air, sapaan adat dan pengalungan selendang tenun ikat menandai awal perjumpaan dua artis tenar itu. Dari kejauhan kejauhan kami menyaksikan pengambilan gambar tersebut hingga mereka diterima dan duduk bersama didalam rumah adat. Disana ada tawa, ada senyum nan tulus menyatu dengan keluguan warga setempat. Kenangan tak terlupakan bahwa disitu kedua artis pernah bersama mereka selama beberapa hari. Makan dan minum dan berkehidupan bersama.

***
Kami memasuki Dusun Lewak, Waiblama sekitar pukul 12 siang. Tiga kendaraan yang melaju kencang dari Maumere, membawa para kru Trans Tv yang hendak melakukan pengambilan gambar di Tanarawa. Sebelumnya admin inimaumere.com (Oss n Boim) telah melakukan survey lokasi di beberapa daerah di Tana Ai, tapi di Tanarawa yang akhirnya terpilih. Saat survey itu kami telah bertemu dengan Kepala Suku Ipir, Moat Pius Ipir yang antusias menerima kami, tentu saja.

Bersama Lucky Reyner dari Radio Sonia FM, dua mobil kami pandu membawa 5 orang kru Trans beserta perlengkapan lapangan. Yang kami tahu bahwa pengambilan gambar ini sebagai bagian dari episode acara Ethnic Runaway, salah satu acara out door yang bercerita tentang kehidupan berbagai etnis pedalaman di berbagai daerah di Nusantara. Setelah menjemput mereka di Bandara Frans Seda, tanpa mencari penginapan kami segera menuju lokasi. Disana segala dimantapkan, sambil menunggu kedatangan artis, bintang dari Ethnic Runaway ini.

Rumah beratap jerami, berlantai tanah, berdinding halar (bambu) sebagai bagian dari bangunan rumah adat suku Mau, salah satu suku dari 15 suku yang dikepalai Pius Ipir berada sebuah ketinggian. Untuk mencapai kesana, kami harus melintasi sebuah sungai dan berjalan menapaki jalan setapak yang diteruskan mendaki ketinggian. Tak terlalu sulit sebenarnya.

Kru Trans TV, melewati sungai menuju rumah adat & Intan n Ki Daus dalam satu adegan

Hari pertama tersebut, para kru melakukan persiapan dan menggali segala macam informasi. Semua yang telah dipersiapkan diberitahukan kepada kepala suku agar keesokan harinya bisa berjalan lancar. Sore hari, kami turun dari puncak Waiblama menuju penginapan di Wairterang.

Selama 3 hari, kru Ethnic Runaway Trans TV melakukan pengambilan adegan. Yakni dari tanggal 13, 14 hingga 15 Januari 2011. Tak ada kendala berarti. Para pelakon mampu melakoni adegan dengan baik meski sebenarnya cukup nervous. Semua terbantukan dengan kerja tim dan suasana segar dari Ki Daus yang selalu berceloteh riang. Meski hujan kadang mengganggu namun pengambilan adegan berjalan dengan baik.

Menurut rencana, awal-awal februari ini Ethnic Runaway di Tanarawa akan ditayangkan. Detil tanggalnya akan kami beritahukan segera.(Oss)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Monday 17 January 2011

Wow, Utang Bagian Kesra Miliaran Rupiah!

Investigasi Mingguan Suara Sikka
Satu lagi kebobrokan yang sedang terjadi di Bagian Kesra Setda Sikka. Terungkap selama tahun anggaran 2009-2010 Bagian Kesra melakukan pinjaman berupa utang kepada Suitbertus Amandus, pemilik CV Surya Putra 2000. Kini masalah hutang Bagian Kesra itu menjadi diskusi seru ditengah elite birokrat. Perdebatan sengit juga merebak hingga ke ruang politik. Pertanyaan kita adalah: Ada apa dengan Bagian Kesra?
Data yang dihimpun Suara Sikka bahwa hutang Bagian Kesra itu terdiri dari 2 bentuk. Ada hutang dalam bentuk barang sebesar Rp. 585.011.860 dan ada juga hutang dalam bentuk uang tunai sebesar Rp. 3.924.000.000. Artinya total pinjaman atau hutang Bagian Kesra kepada Suitbertus Amandus mantan Anggota DPRD Sikka masa bakti 2004-2009 yang pernah di-recall oleh Partai Golkar itu adalah sebanyak Rp. 4.509.011.860.

Hutang dalam bentuk barang yang terjadi pada bulan September hingga Desember 2009 serta Februari, Maret dan Oktober di tahun 2010. Dalam rentang waktu itu terjadi 31 kali Bagian Kesra berhutang dalam bentuk barang.

Transaksi hutang barang berlangsung dari tanggal 5 September 2009 hingga 25 Oktober 2010. Besarnya hutang dalam bentuk barang bervariasi, dari yang paling kecil Rp. 840.000 pada tanggal 23 Febuari 2010 hingga yang paling besar Rp 90 juta pada tanggal 13 Oktober 2009. Sementara hutang dalam bentuk uang yang terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli, November, Desember 2009 serta Januari, Febuari, Maret, April, Mei, September, November 2010. Dalam rentang waktu itu terjadi 14 kali Bagian Kesra berhutang, dalam bentuk uang tunai. Hutang uang tunai ini juga bervariasi dari yang paling kecil Rp 10 juta pada tanggal 31 Maret 2010 hingga yang paling besar Rp 1.374.000.000 pada tanggal 16 Juni 2009.

Saling Lempar
Cukup sulit mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di Bagian Kesra sehingga harus terpaksa melakukan hutang kepada Suitbertus Amandus. Yoseph Otu, bendahara pengeluaran Bagian Kesra yang sebenarnya paling bertanggung jawab terhadap hutang ini tidak mau memberikan keterangan. Dia menyarankan Suara Sikka langsung bertemu dengan Kepala Bagian Kesra, Servasius Kabu. Yoseph Otu beralasan tidak memiliki kewenangan untuk memberikan keterangan.

Suara Sikka terpaksa bergeser ke Servasius Kabu, yang ruang kerjanya hanya beberapa meter saja dari ruangan kerja Yoseph Otu. Meski mengakui bahwa ada hutang sebesar itu sesuai data yang dimiliki Suara Sikka, sayangnya Servasius Kabu juga menolak memberikan keterangan. Menurutnya, yang paling bertanggung jawab adalah Yoseph Otu. Nampak jelas sekali kedua pejabat ini saling lempar tanggung jawab, bahkan untuk meluruskan persoalan yang sedang terjadi sekalipun keduanya tidak bergeming.

Perintah Bupati
Dengan segala upaya dan cara akhirnya Servasius Kabu pun buka mulut. Dia mengatakan, bahwa hutang Bagian Kesra pada Suitbertus Amandus semuanya dilakukan oleh Yoseph Otu. Dia sendiri tidak mengetahui peruntukan dari hutang tersebut. “Kalo saya tanya sama dia ( Yoseph Otu, Red ), jawabanya adalah ini perintah Bupati,” ungkap Servasius Kabu.

Dengan jawaban seperti itu, Servasius Kabu mengaku tidak bisa berbuat banyak meskipun sesungguhnya dia menyadari memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap seluruh program di Bagian Kesra termasuk aliran bantuan kepada masyarakat. Karena itu, katanya semua nota pinjaman ditandatangani oleh Yoseph Otu. Dia sendiri mengaku hanya menandatangani 4 nota pinjaman.

Empat nota pinjaman yang ditandatangani oleh Servasius Kabu, yaitu utang dalam bentuk barang pada tanggal 21 Desember 2009, 24 Desember 2009, 16 Februari 2010, dan 25 Oktober 2010. Pada tanggal 21 Desember 2009 sebagai bantuan untuk kebakaran 8 rumahtinggal di Pruda berupa 400kg beras , 42 sarimi, 8 terpal, 40 tikar, 96 buah piring, 96 buah sendok dan 96 buah gelas plastik dengan total bantuan Rp.10.855.360.

