Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Friday 30 January 2009

Kabupaten Sikka Membutuhkan Politisi "Lamengweit"

Kampanye Pemilu Legislatif 2009 :
AJANG PAMER DIRI ATAU SOSIALISASI IDEOLOGI,PRINSIP PERJUANGAN DAN PROGRAM PARTAI?


Oleh : E.P.DA GOMEZ

HARI H Pemilu Legislatif 2009, tanggal 9 April 2009, sudah semakin dekat, tinggal selemparan batu saja. Sambil menanti tibanya hari yang penting dalam sejarah pembangunan demokrasi itu, kita dipertontonkan dengan berkibarnya baliho, bendera dan berbagai spanduk dari sejumlah partai politik (parpol).
Lebih menarik lagi ketika melihat pajangan foto pribadi dari paras calon legislatif (caleg) yang akan bertarung memperebutkan kursi DPR-RI, DPRD Provinsi NTT dan DPRD Kabupaten Sikka. Dengan berbagai gaya, tampak seperti parade kontes kecantikan dan ketampanan. Ada pula foto seorang caleg sambil memegang rosario/kontas, seperti hendak menjual lambang suci agama Katolik itu demi kepentingan politik sesaat. Itulah salah satu bentuk kampanye yang merusak pendidikan atau pembelajaran politik yang benar dan sehat.

Pemasangan atribut kampanye yang diletakkan serampangan di berbagai titik strategis di Kota Maumere dan lokasi tampan di berbagai Kecamatan, pada hemat saya, mencerminkan sebuah atraksi politik dari para peserta pemilu, terutama para caleg, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Bahkan para petinggi parpol dan para caleg tampaknya seperti tidak yakin atau tidak memiliki konsep dasar yang jelas terkait dengan tujuan kampanye pemilu. "Mereka hanya mengedepankan soaL kompetisi dan takut tidak ada yang akan memilihnya", ujar Ketut Putra Erawan, pengamat politik dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta dalam diskusi mengenai "Mengemas Pemilu 2009 sebagai Atraksi Budaya" yang berlangsung di Denpasar beberapa waktu yang lalu (KOMPAS, 30/12/08).

Pengalaman saya pada Pemilu 1971, Partai Katolik pimpinan Frans Seda, Ben Mang Reng Say dan VB da Costa, trio politisi berkaliber nasional asal Kabupaten Sikka yang terkenal beken dan piawai, mengangkat dan menawarkan program partai berlambang kontas itu, dengan tegas, jelas dan lugas : Demokrasi, Pembaharuan dan Pembangunan. Tri program partai ini disebarkan dengan penuh semangat dan keyakinan teguh keseluruh pelosok tanah air Indonesia. Lalu, bagaimana dengan ketokohan para caleg dari partai bernomor urut 1 pada Pemilu 1971 itu? Juga dipekenalkan oleh para petinggi parpol dan para jurkam secara sederhana dari panggung-panggung kampanye, namun yang utama dan terutama adalah tri program partai tersebut.

Ketika itu 10 parpol peserta Pemilu 1971 tampil untuk mencerahkan ideologi, prinsip perjuangan dan program partai, meskipun kapasitas dan kualitas caleg digemuruhkan dengan suara lantang. Caleg yang ditampilkan dalam daftar calon adalah tokoh politisi unggulan, yang terlatih dan berpengalaman bertahun-tahun dalam organisasi partai, punya kapasitas politik dan kualitas intelektual yang meyakinkan, serta punya integritas pribadi yang kuat, yang teruji ketangguhan dan terpuji kebolehannya.

