Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Monday 28 February 2011

Galeri Foto Bawah Laut Teluk Maumere (1)

Perairan Teluk Maumere dikenal sebagai salah satu destinasi penyelaman terbaik di Indonesia sejak pertengahan tahun 1980an hingga awal tahun 1990. Keanekaragaman terumbu karang, serta spesies ikan dan biota laut nan beraneka tercatat dimiliki perairan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Sikka, Flores. Namun gempa Flores dan Tsunami dahsyat yang terjadi pada akhir tahun 1992, kemudian menghancurkan sebagian besar kawasan penyelaman. Peristiwa alam tersebut juga kemudian diikuti oleh degradasi lingkungan akibat overfishing dengan alat yang tidak ramah lingkungan.
Kini dengan seiring perbaikan lingkungan dan kesadaran masyarakat yg semakin meningkat akan kelestarian lingkungan lautnya, Pemerintah Kabupaten Sikka beserta Program COREMAP II Sikka, melakukan sebuah usaha untuk mengembalikan pamor bawah laut teluk Maumere.

Para penyelam sekaligus fotografer bawah air professional dari seluruh Indonesia diundang, yang diharapkan bisa menjadi promosi bagi kehidupan bawah laut Maumere yang kini mulai kembali menunjukan potensinya yang pernah hilang.

Dengan menggelar “Kontes Foto Bawah Air Teluk Maumere” yang dilakukan pada bulan November 2010 lalu, berbagai foto dari hasil jepretan 15 fotografer profesional bawah laut bisa disaksikan dibawah ini.

inimaumere.com beruntung mendapatkan foto-foto dalam "Kontes Foto bawah Laut Teluk Maumere" tersebut dan mempublikasikannya...
Dengan keindahan yang ditampilkan dari berbagai karya foto tersebut, kawasan penyelaman Teluk Maumere tak salah lagi menjadi salah satu tujuan wisata bawah air...

Hele Hala ba'a... :-)


Foto-Foto Bawah Air Teluk Maumere - Coremap II Sikka - BAGIAN PERTAMA


Foto : Johan Setiawan




Foto : Kartika Dewi









Foto: Harry Susanto








Foto : Audrey Jiwajennie





Foto: Puri Lestri




Foto: Ricky Rusli



Foto : Adrianto Mulia



Foto : Heru Suryoko








segera foto-foto bawah air teluk maumere bagian 2

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Sunday 20 February 2011

Satu Pria Diamankan di Mapolsek Kewapante

Imbau Warga Tak Terprovokasi
Ratusan warga dari berbagai tempat mendatangi Polsek Kewapante, tak jauh dari Pasar Geliting, Jum’ad (18/01/2011). Mereka penasaran dengan seorang pria yang diamankan terkait maraknya isu penculikan anak di wilayah Kabupaten Sikka. Untuk tiba di Polsek Kewapante warga berjalan kaki, menumpang sepeda motor dan mobil. Sesampainya di Malposek Kewapante warga hanya berdiri dan bercakap-cakap. Nampak puluhan aparat berjaga-jaga didepan Mapolsek Kewapante. Informasi yang dihimpun menyebutkan, pengamanan seorang pria itu berawal ketika sebuah mobil kijang yang ditumpangi dua pria didepan toko dekat Pasar Geliting. Seorang pria keluar dari kendaraan sedang seorang pria lainnya berdiri didekat mobil. Tak berapa lama seorang warga menanyakan kepada pria yang sementara didekat mobil.

Warga menanyakan keperluannya berada ditempat itu. Pria itu lalu menyampaikan akan berjualan barang elektronik. Kemudian warga ingin melihat barang elektronik yang dijual pria itu. Pria itu lalu menuju mobil dan ingin membuka pintu mobil. Namun saat hendak dibuka pintu mobil tak bisa dibuka. Pria itu menyatakan kuncinya dibawa teman.

Beberapa saat kemudian pria itu ketakutan dan massa mengejarnya. Beruntung aparat polsek setempat sigap dan mengamankannya di Mapolsek Kewapante. “Sebenarnya kalau dia benar tidak usah lari, pasti massa tidak akan mengejarnya,” kata Dominikus, warga Geliting lepada wartawan di Mapolsek Kewapante.

Kepala Desa Geliting, Paulina meminta koran mengkomfirmasi pihak terkait agar masyarakat tidak diresahkan dengan isu penculikan anak. Beruntung pihak keamanan cepat. “Kalau tidak mobil bisa dibakar dan orangnya habis,” kata Wakapolres Sikka Kompol Eko Wagiyanto yang dikomfirmasi memebenarkan diamankannya satu pria dan mobil. Ia menegaskan pria yang diamankan tidak ada kaitannya dengan isu yang santer terjadi. Pria itu, kata Eko, hanya penjual barang elektronik.

Eko mengatakan polisi telah menanggapi serius untuk mengungkap tindak pidana yang berkaitan dengan isu yang sedang menghangat. Sejauh ini polisi belum menemukan ada fakta kebenaran terkait isu penculikan.

Terkait kebenaran isu tersebut, Eko mengatakan polisi tidak bisa menganganggap laporan itu sebagai isapan jempol belaka. Setiap laporan dari masyarakat ditindaklanjuti.