Sedangkan pada tanggal 24 Desember 2009 sebagai bantuan untuk masyarakat Kringa berupa 1 unit mesin Genset, 1 set sound system dan 1 casio dengan total bantuan Rp. 37.500.000. hanya saja bantuan ini tanpa melalui disposisi Bupati Sosimus, tetapi melainkan permintaan lisan ketua DPRD Sikka, Rafael Raga langsung kepada Servasius Kabu.
“Waktu itu Pak Raffael bilang sudah bicarakan dengan Bapak Bupati. Jadi kami pinjam barang-barang itu dari Amandus, apalagi menjelang hari natal. Saya sempat tanya lagi pak Reafael bagaimana cara mengirimkan barang ini, tetapi karena waktu itu beliau hendak ke Kringa sehingga beliau minta dititipkan saja lewat mobilnya, “ jelas Servasius Kabu.

Untuk tanggal 16 Febuari 2010, Servasius Kabu menandatangani untuk b antuan sebesar Rp.1.695.000 berupa 15 sak semen dan 8 batang besi berukuran 6 mili. Anehnya ketika menunjukkan nota pinjaman kepada Suara Sikka, terdapat semacam perubahan jumlah pada sak semen, dimana ditulis dengan angka 25 tapi keterangan dalam kurung adalah 15 sak.

Nota yang terakhir ditandatangani oleh Servasius Kabu yaitu pada tanggal 25 Oktober 2010 dengan total bantuan sebesar Rp. 19.971.500. Bantuan ini diperuntukkan bagi korban tenggelamnya KM Karya Pinang yakni berupa 161 sak semen, 92 lembar seng, 115 batang besi ukuran 12 mili dan 12 kg kawat ikat.

Harus persetujuan DPRD
Masalah hutang ini menjadi perdebatan menarik di ruang politik. Sebagian anggota Badan Anggaran DPRD Sikka mendesak agar masalah ini dibawa ke ranah hukum. Namun sebagian anggota Badan anggaran lainnya menginginkan perlu diklarifikasi untuk mengetahui mana yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan mana yang menjadi tangggung jawab pribadi.

Paolus Nong Susar, Ketua Fraksi Gerindra yang adalah anggota badan anggaran lebih memilih untuk terlebih dahulu mengklarifikasi kepada pihak-pihak terkait. Dengan itu, hematnya, bisa didentifikasi siapa-siapa yang seharusnya bertanggung jawab terhadap hutang Bagian Kesra ini. Menurut pegiat dan aktivis LSM ini, klarifikasi adalah langkah-langkah bijak sebelum semua persoalan diserahkan kepada yang berwajib.

Seementara itu Ketua Fraksi PDIP, Darius Evensius yang juga adalah anggota badan anggaran menuding masalah ini nterjadi karena tidak adanya kepatuhan SKPD dalam pengelolaan keuangan. Dia menilai persoalan ini menujukan kinerja pemerintahan masih berjalan pincang.

Lain lagi dengan Landoaldus Mekeng, mantan Sekda Flotin yang juga adalah anggota Badan anggaran fraksi partai Golkar. Menurut wakil rakyat yang terkenal kritis ini, seharusnya pemerintah tidak perlu meminjam uang tunai. Karena sejak adanya DAU, setiap bulan dananya dicarirkan seperdua belas dari total DAU. Dengan mekanisme baku seperti ini, kas daerah selalu ada uangnya. “Kalo dana tidak ada dan terpaksa pinjam, maka pinjaman daerah harus dengan persetujuan DPRD. Pinjaman luar negeri juga harus dengan persetujuan menteri keuangan, “ Ujarnya.

Panggil Bupati Sikka
Masalah hutang ini kian seru diperdebatkan badan anggaran DPRD Sikka sewaktu pembahasan RAPBD 2011 bersama Bagian Kesra, Jumat (7/1). Anggota badan anggaran seperti Landoaldus Mekeng, Georgonius Nago Bapa, Paolus Nong Susar, Alfridus M. Aeng, dan Ambros Dan, mencercar habis Servasius Kabu yang hari itu hadir tidak didsampingi Yoseph Otu, tetapi hanya didampingi salah satu Kepala Sub Bagian Moses Talan.

Ambros Dan mengungkapkan bahwa dia pernah bertemu dengan Suibertus Amandus untuk mencari tahu ikhwal hutang piutang ini. Dan menurut keterangan Suitbertus Amandus, ada banyak pihak yang datang kepadanya untuk meminjam uang dengan alasan permintaan dari Bupati dan Wakil Bupati. Bahkan Amros tidak segan-segan menyebut para pihak itu seperti Yoseph Otu, Sius Ngaji, dan Maria Gorethi. Untuk itu dia mengharapkan DPRD Sikka menghadirkan Suitbertus Amandus sehingga persoalan ini bisa menjadi terang benderang.

Tidak ketinggalan juga Felix Wodon dan Alex Longginus dari meja pimpinan pun ikut menggelitik dengan nada keras. Alex Longginus, pentolan PDIP Sikka yang pernah 5 tahun menjadi Bupati Sikka (2003-2008) mendesak DPRD Sikka untuk menggelar rapat dengar pendapat dengan pemerintah dan memanggil Bupati Sosimus untuk memberikan keterangan terkait hutang ini. Bak gaung bersambut, pendapat ini direspon badan anggaran. Kemungkinan setelah sidang RAPBD 2011 ini selesai, DPRD Sikka akan mengagendakan dengar pendapat itu.

Adakah ini babak baru untuk melakukan impeachment kepada Bupati Sosimus dan Wakil Bupati Wera Damianus? Ataukah malah DPRD Sikka hanya gertak sambal, hanya merengkuh kepentingan-kepentingan politik kedepan? Masyarakat sangat berharap agar DPRD Sikka sebagai lembaga politik yang memiliki hak budget tidak main-main memberikan keputusan politik atas persoalan ini. Karena kalau benar seperti yang dikatakan Landoaldus Mekeng, dan benar pula yang diungkapkan Servasius Kabu maka tidak ada salahnya DPRD Sikka membuat Pansus untuk menyelidiki persoalan ini sesungguhnya.

Tapi seperti yang dikatakan Servasius Kabu kepada media ini usai mengikuti Sidang RAPBD 2011, yang penting jangan ada dusta diantara kita. (Eny/Mingguan Suara Sikka)
********************************************************************************

Bon Barang Bagian Kesra Setda Sikka


5 September 2009 Rp 4.785.000
5 September 2009 Rp 42.460.000,-
8 September 2009 Rp 2.487.500,-
8 September 2009 Rp12.875.000
9 Sepember 2009 Rp 7. 720.000,-
11 September 2009 Rp 930.000
12 September 2009 Rp 2.250.000,-
14 September 2009 Rp 2.700.000,-
15 September 2009 Rp 2.250.000
17 September 2009 Rp 2.250.000,-
17 September 2009 Rp 912.500,-
6 Oktober 2009 Rp 7.550.000,-
7 Oktober 2009 Rp 1.375.000,-
7 Oktober 2009 Rp 21.320.000,-
12 Oktober 2009 Rp 33.900.000
13 Oktober 2009 Rp 90.100.000,-
13 Oktober 2009 Rp 49.500.000
29 Oktober 2009 Rp 1.165.000
17 November 2009 Rp 2.070.000,-
23 November 2009 Rp1.725.000,-
26 November 2009 Rp 65.000.000,-
26 November 2009 Rp 33.215.000,-
12 Desember 2009 Rp 3.200.000,-
22 Desember 2009 Rp 10.855.360,-
23 Desember 2009 Rp 85.000.000,-
23 Desember 2009 Rp 37.000.000,-
5 Februari 2010 Rp 24.000.000,-
16 Februari 2010 Rp 1.695.000,-
20 Februari 2010 Rp 1.075.000,-
23 Februari 2010 Rp 840.000,-
31 Maret 2010 Rp 15.000.000,-
25 Oktober 2010 Rp 19.971.000,-
Total Rp. 585.011.860,-