Makna sesungguhnya suatu pemilu legislatif adalah menempatkan politisi terbaik dari sebuah parpol untuk memperjuangkan program partai masuk dalam agenda kerja pemerintah, politisi yang paham berbicara dan menguasai kebijakan penyusunan anggaran publik (APBD/APBN), mampu berkontribusi dalam pembahasan undang-undang atau peraturan daerah dan memiliki kemampuan prima untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Politisi semacam itu, sekali lagi, hanyalah orang-orang yang telah terlatih berorganisasi (politik), dengan merawat, memupuk dan membina diri bertahun-tahun tanpa lelah, dengan sadar memilih profesi politik sebagai sebuah panggilan, tahan derita, tahan pukul, tahan uji dan tahan banting. Bukanlah sekedar orang-orang yang dekat dengan petinggi parpol karena hubungan darah, sekampung atau teman akrab. Sebab itu, rakyat pemilih jangan terjebak ke dalam upaya-upaya politik yang hendak mengerdilkan makna pemilu dan merendahkan martabat politik dan berpartai politik oleh munculnya caleg-caleg dadakan yang tidak bermutu karena tidak tersiapkan secara baik.

Pada lima kali pemilu legislatif di masa orde barn (1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997) dan dua kali pada masa reformasi (1999 dan 2004), parpol-parpol tampil dengan gegap gempita di panggung kampanye untuk meyakinkan rakyat pemilih akan ideologi, prinsip perjuangan dan program partai. Soal ketokohan caleg tetap menjadi perhatian, tetapi tidak mencolok berlebih-lebihan, over dosis,seperti yang kita alami dan kita rasakan menjelang pemilu legislatif 2009 ini. Kini kita melihat dengan jelas bahwa pemilu legislatif 2009 lebih sebagai kompetisi antar caleg, dari pada persaingan program antarparpol.

Yah, sistem politik pemilu legislatif 2009 yang menerapkan pola kapling wilayah politik yang disebut daerah pemilihan (dapil) dan caleg terpilih atas dasar suara terhanyak, telah memacu para caleg berlomba-lomba memasang kuda-kuda untuk meraih kursi keanggotaan legislatif yang terhormat itu. Akan terjadi baku rebut dan baku ribut" antarcaleg, bahkan antarcaleg dari satu partai di dalam satu dapil (istilahnya : jeruk makan jeruk). Setiap caleg memamerkan ketokohan dan kehebatan dirinya, nota bene tanpa rasa malu sedikitpun, sambil menyingkirkan ideologi, prinsip perjuangan dan program partai.

Selain baliho, bendera, spanduk dan foto pribadi, para caleg giat dan rajin mendatangi rakyat pemilih dari kampung ke kampung, bahkan dari rumah ke rumah sambil membagikan stiker dengan foto dirinya, tanpa perduli dengan parpol pengusungnya. Lalu, tanpa bekal pengetahuan dan pengalaman politik yang memadai tentang fungsi dan mekanisme kerja DPR/DPRD, dengan entengnya sang caleg mengumbar janji, bikin kontrak politik, untuk hal-hal yang tidak mungkin dapat dilakukannya, bahkan tidak mungkin akan tercapai, apabila ia berhasil terpilih menempati kursi lembaga perwakilan rakyat. Sungguh patut disayangkan, apabila rakyat pemilih dalam keterbatasan pengetahuannya, terpesona dan percaya begitu saja atas rayuan gombal dan janji muluk sang caleg.

Coba bayangkan! Konon ada seorang caleg menjanjikan bahwa kalau ia terpilih, maka dalam satu minggu ia akan hadir di tengah rakyat pemilihnya (konstituennya) selama 4 hari, dan 2 hari lainnya ia berada di gedung DPRD. Inilah janji konyol, janji seorang politisi dadakan yang tidak tahu tentang apa yang harus dikerjakan oleh seorang Anggota DPRD. Nah, setiap minggu ia berada 4 hari di tengah konstituennya, berarti dalam satu tahun ia harus meninggalkan sidang-sidang DPRD selama 208 hari.
Padahal di gedung DPRD dilangsungkan sidang-sidang beruntun untuk membahas, berdebat dan berdiskusi, serta ditetapkan keputusan-keputusan politik tentang kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Kalau ia tidak hadir dan turut serta terlibat dalam sidang-sidang itu, bagaimana janji-janjinya bisa diperjuangkan dan menjadi kenyataan? Sementara ia berada di tengah rakyat pemilih untuk membuat janji-janji baru yang entah kapan bisa direalisir. Inilah salah satu contoh tentang minimnya pemahaman caleg dadakan menyangkut ke-DPRD-an. Itu berarti, petinggi parpol belum terlalu siap untuk menawarkan kepada rakyat caleg yang punya kapasitas politik dan kualitas intelektual yang meyakinkan.