Sementara itu Polres Sikka menyebarkan selebaran imbauan ditandatangani Wakapolres Sikka, Kompol Eko Wagiyanto. Selebaran yang dibagi-bagikan kepada warga yang datang di Mapolsek Kewapante, menghimbau masyarakat tidak cepat percaya atau terprovokasi dengan isu-isu menyesatkan baik lewat telepon atau SMS yang pengirimnya mengatasnamakan kapolsek dan kapolres.

Bila mengetahui ada pelanggaran hukum yang dapat menganggu ketertiban umum, kata Eko, warga diminta untuk melaporkan ke Polres Sikka atau polsek terdekat.(aly/Flores Star).

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Thursday 17 February 2011

Rumor Itu Tak Benar

Perampokan Ala Ninja Hebohkan Warga Pemana
Beberapa hari terakhir ini kehidupan warga Kota Maumere tak tenang. Ketidaktenangan warga terkait berbagai isu atau rumor yang tak enak didengar telinga. Ada rumor yang mengatakan ada sekawanan orang tak dikenal melakukan penculikan untuk mengambil organ tubuh tertentu dari sang korban. Lain lagi menyebutkan ada penculikan terhadap bayi-bayi entah berkaitan dengan apa. Dan juga rumor yang mengatakan ada perampokan yang dilakukan dengan mengenakan pakaian mirip ninja. Isu ini sebenarnya bermula dari Pulau Pemana dan entah kenapa merebak cepat ke penjuru Kota Maumere dengan ditambahi berbagai bumbu cerita seperti yang disebut diatas. Rumor-rumor tersebut kian hari meresahkan warga. Diberbagai sudut kota semua mebicarakan hal tersebut. Bahkan gosip tersebut menyebar cepat lewat SMS. Informasi Ninja merampok di Pamana sampai juga ke Polres Sikka. Mereka menelusuri kebenarannya itu.

Untuk membuktikan rumor tersebut, seperti di lansir Harian Flores Star, Kamis (17/02/2011), Kapolres Sikka, AKBP Ghiri Frawijaya, memimpin anggotanya menuju ke Pulau Pemana mengecek kebenaran rumor yang sempat menghebohkan itu. Polisi bersenjata lengkap menggunakan kapal Polairud berangkat dari Wuring pada Minggu (13/2/2011) malam.

Pengecekan yang dilakukan disana, ternyata hanya rumor yag tak bisa dipercaya kebenarannya. “Tidak ada ninja disana,” kata Ghiri, ketika di konfirmasi Flores Star, selasa (15/2/2011) malam.

Yang terjadi disana, demikian kata Ghiri, hanya salah paham warga setempat ketika menyaksikan seseorang yang berpakaian hitam-hitam mirip ninja. Kejadiannya ketika sekelompok wanita di kelompok itu kembalidari pesta bertemu dengan seorang pria mengenakan pakaian hitam.

Menyaksikan pria ini, kaum wanita lari tunggang langgang ketakutan. Mereka memberitahukan kejadian yang dilihatnya kepada warga di kampung.

“Ternyata bukan ninja, tetapi ibu-ibu yang ketakutan ketika bertemu dengan pria yang berpakaian hitam-hitam itu tadi. “tidak ada ninja”, tegas Ghiri lagi seperti di kutip dari Flores Star.
www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Tuesday 15 February 2011

Perlu Dinas Kebersihan di Kabupaten Sikka

Masalah Klasik yang Tak pernah Berakhir..
Hingga kini Kabupaten Sikka belum ada dinas yang mengurus masalah kebersihan. Masalah kebersihan di Kabupaten Sikka khususnya Kota Maumere, diurus oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sikka. Bagian yang menangani masalah persampahan pada Dina PU Kabupaten Sikka dipercayakan pada Bidang Pertamanan dan Sampah. Tapi persoalan samaph di Kota Maumere belum ditangani dengan baik. Untuk menangani masalah sampah seorang warga Kota Maumere, Kornelis Sogen menyarakan agar Pemerintah Kabupaten Sikka (Pemkab) Sikka dan DPRD perlu membentuk dinas kebersihan.
Kornelis mengatakan, fakta selama ini kebersihan di Kota Maumere belum tertangani secara baik. Seharusnya pemerintah dan Dewan memikirkan pembentukan dinas baru di Kabupaten Sikka, yakni Dinas Kebersihan.

Apalagi Kota Maumere, kata Sogen telah berkembang disegala bidang. Pemukiman penduduk di kota ini, kian hari kian bertambah sehingga perlu ada dinas yang mengurus masalah sampah dan jangan digabung dengan dinas lain.

“Memang ada penanganan sampah, tapi belum maksimal. Kedepan ini perlu ada dinas kebersihan di Sikka. Masalah persampahan di Sikka masih jadi pengeluhan dari tahun ketahun dan masyarakat masih berharap kepada pemerintah guna mengatasi masalah sampah di Kota Maumere dan sekitarnya,” kata Sogen.