Bon Uang Tunai Bagian Kesra Setda Sikka:

5 Mei 2009 Rp 250.000.000,-
16 Juni 2009 Rp 1.374.000.000,-
27 Juli 2009 Rp 600.000.000
28 November 2009 Rp 150.000.000,-
16 Desember 2009 Rp 150.000.000,-
23 Desember 2009 Rp 100.000.000,-
8 Januari 2010 Rp 400.000.000,-
22 Februari 2010 Rp 150.000.000,-
31 Maret 2010 Rp 10.000.000,-
20 April 2010 Rp 250.000.000,-
23 April 2010 Rp 150.000.000,-
7 Mei 2010 Rp 150.000.000,-
21 September 2010 Rp 150.000.000,-
13 November 2010 Rp 40.000.000,-
Total Rp. 3.924.000.000,-
Sumb: Mingguan Suara Sikka

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Thursday 13 January 2011

Pesona Tanarawa, Pesona Tana Ai..

Sebuah Kisah di Tanarawa..

Pesona Air Terjun di Tanarawa dan Toke (mantel hujan tradisional) Suku Ipir-Tana Ai

Tak pernah terpikirkan kalau suatu saat berada ditengah kehidupan alam Tana Ai.  Sebuah suku asli di ujung timur Kabupaten Sikka.  Di wilayah ini, masyarakat setempat masih memegang tradisi dan budaya lokal yang berkaitan dengan alam, leluhur dan wujud Tertinggi. Bagi kami,  pengelaman ini  adalah tantangan yang mengasikan. Meski kami (Oss n Boim) sendiri lahir dari perut buana Kabupaten Sikka, tapi menjelajah hingga kepedalaman Tana Ai adalah sebuah kisah unik. Bagimana tidak, di daerah ini kami mengenal berbagai hal. Sedikit banyak lebih paham tentang kebiasaan dimasing-masing suku mengenai berbagai pantangan, kepercayaan dan segala sesuatu yang bersentuhan dengan alam. Disana kami bertemu Mo'at Pius Ipir, seorang Kepala Suku Ipir yang mengepalai 15 suku lain di Tana Ai. Ia berusia 52 tahun. Hidup sangat sederhana dengan anak-anaknya dan membesarkan mereka lewat hasil kebun dan ladang. Dari dia banyak hal kami ketahui. Termasuk melihat air terjun yang menjulang indah ditengah rimbunan pohon hutan. Ada sapaan adat. Ada perasaan mistis sekaligus mendebarkan. Yuuukk...

Anak muda bernama San, asli dari Tana Ai kami ‘culik’ sebagai pemandu perjalanan. Maklum, inilah pertama kali menuju Tana Ai. Dan tujuan utama adalah kehidupan Suku Ipir. Suku ini berada di Dusun Lewak, Desa Tanarawa, Kecamatan Waiblama. Kebetulan San adalah putera asli dari Waibalama dan berasal dari Suku Ipir. San mengenal betul daerahnya. Dia selalu bersemangat jika bercerita tentang Tana Ai.

***
Hujan deras baru saja membersihkan debu Kota Maumere. Kami bertiga meninggalkan kota dengan dua sepeda motor bebek. Jalanan aspal begitu basah dan terasa licin. Sepanjang jalan gerimis bagai kekasih setia. Dan ketika hujan membesar kami sejenak berpisah. Saat meredah, motor kembali berlari kencang karena mengejar waktu yang tinggal sepotong. Maklum jarum jam telah memberi isyarat hampir pukul 15.00 Wita. Artinya kami harus bergegas sebelum rembulan menjemput. Padahal baru setengah perjalanan. 

Tana Ai adalah salah satu etnis besar yang ada di Kabupaten Sikka. Selain Tana Ai, 5 etnis lainnya yang mendiami wilayah Kabupaten Sikka adalah Sikka, Krowe, Lio, Palu’e dan Tidung Bajao. Di Tana Ai sendiri ada kira-kira 26 suku. Ritual dan pertalian hubungan dengan leluhur selalu diungkapkan suku-suku tersebut dengan berbagai upacara yang unik dan melibatkan banyak orang. Ritual-ritual dilakukan dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat dan keutuhan hubungan dengan Tuhan, leluhur serta alam.

Meninggalkan Maumere menuju Tana Ai, arah perjalanan menuju timur Kabupaten Sikka. Menyusuri lintasan jalan raya beraspal mulus  di jalur utara Pulau Flores. Tentunya, perjalanan  akan menyenangkan.  Sebabnya sebagian besar pemandangannya adalah pantai indah dan tenang. Dari Maumere, Geliting, Waiara, Waigete, Wodong, Wairterang, Talibura, semuanya menebarkan ketentraman.

Butuh waktu sekitar sejam perjalanan hingga Kecamatan Talibura yang notabene didiami sebagian besar suku-suku Tana Ai. Talibura berada dalam lintasan jalur menuju Kabupaten Flores Timur (Larantuka).

San memberi isyarat mengambil arah belokan ke kanan ketika kami tepat dipersimpangan Desa Nangahale  Talibura. Katanya, ini adalah akses menuju ke Desa Tanarawa, Dusun Lewak Kecamatan Waiblama. Wilayah yang berada di pegunungan beriklim sejuk ini adalah tempat kelahiran San. Jarak dari jalan utama sekitar 20 Km.  Kelokan kanan dan kiri sungguh rapat. Pengendara harus berhati-hati meski aspal jalan sangat mulus.
"Jalan ini juga baru saja dibangun, sebelumnya kondisinya sangat memprihatinkan," kata San.

Menjelang sore sekitar pukul 16.30 akhirnya kami tiba di Dusun Lewak. Tak berapa lama kami telah berada di rumah Philipus Pius Ipir, sang kepala suku. Rumahnya sangat sederhana, seperti pula rumah penduduk suku umumnya. Dari duduk-duduk cerita, kami memberitahu perihal kedatangan. Kami diperbolekan memotret, diperbolehkan bertanya dan disuguhi teh panas. Udara dingin segera berlalu sejenak.


Boim n Oss, apit Moat Pius Ipir & istirahat sejenak di perjalanan, dibelakang G,Egon tertutup kabut..

Dari sekian banyak upacara dan ritual, ada dua yang cukup terkenal dan menjadi bagian dari budaya suku Tana Ai, yakni Garen Lameng dan Gren Mahe. Keduanya masih dijalankan hingga sekarang. Gareng Lameng adalah upacara penyunatan terhadap laki-laki sebagai tanda ia telah dewasa dan menjadi laki-laki dalam suku tersebut. Upacara Garen Lameng sendiri terkesan mistis dan berlangsung tengah malam. Setiap pengikuti upacara sebelumnya diwajibkan mengaku dosa lewat tua-tua adat sebelum penyunatan berlangsung. Gareng Lameng dilakukan pada saat yang mau disunat telah siap. Dan dilakukan tak tentu waktu.

Sedangkan Gren Mahe sendiri adalah sebuah ritus tradisional masyarakat Tana Ai. Upacara ini merupakan simbol persaudaraan, perdamaian sekaligus keberanian masyarakat Tana Ai. Upacara ini merupakan pemujaan kepada Tuhan dan kepada leluhur mereka yang dilaksanakan 3, 5 sampai 7 tahun sekali tergantung kesiapan ekonomi masyarakat, karena acara ini membutuhkan biaya yang cukup besar.