Sementara itu ada bahaya lain yang akan merusak pemilu legislatif 2009. Yaitu dominasi dari politik uang dan bagi-bagi sembako. Praktek politik uang dan bagi-bagi sembako akan dilakukan oleh para caleg yang berkantong tebal. Kebiasaan yang "bernoda" ini harus dipertanyakan. Cara-cara seperti itu seharusnya tidak boleh dilakukan; karena tidak mendidik, merusak citra pemilu dan demokrasi, serta merendahkan martabat dan hak politik rakyat. Di banyak negara maju pun biasanya dibagi saat kampanye hanyalah brosur tentang program partai dan cendramata ala kadarnya saja. Tapi, kalau toh ada parpol dan caleg membagi uang dan sembako, saya anjurkan supaya rakyat pemilih terima saja, dan tidak usah memberikan suara kepada parpol dan caleg semacam itu.

Namun, rumus tentang politik uang selalu tidak jelas. Apakah seorang caleg memberi bantuan untuk sekolah, bangunan rumah ibadah, atau merangsang aktivitas pembangunan yang dilakukan masyaralcat, boleh disebut sebagai politik uang? Sulit dapat dibuktikan, sementara sang caleg yang berkantong tebal itu dengan bebas menghambur uang dan membagi sembako kepada rakyat pemilih yang dibodohi, tidak sadar, tidak mengerti dan buta politik.

Bangsa ini, khususnya rakyat Kabupaten Sikka, membutuhkan politisi dan caleg yang lamengweit". Dalam bahasa Sikka "lamengweit" artinya jantan, perkasa, mampu tampil berani dengan penuh keyakinan memperjuangkan dan membela kepentingan banyak orang, apapun resiko yang harus dipikulnya.

Orang semacam itulah dalam bahasa politik disebut kader. Menurut Pater J. G. Beek, SJ (1917-1983), kader adalah orang yang bisa menggetarkan dunia, merombak keadaan masyarakat dengan kelompok kecil, menjadi tulang punggung masyarakat atau menjadi inti dalam suatu lingkungan masyarakat. Menjadi kader, tegas Pater Beek, berarti menjadi sesuatu yang lain dan yang lain; keranjingan dalam menjalankan apa yang dipikirkan dalam batas-batas moral dan etika. Menjadi kader berarti menjalankan apa yang sudah direncanakan dengan matang.

Menurut Dr. Soedjati Djiwandono, "Seorang yang mengaku dirinya kader, bukanlah kader yang sebenarnya. Yang bisa dijuluki sebagai kader adalah orang yang tidak menuntut jabatan atau kedudukan apapun untuk dirinya, dan oleh karena itu jumlah kader biasanya sangat sedikit."
Dalam konteks inilah saya hendak mengatakan bahwa tidak semua anggota suatu partai politik adalah kader, dan tidak semua caleg serta merta ditokohkan sebagai kader.
Dengan pikiran dan semangat itulah, kita menyongsong pemilu legislatif 2009. Kita harapkan agar pemilu kali ini akan melahirkan kader parpol yang berkarakter dan militan, politisi "lamengweit".

Ketika hendak menutup artikel ini, saya teringat akan Rahman Arge. Siapakah dia? Catatan prestasi yang telah diraih seorang Rahman Arge, tidak setiap orang mampu memperolehnya. Sebagai insan film, dia sudah meraih anugerah tertinggi penghargaan Piala Citra dan Piala Khusus. Dalam bidang kesenian, dia menerima anugerah seni Presiden RI tahun 1977 sekaligus penerima Satya Lencana Kebudayaan Presiden RI tahun 2003. Sebagai wartawan, dia pernah menerima penghargaan kesetiaan 40 tahun mengabdi di dunia pers. Bahkan sebagai wakil rakyat dalam lembaga legislatif, dia telah menjalankannya dengan tekun dan bukan kader karbitan yang mendadak muncul. Empat periode sebagai Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan sebelum nantinya menanjak naik menjadi Anggota DPR/MPR-RI. Dan paling membanggakan, meski senja usia sudah menjemput, dia masih tetap aktif menulis, menyajikan makalah kebudayaan dan melakukan tugas jurnalistik di pelbagai forum seminar dan diskusi. Kini lelaki kelahiran Makasar 17 Juli 1935 ini terus menggelinding sambil meneruskan karya-karyanya di sebuah lokasi bernama "Rumah Karya Arge".