Menurut dia, jika dinas kebersihan sudah ada di Sikka, maka penanganan sampah bisa diatasi dengan baik. Pasanya kehadiran dinas tersebut akan lebih fokus pada penanganan sampah dengan mengatur semua armada-armada pengangkutan sampah kedaerah-daerah yang sampahnya sering menumpuk.

“Sampah yang ada di Kota Maumere sudah menjadi masalah klasik. Ada warga yang sampah tidak diangkut malah kesal lalu membakar tumpukan sampa. Ada sampah yang dibuang diparit atau drainase dan masalah dibiarkan menumpuk lalu membusuk. Dibantaran kali warga buang sampah ke kali. Warga dipesisir buang sampah di pantai. Saya sarankan pemerintah dan dewan perlu memikirkan dinas baru yakni dinas kebersihan,” saran Sogen.

Pria asal Kota Uneng Maumere ini mengatakan di Kabupaten dan kota lain di NTT ada dinas kebersihan yang mengurusi masalah sampah. “ Kenapa Sikka tidak ada? Tenaga kita banyak, kenapa tidak dibentuk dinas kebersihan,” kata Sogen. (Flores Star)


www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Friday 11 February 2011

Cinta Segitiga Dibalik Tawuran Pelajar

Aksi tawuran antara siswa SMKN 2 dengan siswa SMAN 2 Maumere yang terjadi kemarin, Kamis (10/01/2011) saat jam istirahat pertama, berawal dari SMS bernada ancaman. Kisah cinta segittiga berada dibalik aksi tersebut. Seperti diberitakan Harian Flores Star, Alkisah cinta segitiga itu melibatkan Obed siswa SMKN 2 dan Frits siswa SMAN 2 (Smandu) yang sama-sama menyanyangi Ayu, siswa kelas satu salah satu SMA swasta di Maumere. Jalinan kasih itu kemungkinan telah terajut sejak beberapa waktu lalu. Obed mengaku menjalin kasih dengan Ayu sejak dari bangku SMP. Ia juga menyampaikan curahan hati Ayu yang diancam akan dipukul Frits bila masih terus menjalin cinta dengan Obed. Cerita itu disampaikan Obed kepada rekannya di SMKN 2. Frits memberikan pilihan yang sungguh berat kepada Obed atau Ayu, akan menjadi sasaran.

Curahan hati itu, tutur Obed, bukan untuk mengajak rekannya melakukan perhitungan dengan Frits. Tetapi rekan-rekannya memaknai lain. Mereka beramai-ramai mendatangi SMAN 2 yang berjarak sekitar 500 meter dari SMKN 2 Maumere, tanpa diikuti Obed.
Para siswa yang masih berseragam sekolah jumlahnya puluhan orang menghujani atap seng dan kaca sekolah dengan batu bertubi-tubi. Kaca jendela ruang laboratorium bahasa pecah berantakan.

Lain lagi Frits, yang mengaku sebagai pacar Ayu. Dia membantah melontarkan kata-kata ancaman untuk memukul Obed bila masih menjalin hubungan dengan Ayu. Frits juga tidak pernah mengirim pesan singkat atau pernyataan ancaman kepada kekasihnya supaya tak lagi sama-sama dengan Obed.

Frits mengaku pacaran enam bulan terakhir dengan Ayu. Frits juga tidak tahu kalau Ayu juga masih pacaran dengan Obed. Hanya saja Ayu pernah menyampaikan bahwa Obed pernah menjalin kasih dengannya beberapa waktu lalu.

Ayu kepada anggota Polres Sikka membantah tuding rekan-rekannya yang menyebutnya sebagai pemicu tawuran dua sekolah tersebut. Ayu juga membantah meneruskan pesan Frits bernada ancaman kepada Obed.

Ayu menutur, ia hanya mengingatkan Obed jangan sampai pacarnya Frits memukulnya bila melihat dirinya berjalan berdua dengan dirinya.

“Saya tidak sengaja bertemu dia. Saya bertemu Obed di depan tempat foto kopi. Dia kelihatan salah paham dengan apa yang saya katakana,” ujar Ayu.

Ayu menyatakan cintanya saat ini hanya diberikan pada Frits sejak ia memutuskan jalianan kasih dengan Obed, pecan lalu. Baginya tak ada lagi cinta dengan Obed. Namun Ayu tak menyangkal punya hubungan special dengan obed.(Flores Star)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Wednesday 9 February 2011

Gara-Gara SMS, Siswa SMKN 2 Serbu Smandu

Tawuran pelajar di Maumere..

Kaca ruang kelas Smandu yang pecah & Guru Smandu berkumpul di luar kelas

Memprihatinkan! Pelajar yang semestinya berada didalam ruang kelas dan belajar malah melakukan tindakan tak terpuji saat jam pelajaran berlangsung. Hal ini terjadi di Kota Maumere. Puluhan siswa dari Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Maumere menyerbu Sekolah Menengan Umum Negeri 2 (Smandu) yang terletak di Jalan Balitbang, Kelurahan Kota Uneng dan melakukan perusakan. Tiga lembar kaca kelas Smandu pecah terhantam lemparan batu. Kejadian ini terjadi pagi tadi, Rabu (09/01/2011) pukul 10.30 saat siswa-siswa yang melakukan penyerbuan tersebut seharusnya berada didalam sekolah. Terkait tindakan anarkis tersebut, pihak keamanan dari Polres Sikka mengamankan sejumlah siswa yang ditenggarai menjadi pemantik kejadian dan perusakan. Sejumlah guru dan anak didik di Smandu sampai dengan pukul 11.00 masih berada diluar kelas dan proses belajar mengajar dihentikan sementara.