Saat upacara berlangsung, puluhan ekor hewan disembelih dan tentu saja atraksi saling bacok diantara pemuda. Luka akibat bacok segera hilang sekali usap.

Selain kedua upacara diatas, masih banyak budaya dan adat setempat yang selalu dilakukan masyarakat misalnya saat kelahiran, perkawinan dan kematian. Juga tentu upacara-upacara adat yang berkaitan dengan cocok tanam dan hal-hal lain.

Bapak Ipir sebagai Kepala Suklu Ipir bercerita banyak tentang kehidupan suku-suku di Tana Ai dan budayanya. Sebagai kepala suku, ia sering kali dijadikan narasumber oleh berbagai penulis dan pencari catatan tentang kehidupan suku-suku di Tana Ai meski sama sekali tak dibiayai. Padahal banyak yang telah menggali informasi darinya. Termasuk Profesor Dr. Lewis Douglas, peneliti dari Australia yamg hidup sekitar 6 tahun besama suku-suku di Tana Ai. Dari Profesor Douglas, ia dibawa menuju Australia. Disana ia dipertemukan dengan sebuah suku dalam budaya Aborigin dimana ada sebuah Batu Mahe (batu persembahan) yang mirip dengan Mahe di Suku Ipir. Bahkan ritual upacarapun mirip, begitu San menjelaskan.

Tana Ai memang unik. Etnis ini mendiami sebelah timur Kabupaten Sikka hingga perbatasan dengan Kabupaten Flores Timur. Wilayah ini mencakup 3 kecamatan, yaituh Keacamatan Talibura, Waiblama dan dua desa yang berada di Kecamatan Waigete yakni Desa Runut dan Desa Watudiran. Tana Ai terletak diantara dua gunung yaituh Gunung Mapitara (Egon) dibagian barat dan Gunung Wuko dibagian timur. Bagian selatan Tana Ai berbatasan dengan Laut Sawu dan bagian utara berbatasan dengan Laut Flores. Masyarakat Tana Ai umumnya berbahasa Sikka dengan dialek yang berbeda dengan orang Sikka-Krowe, etnis lain di Kabupaten Sikka. Namun ada sebagian orang Tana Ai yang berbahasa Muhang dimana bahasa ini merupakan campuran bahasa Sikka dan Flores Timur.

Salah seorang sahabat kami bernama Wempi Wisang, yang dibesarkan di sana menceritakan di Desa Tanarawa ada beberapa cerita legenda yang dipercayai oleh masyarakat setempat. Cerita-cerita legenda itu antara lain legenda Mangolian (kepiting raksasa keramat), Ular Gokok (Ular mirip naga siluman penjaga Kampung Tana Ai ) dan legenda Rawin Dai. San membenarkan cerita diatas. Menurutnya, kepiting raksasa tersebut ada disebuah danau (telaga) yang terletak tak jauh dari sebuah sekolah.

“Kisah-kisah itu dulu pernah dibukukan oleh budayawan Australia Mr Douglas, kalau saya tidak salah bukunya ada di Museum Blikon Blewut,” jelas Wempi. Museum Blikon Blewut terletak 6 Km diluar Kota Maumere. Di museum ini terdapat segala macam barang-barang peninggalan masa lampau dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur dan Indonesia umumnya.

“Satu lagi tempat yang dikeramatkan adalah 'Liang Firdaus' yang diyakini sebagai surga. Hal itu sudah dibuktikan oleh Pater Piet Petu SVD (alm) dengan masuk ke dalamnya dan menemukan sebuah taman yang sangat indah penuh anak-anak kecil yang bahagia. Tapi tidak mudah bagi orang awam untuk masuk ke dalamnya. Masyarakat setempat biasa mengadakan ritual di tempat itu saat musim tanam padi tiba, saya nyaris diajak Pater Piet Petu untuk ikut masuk ke liang tersebut sekitar tahun 80-an tapi dilarang ibu saya, karena resiko terburuk adalah kematian,”jelas Wempi.

San dan Moat Pius Ipir pun membenarkan tempat tersebut meski ceritanya sedikit berbeda. Duduk cerita tanpa kenal waktu ternyata hari menjelang magrib. Kami meminta untuk melihat Air Terjun yang sangat dijaga kelestariannya oleh masyarakat setempat. Maklum lewat sungai itu, masyarakat bisa berladang dan berkehidupan. Bahkan ada syair dan nyanyian yang dihususkan untuk air terjun tersebut.

Dari rumah kepala suku Moat Pius Ipir, jarak ke lokasi air terjun tersebut sekitar 2 Km. Kondisi jalan sangat buruk. Aspal berlubang dihampir sepanjang jalan. Kalau tak hati-hati, bisa-bisa terpeleset. Motor diparkir dijalan. Dan beberapa menit kemudian kami telah berada ditengah semak dan hutan.

Dari jalan raya menuju air terjun tersebut jaraknya sekitar 70 meter. Kondisi tanahnya licin dan agak terjal jadi harus hati-hati kalau tak mau terpeleset. Sebelum memasuki lokasi air terjun, Moat Ipir harus ‘membuka pagar’ dengan upacara khusus agar kami diperbolekan masuk. Katanya, ritual ini mesti dilakukan sebelum ketengah belantara pohin.


SAN dengan bangga perlihatkan keindahan Tanarawa yang masih asli..

Dan dengan kagum kami memandang air terjun yang tumpah ruah dengan deras. Perasaan begitu bahagia karena keaslian lokasi air terjun yang hampir tak pernah didatangi oleh siapapun. Setelah bersusah payah melewati hadangan batu besar berlumut dan licin, akhirnya kami bisa menikmati segarnya air pegunungan. Hati ini terasa tentram sekaligus bahagia, karena bersama inimaumere.com kami kembali menjelajahi tubuh molek nian sikka yang seakan-akan terlupakan keindahannya.

Dan yang paling berkesan ketika akan beranjak pulang, Moat Pius menyapa lokasi air terjun dengan bahasa Sikka yang artinya kira-kira begini,” Anak-anak ini datang dengan niat baik, dengan niat tulus, tolong dijaga perjalanan pulang,” begitu kira-kira. Dan anehya tiba-tiba Moat Ipir seakan-akan hilang dari sekeliling kami saat kami masih berkutat dengan tanah yang licin dan terjalnya perjalanan pulang.

Dirumah Moat Ipir kami melepaskan penat. Jarum jam sudah menunjuk pukul 8 malam. Dengan lampu pelita, kami bercengkerama sebentar sebelum akhirnya pulang ke Maumere. Sebuah doa dalam bahasa Sikka setempat kembali keluar dari Moat Ipir agar perjalanan pulang kami tak terjadi apa-apa.


Oss n Boim, segarnya air pegunungan...

Sungguh perkenalan pertama dengan alam Tanarawa, Tana Ai begitu mempesona. Yang patut disayangkan adalah ketiadaan sarana listrik bagi masyarakat setempat. Padahal rumah-rumah penduduk sudah cukup banyak. Ada beberapa sekolah, ada pula sebuah puskesma yang sedang dibangun. Sebuah gereja katolik dan rumah pastoran pun berdiri dengan meganya. Sayang memang, mungkinkah pemerintah memberikan fasilitas tersebut? Ah, jangan tanya pula, disini Hp atau ponsel sebagus dan secanggih apapun tak ada manfaatnya sama sekali untuk berkomunikasi. Maklum sinyal Hp pun tak ada. Hp dimanfaatkan menjadi senter. Hanya untuk penerangan, untuk dengar musik, kata San.