Rahman Arge adalah sosok seorang politisi profesional yang beken dan piawai, jurnalis dan seniman yang menekankan pentingnya sikap tulus dan jujur dalam menyampaikan opininya.Orientasinya pada peran nurani, pada karakter manusia yang selalu dekat dengan keimanan. Religiositas yang mendasar memberi terang pada persepsi yang tajam, tapi toleran, diperlunak oleh humor dan ironi, serta joke yang menggelitik, jenaka dan menggoda. Obsesinya adalah pada kebangkitan negeri ini, dengan berkali-kali menyebut momen heroik dalam sejarah yang seharusnya membuat kita lebih jeli pada nasib negeri ini.

"Zaman selalu berubah, teknologi, lingkungan dan suasana terus menerus berkembang. Rahman Arge yang gelisah dan ulet karakternya, ternyata tidak menyerah. Dia selalu mencari dan bergulat, oleh karena dia mempunyai sikap sekaligus pandangan terbuka, peka, peduli dan juga berorientasi tanpa mengenal lelah, dia terus beredar dalam masyarakat, bergaul dengan semua khalayak, berkecimpung di tengah semua kejadian dan peristiwa.Dan karena sadar terhadap tanggung jawab vofesionalnya, dia mencatat, menulis dan selalu berusaha menyampaikan komentarnya", tuli Jakob Oetama, wartawan kawakan dan Pemimpin Redaksi Harian Kompas dalam epilog buku Permainan Kekuasaan" (Penerbit Kompas, September 2008); sebuah buku setebal 810 halaman yang memuat 200 artikel pilihan, karya tulis Rahman Arge sejak tahun 1971 dengan beragam tema di berbagai media harian seperti Kompas, Fajar, Pos Makasar, Gatra, Pedoman Rakyat, Budaya Jaya, Forum Keadilan, Media Indonesia, Sinar Harapan, Horison, Tribun dan ceramah di Konsulat Jepang.

Rahman Arge adalah salah satu contoh manusia Indonesia yang sukses,figur yang sederhana dan tokoh politisi "lamengweit".Nah,siapa yang akan tampil sebagai Rahman Arge Kabupaten Sikka?Sejarah dan perjalanan waktu akan mencatatnya.Kita tunggu saja.

Maumere,Januari 2009

EP. da Gomez

Pemerhati Masalah Sosial Politik,Tinggal Di Maumere

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Wilayah Bola Mulai 'Dilirik' Pemkab Sikka

WILAYAH Kecamatan Bola,pada lintasan Kabupaten Sikka menyimpan potensi tanaman komoditi perkebunan dan tanaman pertanian.Untuk menuju pusat kota di Kecamatan Bola dari Kota Maumere, Ibu kota Kabupaten Sikka dengan jarak sekitar 30 km butuh waktu perjalanan hampir satu jam.Saat ini wilayah Bola mulai 'dilirik' Pemerintah Kabupaten (Pemkab Sikka) dengan memberikan perhatian pembangunan yang cukup siginifikan bersama 20 kecamatan lainnya yang ada di kabupaten ini. Pasalnya, daerah ini merupakan daerah kantong ekonomi yang potensial.Bahkan, boleh dikatakan daerah itu sebagai penyanggah pangan (ekonomi) bagi Kabupaten Sikka.

Luas wilayah Kecamatan Bola 168,26 km2, dihuni sekitar 29.089 orang penduduk, atau 6.979 kèpala keluarga/KK. Umumnya masyarakat di wilayah Bola bermata pencaharian sebagai petani dan sebagian kecil berprofesi sebagai nelayan karena daerah ini terhampar wilayah perairan laut yang membentang di utara Sikka memanjang sampai ke wilayah Hale.Selain itu,sebagian kecil masyarakatnya berprofesi sebagai pegawai negeri sipil seperti bidan dan guru.