Sejumlah informasi yang dikumpulkan mengatakan kejadi penyerbuan tersebut terjadi saat istirahat pertama. Tiba-tiba tanpa diduga, sejumlah siswa dari SMKN 2 datang dan langsung menyerbu masuk halaman sekolah Smandu. Beberapa guru yang melihat kedatangan murid-murid SMKN 2 tersebut berupaya untuk berbicara baik-baik dan meminta beberapa perwakilan untuk masuk namun dijawab dengan yel-yel dan peikikan. Siswa-siswa Smandu yang sedang berisitiraha terkejut dan melakukan aksi penghadangan. Merasa terdesak, siswa-siswa SMKN 2 mundur dan dan kemudian lewat jalan raya melakukan pelemparan dengan menggunakan batu. Akibatnya sejumlah kaca kelas pecah. Sejumlah siswa Smandu terus mendesak hingga terjadi aksi tawuran. Untungnya pihak kepolisian cepat tiba kelokasi sebelum jatuh korban.

Beberapa guru dan siswa di Smandu mengatakan tak mengetahui persis masalah yang menjadi pemicu kejadian tersebut. Namun ada yang mengatakan bahwa perisitiwa yang memalukan dunia pendidikan ini terjadi akibat adanya SMS yang bernada ancaman yang dikirimkan ke Ketua OSIS SMKN 2 oleh salah seorang murid Smandu.

Silvester Gudu, Humas SMKN 2 perikanan membenarkan kejadian tersebut. Silvester mengatakan perisitiwa penyerbuan tersebut diluar sepengtahuan guru-guru. “Perisitiwa ini terjadi saat istirahat pertama sedang berlangsung jadi kami sama sekali tak mengetahui. Jika saja ada bocoran tentunya pihak sekolah telah mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi,” ujarnya.

Silvester juga memebenarkan bahwa perisitiwa tersebut terjadi akibat SMS ancaman yang diterima oleh Ketua Osis SMKN 2 dari salah seorang murid Smandu. Akibatnya, rekan-rekannya yang tak menerima kemudian mendatangi Smandu.

“Siswa-siswa yang mendatangi Smandu berasal dari Kelas 3 dan 2 yang berjumlah 33 orang,” kata Silvester. Pihak sekolah juga menyesal atas tindakan yang dilakukan anak didiknya dan kedepannya akan melakukan langkah-langkah koordinasi untuk meredam kejadian-kejadian serupa diwaktu mendatang, tambahnya.

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Rawat Di Rumah Sakit, Beli Obat di Luar

Pelayanan kesehatan di Sikka kembali mendapat sorotan dari masyarakat Sikka. Kali ini bukan keluhan dari masyarakat melainkan dari wakil rakyat di DPRD Sikka. Tidak tangggung-tanggung, Ketua DPRD Kabupaten Sikka, Rafael Raga mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan tentang pelayanan kesehatan di Sikka, khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) TC Hillers Maumere. Ketika menerima masyarakat Desa Watudiran, Kecamatan Waigete yang mendatangi gedung DPRD Sikka Rafael mengatakan orang sakit yang masuk rumah sakit RSUD TC Hillers mengeluh pelayananan.
“Orang sakit kalau masuk rumah sakit beli obatnya diluar. Kami sudah dapat laporannya. Menyikapi itu kami sudah minta pemerintan membangun apotik pemerintah dilingkup rumah sakit. Masak orang sakit beli obatnya diluar? Kenapa tidak ada apotek di rumah sakit. Kami desak pemerintah melalui Dinas Kesehatan Sikka dan RSUD TC Hillers membangun apotek dilingkungan rumah sakit. Biar orang sakit tak susah cari obat. Kasihan orang kecil,” tegas Rafael didepan sejumlah anggota DPRD dan warga Watudiran.


DPRD Sikka dalam setiap pemandangan fraksi akan terus berjuang memberi masukan kepada pemerintah daerah dan pengelolah rumah sakit agar perhatikan serius pelayanan kesehatan di Sikka.
Bupati Sikka, Drs. Sosimus Mitang pernah mengkritik manajemen RSUD TC Hillers dan Dinkes Sikka. Kritikan bupati tersebut terkait pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin. Dimana ada obat-obatan yang sering dimusnah dan kadaluarsa karena banyak pesien membeli obat diluar rumah sakit. Padahal setiap tahun ada pengadaan obat bagi setiap orang miskin di Sikka. Obat tersebut diadakan habis, lalu dibiarkan dan pada akhirnya dimusnahkan ditempat pembakaran obat.