Turun dari Tanarawa menuju Maumere, perjalanan kami hanya ditemani burung-burung malam yang sesekali menghalangi pandangan kami. Suasana begitu gelap gulita. Hanya cahaya lampu motor dan temaram lampu pelita dari balik halar (bambu) rumah penduduk. Sepanjang perjalanan tak pernah sekalipun kami berpapasan dengan kendaraan lain. Dan kami membawa pesona Tanarawa, tak pernah terlupakan..

Dengan perjalanan yang kami lakukan beberapa hari lalu tersebut, Stasiun TransTv akan memasukan Tanarawa kedalam agenda program acara mereka Ethnic Runaway. Tunggu saja, karena krunya baru hari ini (13 januari 2011) tiba dan akan melakukan pemantapan lokasi bersama kami. Kisah berikutnya di Tana Ai segera bersama inimaumere.com

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Wednesday 12 January 2011

Cuaca Buruk, Nelayan Tak Melaut

Harga Ikan Melambung


Angin kencang dan gelombang tinggi diperairan Teluk Maumere sejak beberapa hari terakhir, menyebabkan sejumlah nelayan tak melaut. Perahu-perahu dan kapal motor diparkir di pingir pantai. Para nelayan cuma bisa pasrah sambil memperbaiki perahu dan jaring yang digunakan untuk menangkap ikan. Seperti yang terlihat di pantai Beru dan Wairbubuk, Selasa (11/01/2011) Di kedua kawasan yang berdekatan tersebut, beberapa nelayan melakukan kegiatan memperbaiki perahu. Tinus, salah seorang nelayan di Wairbubuk bersama beberapa rekannya dengan cekatan meminggirkan perahu mereka. “Kalaupun melaut, kami hanya mencari dilokasi yang berdekatan dengan pantai. Kalau lebih ketengah sangat susah karena gelombang dan angin yang besar,” jelasnya. Akibat cuaca buruk Pelabuhan L.Say terlihat lebih lenggang. Dan sejak beberapa hari lalu harga ikan di Maumere naik tak menentu.

Harga ikan disejumlah pasar tradisional di Kota Maumere beberapa hari terakhir ini melonjak. Untuk mencari ikan yang berharga sesuai standar sungguh susah. Beberapa warga mengeluhkan hal tersebut. Ikan Selar yang menjadi santapan sehari-hari di Maumere tetap berharga Rp 10 ribu namun dengan jumlah ikan yang lebih sedikit. Jenis lain pun naik. Sedangkan ikan lempeng (irisan) yang biasanya dijual dengan harga Rp 10 ribu naik menjadi Rp 15 ribu sampai Rp.20 ribu.
Melonjanknya harga ikan segar berpengaruh juga terhadap kenaikan ikan-ikan bakar yang dijajakan di pinggiran jalan. Ikan bakar ukuran kecil yang biasanya dijual seharga Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu naik menjadi Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu. Meski mengeluh, para konsumen ikan menerima keadaan ini. Menurut mereka setiap akhir tahun dan awal tahun adalah musim barat dan harga ikan pasti tak menentu.
“ini kan su menjadi tradisi, kalau su musim begini pasti te harga ikan pasti naik. Nanti juga kembali normal kalau keadaan su baik,” kata Minggus, konsumen ikan bakar yang kebetulan antri menunggu ikan bakar di Kabor.

Cuaca buruk di perairan Teluk Maumere yang berada di kawasan pantai utara Flores hingga kini belum diketahui kapan berakhir. “Kami sudah tida melaut sekitar satu minggu. Semoga cuaca bisa kembali normal dan kehidupan kami mencari ikan bisa segera berjalan. Pemasukan macet kalau cuaca terus begini,” kata nelayan di Wairbubuk.

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Kasus Bansos Rp 10,7 M Dilaporkan ke KPK

Dikutip dari Pos Kupang; Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Timur (TPDI-NTT) melaporkan kasus dugaan penyimpangan bantuan sosial (bansos) senilai Rp 10,7 miliar di Sikka kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (10/1/2011).
Langkah itu ditempuh TPDI NTT lantaran belum ada respons dari Polres Sikka dan Kejaksaan Negeri Maumere terhadap kasus tersebut. "Laporan ini wujud peran serta kami ikut memonitor upaya-upaya pemberantasan korupsi di Kabupaten Sikka. Agar tidak berlarut-larut serta tertunda penanganannya, kami mohon agar KPK RI segera menjalankan kewenangannya dalam mengkoordinasikan, mensupervisi dan memonitoring proses hukum dugaan penyimpangan dana tersebut," ujar Koordinator TPDI-NTT, Meridian Dewanta Dado, S.H kepada wartawan di Maumere, Senin (10/1/2011).

Menurut Dado, kewenangan KPK dapat mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan Dana Bansos di Kabupaten Sikka senilai Rp 10.752.959.500 melalui Kejaksaan Negeri Maumere. Bila instansi Kejaksaan Negeri Maumere melempem, tebang pilih serta terstagnasi dalam menjalankan tugas dan fungsi hukumnya dimaksud. maka KPK diharapkan segera mengambil alih proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Menurut Dado, beraneka ragam pernyataan para petinggi Pemkab Sikka terkait persoalan dana itu telah membingungkan publik. Namun, belum satupun sanksi yang diberikan Bupati Sikka kepada pejabat-pejabat yang bertanggungjawab terkait dugaan penyimpangan penyaluran dana tersebut sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan RI .

"Sanksi yang belum diberikan itu kepada kuasa pengguna anggaran pengelola dana bantuan bagian kesra. Pasalnya ia merealisasikan belanja tidak berdasarkan anggaran serta tidak melakukan pengawasan secara optimal atas pelaksanaan belanja dan mengesahkan kwitansi belanja bantuan sosial Bagian Kesra tanpa meyakini kebenarannya," ujar Dado.

Selain itu, Bupati Sikka juga sama sekali belum memberikan sanksi sesuai kepada Bendahara Pengeluaran Pembantu Dana Bantuan Bagian Kesra yang membuat bukti pertanggungjawaban yang tidak menggambarkan kondisi sebenarnya. Tak hanya itu, sanksi juga belum dijatuhkan kepada Bendahara Bantuan Kabupaten Sikka dan Atasan Langsungnya yang tidak melakukan pengawasan secara optimal atas pelaksanaan belanja bantuan sosial oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu Dana Bantuan.

Menurut Dado, Inspektorat Kabupaten Sikka serta Bagian Kesra Sekda Sikka sama sekali belum bisa mempertanggungjawabkan penyaluran Dana Bantuan Sosial sebesar Rp. 10.752.959.500. Apakah dana bansos itu benar tersalurkan kepada penerima yang berhak ataukah hanya mengalir kepada orang yang tidak berhak.

"Bupati Sikka Drs. Sosimus Mitang bahkan sama sekali belum merekomendasikan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan NTT kepada aparat penegak hukum setempat," kata Dado.

Dado menambahkan fakta-fakta penyimpangan dana bansos di berbagai daerah di Indonesia menunjukkan adanya modus operandi yang sama serta sebangun. Fakta itu di antaranya mengajukan dana bansos namun obyeknya tidak ada alias nihil. "Bahkan dana bansos justru diberikan kepada instansi vertikal, tim sukses pemenangan pemilu, dan untuk dana lobi aparat hukum," ujarnya. Tak hanya itu, lanjut Dado, modus lainnya dengan memalsukan data-data atau menggelapkan data dengan lembaga penerima fiktif, stempel fiktif dan program fiktif. Selain itu mengurangi jumlah dana yang harusnya diterima atau digunakan dalam pekerjaan tertentu.