Saat melintas ruas jalan dari Kota Maumere menuju Kecamatan Bola, atau sekitar 30 km dari Kota Maumere pada lintasan Wairplair-Bola, terlihat tanaman jambu mete tumbuh subur pada sisi kiri kanan jalan yang dilewati.
Lepas lima kilometer dari Maumere, pada sisi kanan kiri jalan terlihat tanaman perkebunan seperti kakao, kopi, juga tanaman keras seperi kermiri tumbuh subur. Pada beberapa lahan milik masyarakat terlihat areal persawahan siap ditanami.

Jalan menuju wilayah Bola sebagian besar cukup bagus karena sebagiannya telah dihotmix. Jalan yang telah dihotmix tahun 2008, yakni ruas jalan propinsi sepanjang
2,3 km dengan lebar 4,5 meter dari lintasan jalan propinsi yang ada di wilayah itu sejauh 30 km dari Wairplair sampai Bola.

Pekerjaan hotmix 2,3 km ini menggunakan dana APBD I Propinsi NTT TA 2008.Pekerjaan ini telah selesai dikerjakan beberapa waktu lalu,namun masih terlihat Sejumlah pekerja melakukan pekerjaan drainase pada sisi jalan.Sedangkan ruas jalan kabupaten yang ada pada daerah pesisir pantai Bola tahun 2008 ini juga sudah dilakukan pekerjaan berupa hotmix oleh Pemkab Sikka dengan panjang empat kilometer lebih mulai dari Bola menuju ke Hale menggunakan APBD II Kabupaten Sikka.

Namun sayangnya, jalan yang dihotmix lebarnya cuma 3 meter sehingga menyulitkan kendaraan saat berpapasan terutama kendaraan roda empat dan roda enam.Paul Hebi (warga Bola) mengatakan,masyarakat di Bola sangat berterimah kasih karena Pemkab Sikka mulai memberikan perhatian lebih kepada masyarakat di wilayah ini.Terbukti,sarana prasarana jalan dibangun pemerintah demi meperlancar arus transportasi agar warga bisa menjual hasil komoditi yang ada di kecamatan ini.

"Kita senang karena pemerintah sudah memberikan perhatian. Namun jalan kabupaten yang dibangun sangat kecil karena lebarnya cuma 3 meter. Kondisi ini menyulitkan ketika kendaraan berpapasan di jalan rawan terjadi kecelakaan/tabrakan jika kurang hati-hati.Sementara ruas jalan negara/nasional dibangun pemerintah minimal lebar 6 meter dan jalan propinsi dibangun dengan lebar 4,5 meter. Ini yang mesti menjadi perhatian pemerintah,"katanya.

la berharap pemerintah baik propinsi maupun kabupaten tetap menyiapkan anggaran ditahun 2009 untuk melanjutkan pembangunan sarana prasarana jalan di Kecamatan Bola sehingga ruas jalan yang belum dihotmix bisa dilanjutkan pekerjaannya tahun depan.

"Warga di Kecamatan Bola senang karena pemerintah mulai melirik wilayah ini dengan membangun sarana prasarana jalan yang balk untuk pendukung percepatan ekonomi masyarakat. Apalagi Bola sebagai daerah kantong ekonomi. Sedangkan cukup banyak jalan di wilayah ini mulai rusak. Namun sebagian jalan yang di lapen sejak empat atau lima tahun lalu juga masih baik.Namun agar tidak rusak harus dihotmix," kata Paul.

Sementara Andy, warga Maumere mengakui selain wilayah Bola, sarana dan pasarana pendukung lainnya yang ada di 20 kecamatan lainnya perlu mendapat perhatian Pemkab Sikka dibawah pimpinan Bupati Sosimus Mitang dan Wabup Wera Damianus agar masyarakat Sikka secara bertahap keluar dari ketertinggalan dan kemiskinan (Harian Poskupang/Ferry Ndoen)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Friday, January 30 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---