Bukan saja ini, sejumlah warga Sikka yang pernah berobat dan menjalanani perawatan di RSUD Maumere sering mengeluh karena banyak obat dibeli diluar rumah sakit dan harganya pun cukup mahal. Selain itu ada petunjuk dari petugas kesehatan guna membeli obat-obat di apotek tertentu. Banyak keluarga sering pusing kalau berobat di RSUD Maumere. Keluarga pusing karena mencari obat diluar rumah sakit. Padahal di RSUD TC Hillers ada apotek.(Flores Star)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Monday 7 February 2011

Tojabobu Bertuxedo Minke Necis

Peniruan tampilan mereka bukan semata mimemis sebagaimana yang terjadi dalam dunia kesenian. Ia kehendak untuk melawan tirani kekuasan dan kebudayaan dominan.
Oleh: Joko S. Gombloh
Penari itu berbalut kostum ala priyagung Eropa: berdasi kupu, tuxedo nan gagah, serta sepatu kulit yang licin. Selembar sapu tangan mengintip dari saku baju dalamnya. Masih ada lagi: sebuah topi ala Uncle Sam menjuntai tinggi di kepala, serta topeng-topeng berwujud sosok pria Eropa menutup wajah mereka.
Dan penari perempuan—yang dipanggil Prinseja—membungkus tubuhnya dengan lilitan korset dan kain putih panjang menjuntai, bergelombang-mengembang. Di Eropa sana dikenal sebagai ball gown. Busana itu ditingkahi hiasan bordir dan quilt untuk kemegahan warna. Mungil sepatunya berhak tinggi, sewarna dengan busana dan stocking tipisnya.
Lengkap sudah dandanan ala Eropa yang ciamik itu. Tapi tunggu dulu, itu hanyalah bungkusnya. Hanya dandanannya, yang bergaya ala pangeran dan puteri bangsawan Eropa. Selebihnya, mereka adalah warga di sebuah desa miskin dan terpencil di ujung selatan Kabupaten Sikka, Flores.

Sebab itu, dandanan menjadi tak seratus persen Eropa: mereka menyilangkan selendang tenun ikat di dadanya. Di bagian tubuh bawahnya juga terlilit kain sarung lipa.

Para penari itu unjuk kebolehan di depan serombongan turis yang mampir di desa tersebut. Melenggang di sebuah naming (tempat menari) depan korke (rumah adat) yang persis menempel di bibir pantai laut Sawu yang bergelombang. Tarian yang disebut Tojabobu ini konon memang berangkat dari cerita kuno bangsa Portugis—tentang kisah asmara sang puteri raja (Prinseja) yang tertambat pada seorang saudagar (Maskador) yang turut memperebutkannya lewat adu kebolehan.

Serupa Tak Sama
Tapi dalam pertunjukan itu yang paling menarik barangkali ya pada kostumnya itu. Sebuah kontes busana yang oleh pesohor teori poskolonial Homi Bhabha disebut sebagai mimikri. Seperti disebutkannya dalam Location of Culture, konsep ini menjelaskan bagaimana wacana kolonial membentuk suatu kelompok dalam bangsa terjajah yang mirip dengan penjajah, tetapi masih terbedakan dari penjajah.

Jika meminjam Bhabha, mimic man alias “Pak Turut”—yang dalam konteks ini diperlihatkan oleh para penari itu—menjadi orang yang tubuh dan kulitnya Flores, tapi selera dan pikirannya meniru bangsa Eropa—yang dalam hal ini adalah bangsa Portugis. Para penari itu (mimic man) memakai dasi dan jas, tetapi kita tidak tahu apa makna setelan baju itu. “Colonizer menciptakan the colonized,” kata Bhabha.

Bhabha menggunakan istilah para peniru ini sebagai yang "almost the same but not quite, almost the same but not white." Di sini, superioritas kolonial dipertahankan, namun di dalamnya juga terkandung unsur subversifnya. Mereka hadir untuk melawan dominasi kebudayaan bangsa kolonial, tetapi sekaligus berada di dalamnya. Dengan kata lain, mereka melakukan perlawanan budaya dengan cara mengambil tempat dalam budaya dominan tersebut.

Dengan konsep mimikri, peniruan itu sebenarnya dilakukan dengan tidak sepenuhnya, lantaran tersembul maksud untuk mengejek atau melawan. Karena, mimikri sendiri memang selalu bersifat ambivalen. Dan kemenduaan ini selalu ada dalam budaya poskolonial sebagaimana dipertontonkan dalam Tojabobu, juga seni-seni pertunjukan tradisi Nusantara lainnya.

Mimikri Ala Minke
Tapi sungguhkah para penari Tojabobu itu sadar sedang melakukan perlawanan, tentu berpulang pada mereka. Tapi yang penting adalah, kata Bhabha, mimikri hanya sukses melalui jalur pendidikan. Karena itu, coba kita tengok apa yang diperankan Minke, tokoh yang menjadi aras peniruan ala Pramoedya Anantatoer dalam tetralogi Pulau Buru yang cemerlang itu.

Diah Ariani Arimbi dalam penelitiannya Mimikri: Dialektika Identitas Dalam Tetralogi Pulau Buru Ditinjau dari Studi Pascakolonial memperlihatkan bahwa hubungan antara bangsa penjajah dan yang terjajah berlangsung dalam relasi hirarkis. Konstruksi whiteness is rightness produk penjajah membuat bangsa terjajah berjuang untuk mencapai derajat yang sejajar dengan penjajah yang berkulit putih itu. Mereka melakukan perlawanan atas superioritas mereka.