"Ada juga modus penggunaan dana bansos di luar dana APBD serta pemberian dana tersebut tanpa prosedur pengajuan proposal atau melalui cara-cara yang tidak memenuhi syarat hukum. Bahkan penyimpangan atau tindak pidana korupsi dana bansos biasa saja terjadi di daerah yang kepala daerahnya hendak mencalonkan diri kembali untuk menjadi kepala daerah pada periode berikutnya," demikian Dado.
(aly/poskupang)

foto: Meridian Dado
www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Monday 10 January 2011

Terima Kasih Maumere.........

Lewat RCTI Peduli, Dana yang Terkumpul


Pegelaran mulia yang dicetuskan para seniman muda Sikka sabtu malam berlangsung sukses. Dari sebuah tempat terpencil bernama Kabupaten Sikka, salah satu kabupaten miskin di Indonesia, penggalangan dana untuk korban bencana berjalan baik. Sejumlah musisi dan seniman ikut melibatkan diri dan menyemarakkan Malam Konser Amal yeng bertajuk “Harmoni Peduli Bagi Korban Bencana Nasional: Persembahan Dariku Untukmu Saudaraku”. Acara ini digelar di Halaman Parkir Barata Dept Store Maumere, Sabtu (08/01/2011) dan mendapat sambutan hangat dari pengunjung. Disela-sela gerimis yang datang dan pergi, pegelaran ini terasa istimewa karena semua diingatkan kembali akan tragedi tenggelamnya KM Karya Pinang/Tersanjung yang memakan korban 23 orang hilang lewat lelang lagu Tena Bitak (Kapal Pecah) yang dinyanyikan Babo dan sebuah karya terakhir musisi Tommy berjudul Au Le Ia. Selain para musisi, Novi sang penari ular ikut pula meramaikan acara. Penampilan Novi yang memasukkan kepala ular hidup kedalam mulutnya menjadi aksi yang memukau penonton. Konser Amal ini berhasil mengumpulkan dana yang selanjutnya akan diserahkan lewat RCTI Peduli.

Untuk Wasior
Ketua Panitia Konser Amal, Titi da Silva, mengatakan dana yang dikumpulkan akan disumbangkan lewat Aksi Peduli RCTI, termasuk dari lelang lagu yang dinyanyikan oleh artis daerah yang sedang menanjak, Babo. “Tak ada satu rupiahpun yang kami ambil dari penggalangan dana ini. Semua akan diserahkan bagi mereka yang membutuhkan,” ujar seniman lukis ini.

Acara yang dicetus seniman Kabupaten Sikka ini merupakan pegelaran pertama kali Maumere dan difokuskan untuk para korban di Wasior, Papua, namun sebagian juga akan disumbangkan ke Pantai Jompo Waipare dan korban tenggelamnya KM Karya Pinang di Kabupaten Sikka.

Hal tersebut dikatakan Paulina Yeni Kabupuung, Koordinator Umum Acara.
“Kami tak akan melupakan saudara-saudara kita disini yang mengalami cobaan kemarin. Tentunya sebagian akan disumbangkan dan lewat media inimaumere.com kami mengucapkan banyak dan limpah terima kasih bagi para penyumbang dana dan seluruh pihak yang telah mendukung dan ikut menyukseskan penggalangan dana di Maumere, dari sebelum acara berlangsung hingga puncaknya malam ini, Tuhan pasti membalas,” ucapnya.

Panggung berukuran kecil dan berdiri dihalaman parkir Barata, menjadi saksi peduli warga Maumere. Apalagi sebuah lampu follow light dan lighting menawan dari Nara Sound System yang terasa sekali menghidupkan suasana diatas panggung. Disela-sela nyanyian, kotak-kotak amal diedarkan secara terbuka kesemua pengunjung lewat kelompok King’s Moferz Club, sebuah komunitas pecinta motor king di Maumere. Dari atas panggung MC kawakan Lucky Reyner terus membakar suasana. Pengunjung dengan antusias ikut menyumbang, sungguh luar biasa.

Kotak sumbangan yang mendapat sambutan penyumbang & MC Lucky yang terus membakar pengunjung

Karya Tommy Terakhir
Penampilan perdana acara dibuka oleh band Take Off. Band ini berisikan musisi yang masih berusia belia dari usia SD hingga SMP. Semua personil merupakan cucu dari mantan Bupati Sikka, Aleksander Idong. Dilanjutkan dengan penampilan berkesan band senior beraliran reggae, Canabis Band.

Tak mau ketinggalan dengan yang lain, Yeni Kabupung yang dibeking Marissa, Marlin dan Kevin dari Games Pro memberi suasasana segar lewat lagu Halleuyah dan Nurlela. Pengunjung tak beranjak meski gerimis terus turun ke bumi.

Yeni Kabupung bersama Games Pro & penampilan gagah golo dari Sikka Akustik

Konser Amal turut melibatkan Babo, penyanyi daerah yang sedang menanjak dengan lagu berjudul Tena Bitak. Lagu ini dilelang ke pengunjung dan mendapat sumbangan yang lumayan. Diteruskan dengan kelompok akustik ternama Sikka Akustik yang berlanjut dengan kembali hadirnya anak-anak Games Pro.

Puncak pegelaran terlihat saat penampilan penyanyi senior Kons Lamak bersama Yeni Kabupung dan Games Pro yang menjadi kejutan istimewa. Selain jarang tampil dipanggung terbuka, penyanyi Kons Lamak merupakan salah satu macan panggung di berbagai festival musik Jawa Timur saat masih kuliah. Koloborasi dengan penyanyi R n B Yeni Kabupung sekaligus merupakan duet langkah yang jarang terjadi di Maumere.

Membawakan lagu berjudul Au Le Ia (Kamu Disana), koloborasi ini membuat semua terpukau. Selain lirik yang menyentuh lagu tersebut juga merupakan karya terakhir musisi Tommy, yang dipersembahkan bagi sang dede-nya (paman) Kons Lamak. Tommy merupakan salah satu korban tenggelamnnya KM Karya Pinang/Tersanjung di perairan Palu’e, Flores beberapa bulan lalu.

Adalah Novi, waria yang berdomisili di Kota Uneng ini mampu menghipnotis pengunjung dengan aksi dan gaya yang mendebarkan. Ia menari-nari dipanggung bak artis India. Diiringi musik bercorak India, seekor ular keluar dari kotak dan perlahan melilit tubuhnya. Tak itu saja, aksi yang paling mendebarkan adalah ketika ia memasukan kepala ular tersebut kedalam mulutnya. Atraksi dari sang penari ular ini tentu saja mengundang teriakan kagum sekaligus histeria dari pengunjung.

“Saya sudah 6 tahun menjadi penari ular di Kalimantan Selatan, dari satu cafe ke cafe lain dari satu panggung ke panggung lain. Tak ada masalah meski ular yang bersama saya malam ini baru dikenalkan tadi sore. Ular ini milik Om Nong di jalan Brai Maumere dan baru ganti kulit” jelasnya dengan tersenyum.

Penampilan Novi bersama ular dan Babo dalam lelang lagu Tena Bitak

Aksi dan Talenta
Ketua Panitia, Titi da Silva mengaku sangat terkesan dengan semangat para seniman. “Aksi yang digalang malam ini merupakan puncak dari semua sumbangsih yang telah dilakukan sebelumnya, yakni ngamen keliling dibeberapa tempat dan dari pintu ke pintu, sungguh luar biasa semangat seniman disini untuk membantu sesama. ” jelasnya.

Titi menambahkan kegiatan penggalangan dana merupakan inspirasi dari seniman Maumere yang kemudian diakomodimir oleh Yeni Kabupung bersama Games Pro-nya. ”Sebagai seniman dan musisi kami hanya bisa melakukan dengan talenta yang kami miliki dan dengan satu tujuan hanya untuk membantu dan meringankan penderitaan sesama,” katanya lagi.