Kesempatan itu diambil secara cerdas oleh “Pak Turut” Minke justru melalui produk kebijakan yang dibuat oleh mereka: kebijakan politik etis bangsa kolonial yang memberi kesempatan pribumi untuk menikmati pendidikan dengan kurikulum Belanda. Kebijakan yang diterapkan pada akhir abad ke-19 itu memberi arah dan warna baru kehidupan pribumi, terutama kalangan priyayi yang berkesempatan mengenyam etikad baik itu. Mereka mempelajari cara berpikir, gaya hidup, dan tentu juga penampilan para bule itu.

Dan Minke, yang seorang putra bupati sehingga memiliki kesempatan bersekolah di HBS dan STOVIA itu, melenggang sebagai “Pak Turut” yang cemerlang. Tak lupa, ia juga mendadani tubuhnya, meski dengan batasan-batasan tertentu, hingga tampak perlente seperti kaum terpelajar Belanda. Ia lantas hidup di antara dua identitas (in between): sebagai priyayi Jawa tapi berpikir cara Barat.

Kemenduaan inilah yang membuat ia bermetamorfosa: dari yang semula memuja Belanda—dan menghilangkan tradisi feodal—berbalik menghantamnya justru dengan pengetahuan yang diperolehnya dari bangsa yang menjajahnya tersebut. Pram meminjam Minke untuk melawan dominasi kekuasaan kaum penjajah.

Meniru Lalu Melawan
Dari Minke dan penari Tojabobu kita kemudian tahu, peniruan mereka bukan semata mimemis sebagaimana kerap diperlihatkan dalam dunia penciptaan seni—yang lebih terjebak pada persoalan material estetis. Sebaliknya, peniruan keduanya lebih merupakan kehendak untuk menggapai nilai dan pemikiran (value) sebagaimana yang dibayangkan sebagai (bangsa) penjajah yang menguasai, dominan dan menentukan, serta modern.

Sungguhpun ekspresi materialnya terkesan mencaplok begitu saja (pada apa yang ditirunya), tentu hal itu dilakukan dengan kesadaran untuk tuntutan estetis mampu menarik perhatian audiensnya.

Budayawan dari Sikka, Johanes Orestis Parera, menyebut drama tari tradisional Tojabobu adalah eksistensi Kerajaan Sikka—yang menjadi kota bandar yang sangat penting saat Portugis jaya di sana. Di sinilah nilai itu terpendar: Tojabobu adalah simbol eksistensi Sikka (the colonized), bukan eksistensi sang colonizer Portugis. Ini sepadan dengan ulah Minke, yang berpenampilan necis ala priyayi indies namun berbalik menghantam Belanda.

Pada keduanya, peniruan itu pantas dilakukan seperti juga diikhtiarkan oleh para jenius di belahan Nusantara lainnya. Tengoklah cara seniman Soreng, Dadung Awuk, Angguk dan seterusnya yang melawan kebudayaan istana dengan meniru cerita, gaya, penampilan, serta teknik pemanggungan ala istana.
Oleh: Joko S Gombloh

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Masyarakat NTT Jangan Terprovokasi Soal Penangguhan Komodo

Masyarakat Nusa Tenggara Timur diminta untuk tidak terprovokasi dengan pernyataan dan ancaman Yayasan New7Wonders terkait penangguhan keikutsertaan Komodo dalam vote tujuh keajaiban dunia, karena akan merugikan diri sendiri dan upaya pengembangan pariwisata di daerah ini.
Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Budaya NTT Abraham Klakik, di Kupang, Minggu, mengatakan nasib keikutsertaan satwa Komodo saat ini dalam proses perundingan pemerintah pusat dan pihak penyelenggara terkait kewajiban Indonesia membayar sejumlah uang untuk kegiatan pengumuman di Jakarta November 2011. Menurut dia, sikap lembaga penyelenggara ini disadari atau tidak telah melukai hati rakyat NTT khususnya dan umumnya Indonesia bahkan internasional, terutama mereka yang telah memberikan suara untuk mendukung Komodo.

"Namun dibalik kekecewaan tersebut, ada banyak hikmah dan manfaat bagi biawak raksasa itu sebagai finalis 7 Keajaiban Dunia atau sebagai icon satwa langkah itu. Apalagi ancaman pencoretan Komodo sebagai finalis 7 keajaiban dunia itu hanya karena persoalan komitmen yang kental dengan bisnis," katanya.

Ia mengatakan saat pemerintah pusat tengah mempersiapkan beberapa langkah untuk menyikapi pihak penyelenggara apabila secara sepihak mencoret Komodo dalam ajang bergengsi itu hanya karena permintaan uang mencapai Rp1 triliun tidak dipenuhi Indonesia.

"Salah satu langkah yang akan kemungkinan besar akan ditempuh adalah membawa masalah itu ke Mahkamah Internasional untuk diselesaikan secara hukum, karena dinilai telah merugikan pihak lain dengan cara-cara melwan hukum," katanya.

Ia mengatakan pemerintah NTT berpendapat sebagai lembaga yang memiliki kapabilitas internasional, semestinya yayasan new7wonders memiliki kredibilitas yang harus dijamin.

"Kalau eliminir secara sepihak, harus ada kejelasannya. Jangan karena alasan teknis, lalu di eliminir. Vote Komodo ini kan dilakukan masyarakat internasional, jangan sampai karena kepentingan lembaga tidak dipenuhi lalu dieliminir sepihak," katanya mengutip Gubernur NTT Frans Lebu Raya, ketika melaporkan sikap Yayasan ini terhadap Komodo.

Gubernur Lebu Raya katanya, pada kesempatan itu mengatakan dirinya mendapat informasi kalau ancaman ini terkait dengan biaya karena itu Frans menengarai ada unsur bisnis dalam penyelenggaran vote ini. Karena itu, Frans mengatakan, jika Komodo benar-benar di coret, bagi NTT tidak menjadi masalah, sebab itu akan membuat Komodo makin terkenal kemana-mana.

"Bagi NTT, dengan cara ini tidak masalah, Komodo akan makin terkenal. Orang akan makin penasaran dan bertanya-tanya mengapa di coret? Disitu orang makin banyak datang ke Komodo," katanya.
Rata Penuh
Karena itu, sebagai pemerintah, tugas yang harus dibuat adalah menyiapkan infrastruktur yang baik, dan mendorong swasta untuk mendukung pengembangan pariwisata dengan menyiapkan akomodasi yang baik," katanya. (ant)
www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Thursday 3 February 2011

Fenomena Bunuh Diri di Kabupaten Sikka

Dalam bulan Januari 2011, tiga kasus bunuh diri dan satu kasus percobaan bunuh diri menggemparkan warga Kabupaten Sikka. Tiga kasus bunuh diri tersebut dilakukan oleh Frans Kalitus (39) yang berdomisili di Desa Waigete, Kecamatan Waigete, Sebastianus Nong (25) yang berdomisili di Jalan Brai Kelurahan Wai Oti dan Denis Keupung warga Misir, Kelurahan Madawat Maumere. Satu kasus percobaan bunuh diri terjadi pada Steri Ukude (23), warga Sorong. Fenomena orang bunuh diri terus terjadi didaerah ini. Ada apa dan kenapa fenomena ini terjadi di Kabupaten Sikka? Berikut ini tentang bunuh diri dari aspek persepektif psikologis dikupas oleh M.K Yosepha, Konselor RSUD dr.Tc Hillers Maumere, dan staf pengajar Fakultas Psikologi Univesitas Nusa Nipa Maumere. Yosepha mengatakan pada Januari ada 3 kasus bunuh diri dan satu kasus percobaan bunuh diri terjadi di Kabupaten Sikka. Ia menjelaskan, bunuh diri upaya agresif yang dilakukan seseorang untuk mengakhiri hidupnya.


Dalam situasi itu, kondisi psikis seseorang sangat abstrak, bisa diilustrasikan bagai sebuah bejana. Jika selalu diisikan air tanpa airnya disalurkan, maka bejana akan penuh. Sama halnya dengan kondisi psikis seseorang yang dihinggapi permasalahan hidup yang kompleks tanpa ada rasa penyelesaian yang tepat dan baik, maka akan berakhir dengan stress dan depresi.

Kondisi psikologis seperti inilah, menurut Yosepha, menjadi dasar pilihan seseorang untuk menyelesaikan masalah secara tidak normal. Seperti halnya untuk orang yang melakukan bunuh diri. Menurut hasil penelitian, tutur Yosepha, terdapat hubungan bunuh diri dan diagnosis psikiatrik dengan adanya tanda-tanda seperti gangguan dan ciri kepribadian historik, stres psikososial berat, fungsi adaptif tertinggi pada tahun terakhir penyalagunaan obat dan alkohol.

Ia menjelaskan faktor pencetis orang bunuh diri berupa amsalah pernikahan dan permalsalahan hidup lainnya pada orang yang melakukan bunuh diri.

Dipaparkannya, terkait tiga kasus bunuh diri dan satu kasus percobaan bunuh diri di Sikka pada Januari 2011, maka dapat diasumsikan bahwa terdapat kegagalan pada tiga korban bunuh diri dalam menyelesaikan masalah hidup mereka.

Hal ini juga karena kepribadian yang introvert, penerimaan diri yang negatip atas kondisi fisik dan penyakit yang diderita, adanya riwayat gangguan jiwa. Sedangkan faktor pencetusnya, antara lain masalah sosial, ekonomi dan budaya setempat.(Flores Star)

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Tuesday 1 February 2011

Ritual Pemulihan Alam di Pulau Palue

Oleh: Samuel Oktora

Musim kemarau panjang, hasil pertanian dan laut kurang menggembirakan, serta wabah penyakit melanda menjadi tanda serius bagi tetua adat untuk segera melakukan ”pendinginan” atau pemulihan alam. Ritual Pua Karapau merupakan salah satu jawabannya.
Pua Karapau (muat kerbau) merupakan salah satu ritual adat yang telah dilakukan turun-temurun oleh warga Dusun Cawelo dan Tudu, Desa Rokirole di Pulau Palue, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pulau Palue sendiri sekitar empat jam dengan motor laut dari Maumere (Kabupaten Sikka) atau satu jam dari Ropa (pesisir utara Kabupaten Ende).
Warga dua dusun itu yang berada di luar Palue pun berdatangan sebelum rangkaian Pua Karapau mulai dilakukan hingga puncaknya, yakni berupa pemotongan kerbau sebagai persembahan kepada Rawula Watu Tana (Tuhan penguasa alam semesta) dan para leluhur.