Koser Amal Bertajuk “Harmoni Peduli Bagi Korban Bencana Nasional: Persembahan Dariku Untukmu Saudaraku” tersebut didukung antusias oleh sejumlah pihak. Selain warga Kota Maumere, dukungan untuk kesuksesan Konser Amal juga mengalir lewat www.inimaumere.com, Sonia Fm, Barata Dept.Store, Nara Sound System, FIF, Gramedia Maumere, Dialer Motor Yamaha Yes, Dialer Motor Raja Jaya, Komunitas Motor “Kings Mofer Club”, Taryono Studio.

Hasil pengumpulan dana di Maumere ini akan diserahkan kepada RCTI Peduli lewat perwakilannya di Maumere hari Rabu (12/01/2011) ini. “Semoga bisa meringakan beban saudara-saudara kita yang sedang menderita meski nilainya tak seberapa,” ujar Titi.

Konser Amal tersebut berakhir sekitar pukul 11 malam. Pengunjung tak beranjak hingga pegelaran usai. Banyak sumbangan yang telah diberikan dari warga Maumere yang dihasilkan dari ngamen keliling, undangan, saat konser amal dan pelelangan lagu. Semuanya akan diberikan kepada yang membutuhkan.

“Mungkin mereka tidak kenal Maumere dimana, Flores dimana, mungkin mereka tidak mengenal penyumbang dan sumbangsih dari semua di sini, mungkin mereka tak pernah tahu bahwa ada kegiatan penggalangan dana disini, mungkin saja mereka tak pernah tahu tapi bagi kita semua di Kabupaten Sikka itu tak penting, hanya kepedulian dan seberapa besar kita membantu sesama yang sedang menderita itulah yang membawa kita bersatu dalam kebersamaan,” tambah Titi.

Konser amal malam tersebut tak lepas dari kerja keras panitia yang beranggotakan anak-anak muda pekerja keras dan tentu saja dukungan penuh dari semua pihak. Tak lupa para personil band yang memukau lewat racikan aransemen musik mereka, yakni Valen Vardam (Bass), Andris (Gitar), Jupe (Gitar), Elfit (Organ), Lodi (Drum), Nollie (Bongo) dan sejumlah musisi dan penyanyi yang terlibat.

Pengunjung bertahan ditengah gerimis & aksi Games Pro membawakan lagu 'Syukuri Apa Adanya"


Titi da Silva & Yeni Kabupung

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Lodong Balik: Ritual Nelayan Sikka Melepas Sope Ke Laut

Oleh: Hersumpana
Trala-lala trala
Hela-hela golo mai tarai
Hai ho hela hela o geso-geso
(tariklah dengan benar, ayo beranjak maju-maju)
Sambil bernyanyi syair pembangkit semangat, sekitar dua puluh orang bapak- bapak, pemuda dan ibu-ibu bersama-sama menarik sope (kapal nelayan kecil) ke laut, hela-hela geso-geso, sorong terus hingga ke laut. Orang-orang kemudian bersorak. Itulah bagian puncak ritual lodong balik yang dilakukan oleh para nelayan laut selatan Sikka, yang terletak di Pulau Flores bagian tengah, sekitar 25 kilometer dari Kota Maumere.
Ritual adat menarik Sope ke laut ini dilakukan saat pagi hari ketika matahari beranjak naik di balik Bukit Kelelawar yang ada di sebelah timur pantai berbatasan langsung dengan Laut Sawu, Samudra Hindia. Ritual adat ini dipimpin oleh tetua dari famili Keluarga Parera, Bapa Omi, begitu orang memanggilnya. Bahan-bahan yang digunakan sirih pinang, bako, kapur, kelapa, benang putih, daun huler, kain putih dan ayam.

Kain putih ini berfungsi untuk membungkus welo gois (tai-tai kayu kapal dan peralatan lain, ditambah kepala ayam) diikat dengan tali lalu dibuang ke laut. Welo gois adalah simbolisasi dari halangan atau hal buruk, perlu dibuang ke laut agar terbebas dari bahaya.

Ritual adat ini dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan hala (halangan) bagi para awak kapal. Maka, dipilih orang yang bisa dipercaya dan masih ada hubungan famili dari pemilik kapal. Semua nelayan yang akan mengawaki sope duduk dekat-dekat dengan pemimpin ritual. Ritual ini diawali dengan mengambil sedikit goresan kayu, cat, atau peralatan apa saja yang ada di kapal yang kemudian ditambah kepala ayam dan dibungkus dengan kain putih. Kain ini selanjutnya dilarung ke laut oleh salah seorang sanak keluarga pemilik kapal.

Selanjutnya, pemimpin ritus membagikan sirih pinang dan rokok, semua anggota keluarga harus ikut makan dan merokok. Ketika memberikan sirih pinang tersebut tetua adat menyebut nama setiap arwah dari orang tua pemilik kapal sambil mengucapkan doa-doa.

Ina nian tana wawa ama moang blupur gete Blupur gete reta nirang tion Himo tion tear belang

(Allah Yang Maha Besar yang tinggal di tempat tinggi
Terimalah dan pertimbangkanlah persembahan kami)

Diat mi nawang bui dokang menik bano bele Blewar hure bano gele Lau watu hewar bura Lerong ena war bura

(Berilah yang manis untuk menunggu di tempat
Tebar pergilah mencari
Di tengah laut ada batu memutih
Hari ini seruan bahagia)

Kemudian semua awak kapal diperciki air kelapa dengan daun huler dengan mengucapkan doa-doa penyejuk dan penolak bala berikut:

Aha le’u waang tawa tati le’u tali dagir waing Heing plepang le’u karang kaet ‘alang Blatang ganu wair sina reta napung Blirang ganu kabor bali wali wolong

(Cabut rumput yang menghalang
Potong tali yang tersangkut di kaki
Sibak duri-duri yang menyangkut di kepala
Dingin seperti air Cina di sungai
Angin berhembus sepoi-spoi seperti nyiur kelapa Bali yang ada di bukit)
Bura nora miu (bahagia beserta anda sekalian).

Setelah itu acara menarik kapal dilakukan bersama-sama sambil menyanyi lagu pembangkit semangat. Dahulu orang-orang yang menarik kapal ke laut ini minum moke, minuman beralkohol terbuat dari sulingan buah enau atau lontar. Tanpa moke, dirasakan kurang semangat, tidak lengkap.

Pagi itu tidak ada moke, mereka bernyanyi saja. Banyak orang yang ikut menarik termasuk ibu-ibu, aku juga ikut mendorong kapal itu. Kapal memang berat, semua orang sampai keringatan sambil berteriak mendorong sekuat tenaga kapal itu masuk ke air laut. Moke baru disuguhkan setelah pekerjaan selesai. Para nelayan diundang oleh pemilik kapal untuk syukuran dengan makan bersama sambil minum moke dan merokok (musung bako).

Mematri Ingatan
Ritual lodong balik sudah lama tidak dilakukan di Sikka, orang-orang muda mulai melupakannya. Ini menjadi memori bagi para nelayan tua Sikka akan masa kejayaan mereka 20 tahun lalu ketika mereka masih melaut, sekaligus momentum untuk para nelayan muda masa kini. Kekayaan laut selatan sangat besar, merupakan sumber kehidupan hampir seluruh penduduk Sikka. Beberapa orang muda Sikka yang kembali dari merantau sekarang ini memilih jadi nelayan. Hasil dari menangkap ikan cukup menjanjikan dibanding bekerja di ladang atau menenun.
“Sekarang ini kehidupan sulit, daratan tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, lautan merupakan kekayaan terpendam yang maha luas”, demikian kata Kepala Desa Sikka, Hipotalis Kerwayu yang ikut dalam prosesi ritus lodong balik.

Teknik menangkap ikan nelayan Sikka, nelayan asli Flores, masih tradisional. Sebagian besar masih menggunakan sampan-sampan kecil (gepung) yang dikayuh dengan dayung, untuk melepas long line atau teknik pancing dengan menggunakan senar yang panjangnya mencapai dua ratus meter dengan ratusan mata kail.

Mereka kalah bersaing dengan nelayan-nelayan dari Bugis, Wajo, dan Buton yang menguasai sebagian besar wilayah pantai Flores. Mereka sudah menggunakan kapal-kapal besar yang berbobot sekitar 10 – 30 ton dan mengunakan pukat harimau. Hasil tangkapan nelayan Sikka tergolong kecil. Dalam satu malam, jika beruntung, mereka mendapat ikan sekitar 50-100 kg berbagai jenis. Mereka mendapat hasil cukup besar jika berhasil menangkap ikan merah. Satu ekor ikan merah besar dengan bobot 30 kg bisa mencapai harga 200 ribu rupiah. Jika mereka mendapatkan ikan babi (i‘ang wawi) meski besar dan panjangnya mencapai 2 meter tetapi harganya murah. Ikan yang paling laku keras adalah ikan tembang. Jika mereka menjual ikan tembang di pasar Maumere dengan menyebut tembang lela, dalam sekejap ikan habis diserbu pembeli. Ikan jenis ini kecil-kecil tetapi lezat rasanya. Ikan tembang ini menjadi semacam “identitas” atau trend mark jaminan kelezatan, ikan- ikan segar dari pantai selatan Sikka.

Pekerjaan melaut di tengah derasnya ombak laut selatan dengan menggunakan sampan-sampan kecil ini, memang berat. Konon, menurut tuturan Bapa Omi ada masa di mana banyak perempuan Sikka menjadi janda karena para lelaki yang pergi melaut tidak berumur panjang.

Banyak dari mereka menderita penyakit dan mati muda akibat hantaman ombak laut selatan yang keras. Penggunaan kapal bermesin menjadi satu cara untuk mengatasi kerasnya ombak dan meningkatkan hasil tangkapan. Ritual lodong balik ini menandai dimulainya penggunaan kapal-kapal bermesin diesel untuk meningkatkan hasil tangkapan dan meringankan beban kerja para nelayan. Kapal nelayan bermesin dengan 3-4 awak ini bisa mendapatkan hasil yang lebih besar. Penghasilan mereka semalam mencapai 1- 2 juta rupiah. Jika menggunakan sampan- sampan kecil (gepung) semalam pendapatan mereka rata- rata hanya bisa untuk makan sehari atau sekitar 50 ribu – 100 ribu.

Pekerjaan nelayan di Sikka ini kurun waktu terakhir kurang menarik minat karena banyak nelayan besar dari daerah lain menggunakan bom ikan di lingkungan perairan mereka. Mereka berasal dari Paga dan Ende, bahkan ada yang dari Jawa Timur.

Bom-bom ikan itu banyak menghancurkan terumbu-terumbu karang tempat tinggal ikan, sehingga ikan-ikan menjadi tidak berkembang dan berkurang populasinya. Dahulu orang Sikka setiap hari bisa melihat ikan-ikan lumba-lumba bermain-main di laut lepas, sekarang ini tidak ada lagi. Ritual lodong balik mencoba mematrikan kembali kesadaran para nelayan untuk bijak dalam menangkap ikan. Kembali meniupkan semangat kebersamaan di antara para nelayan sekarang. Tampaknya ini akan menghadapi tantangan besar perkembangan zaman yang lebih menekankan pencarian keuntungan sebagai motif utama dalam pencarian ikan.
Ironi (kegetiran)
Seringkali terjadi olok-olokan di antara para nelayan dengan para pemborong ikan. Ketika mereka berkumpul sambil minum moke dan membakar pisang, percakapan menjadi menarik.

Mereka menceritakan pengalaman-pengalaman mereka, baik sebagai nelayan maupun pengalaman-pengalaman lain ketika mereka merantau ke luar daerah. Bagi mereka menjadi nelayan merupakan satu pekerjaan yang cepat mendapatkan uang dibanding bekerja di kebun, yang memang terlihat gersang dan tidak banyak memiliki harapan.

Sementara jika mereka melaut, jika nasib baik, dalam semalam mereka bisa mendapatkan uang antara 300-500 ribu, bahkan jika musim ikan mereka bisa mendapatkan hasil mencapai 1 juta rupiah semalam. Di Sikka kebanyakan hasil-hasil ikan tangkapan nelayan itu sudah ditunggu para pemborong yang berasal dari kampung mereka sendiri. Jadi setiap kali habis melaut hasil mereka langsung menjadi uang. Salah satu tanda jika mereka mendapat uang banyak adalah keramaian para nelayan yang mabuk moke. Jika keadaan tenang itu berarti hasil mereka jelek.

Saat minum bersama para pemborong ikan ini berkelakar, nelayan-nelayan ini bodoh benar, mereka tidak tahu menyimpan uang. Dapat hari ini habis juga hari ini, tidak pernah berpikir hari esok. Lain kami, para pemborong tahu bagaimana harus menyimpan. Jika musim ikan jelek kita masih punya simpanan ikan kering. Para nelayan sendiri juga tidak kalah garang, mereka menyebut para pemborong itu suka berbohong, istilahnya pemblorong.

Pemblorong artinya suka omong besar tetapi tidak ada isinya. Menarik sekali melihat hubungan di antara nelayan dan pemborong ini. Ada semacam hubungan khusus, simbiose mutualitis di antara mereka, kerjasama saling menguntungkan. Sangat jarang para nelayan menjual tangkapannya sampai ke Maumere. Mereka lebih suka menjual ikan ke tetangga-tetangganya. Memang benar, ikan di Sikka jauh lebih mahal di banding di kota Maumere. Tingkat konsumsi ikan di Sikka sangat tinggi. Ikan merupakan menu utama. Pagi, siang, sore pasti lauknya ikan. Berkat protein yang tinggi itu konon kabarnya, orang-orang Sikka pintar-pintar. Hingga sekarang, orang-orang luar Sikka menyebut orang-orang Sikka sebagai orang yang pandai. Kepintaran orang Sikka itu terbukti bagaimana dari kampung kecil yang tandus itu mampu mendominasi suku-suku sekitarnya.

Suatu ketika dalam sebuah acara mete-mete atau kumpul-kumpul di rumah orang yang meninggal di Sikka selama empat hari setelah mayat dikubur, para nelayan ini dan para pemborong ikan terlibat dalam adu mulut setelah mabuk karena minum moke. Dalam adat Sikka, setiap acara pesta kematian atau nikah pasti disuguhi dengan moke. Akibatnya, ada seorang anak muda yang mabuk berat sampai baku hantam dengan orang tua, karena olok-olokan tentang pemblorong dan pembohong.

Si orang tua ini menanggapi serius lalu memukuli si anak muda. Orang tua ini marah besar karena anak muda ini sudah tidak hormat lagi pada orang tua. Kebanggaan orang Sikka dulu adalah apapun yang dilakukan orang tua, orang muda tidak akan berani. Seiring berjalan waktu, kebanggaan orang-orang Sikka tentang sukunya yang diekpresikan dalam ungkapan Sikka di (hanya Sikka), Sikka paling hebat, tampaknya perlu dikoreksi. Sebagaimana ritual lodong balik ini membuktikan betapa ritus penting ini sudah mulai dilupakan oleh para nelayan muda Sikka, sejak dua puluh tahun lalu. Saya merasakan bahwa identitas itu terus berubah seiring dengan semangat jaman.(Hersumpama).

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: 01.11 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---