Termasuk Lakimosa (tetua adat) Cawelo, Cosmas Himalaya, yang tinggal di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, jauh-jauh hari sudah tiba di Palue, pulau kecil dalam kepungan Laut Flores itu.

”Dalam tradisi di Cawelo, Pua Karapau digelar dua kali dalam lima tahun, sedangkan di wilayah adat yang lain ada yang cuma satu kali,” kata Cosmas.

Pua Karapau saat itu memang agak unik karena semestinya hanya memuat dua kerbau. Namun, berhubung seekor kerbau yang dipersiapkan sejak mati, maka perlu dipersiapkan gantinya tahun ini sehingga yang dipersiapkan menjadi tiga ekor.

Pasalnya, untuk Pua Karapau tahap pertama akan dipersiapkan dua kerbau, seekor di antaranya untuk dipotong dalam ritual tersebut, sedangkan seekor lainnya dipersiapkan untuk dipersembahkan pada masa Pati Karapau (potong kerbau) pada tahun ke-5.

Sementara pada Pua Karapau tahap kedua juga dimuat lagi dua kerbau, seekor dipotong saat itu, sedangkan seekor lainnya untuk Pati Karapau. Dengan demikian, saat Pati Karapau tahun 2011 akan dipotong dua kerbau yang dipersembahkan bagi Rawula.

”Persembahan kerbau pada waktu Pua Karapau dimaksudkan sebagai pemberitahuan bahwa masyarakat Cawelo telah mempersiapkan persembahan (dua kerbau) untuk Rawula dan para leluhur, yang akan diberikan pada saat Pati Karapau,” kata Cosmas.

Dari delapan desa di Pulau Palue, tradisi Pua Karapau dan Pati Karapau dilakukan turun-temurun oleh komunitas adat di empat desa, yaitu Nitunglea, Rokirole, Tuanggeo, dan Ladolaka.

Namun, tata cara ritual antara satu wilayah adat dan wilayah yang lain berbeda-beda. Sebagai contoh di Rokirole yang berpenduduk 1.500 jiwa—yang meliputi tiga dusun—memiliki dua wilayah kelakimosaan, yaitu wilayah adat Cawelo dan Tudu, serta wilayah Lakimosa Koa. Di Cawelo, Pua Karapau dalam lima tahun dilakukan dua kali, sedangkan di Koa dilaksanakan sekali saja.


Serba lima
Satu hal yang menarik dalam Pua Karapau sejumlah ritual yang dilakukan serba lima. Begitu pula Pati Karapau digelar setiap lima tahun sekali. Bagi komunitas pendukung ritual itu, angka lima menyimbolkan keberuntungan.

Sebelum Pua Karapau dilaksanakan, masyarakat Cawelo harus menjalani masa pantang, yaitu tidak melakukan pekerjaan di kebun, melaut, atau pekerjaan lain, selama lima hari. Selama hampir sepekan itu sejumlah warga menyeberang ke Ropa, Desa Keliwumbu, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende di daratan Pulau Flores, untuk membeli tiga kerbau sebagai hewan kurban.

Sebelum berangkat ke Ropa, rombongan adat masing-masing harus lima kali mengelilingi tubu ca (tugu besar) dan tubu lo’o (tugu kecil) di tengah kampung. Selanjutnya perahu yang juga bermuatan gendang dan gong harus berputar lima kali di sekitar pelabuhan sebelum bertolak ke Ropa.

Selama perjalanan juga dilantunkan lima lagu adat. Begitu pula ketika rombongan hampir tiba di Ropa, perahu harus berputar lima kali sebelum lego jangkar. Setelah kerbau dinaikkan ke dalam perahu di pantai Ropa, perahu kembali berputar lima kali sebelum bertolak pulang ke Pulau Palue.

Cosmas menjelaskan, dalam ritual Pua Karapau akan terbangun relasi yang baik, terutama dengan Rawula, lalu persahabatan dengan alam, serta hubungan yang harmonis dengan sesama. Ritual itu menuntut yang berkonflik menjadi rukun kembali karena di dalamnya ada proses perdamaian dan pemulihan.

Kerbau yang dipotong sebagai persembahan dalam ritual tersebut, ujar Lakimosa Cawelo yang lain, Bernadus Ratu, juga berperan sebagai korban penebusan sebagai ganti kesalahan yang dibuat manusia atau warga setempat.

Karena itu, tak heran, begitu kerbau yang telah dipotong tersungkur karena kehabisan darah, warga berebut menyentuhkan kakinya ke badan kerbau yang berlumuran darah. Tentu dengan harapan segala penyakit yang diderita juga tertumpah atau ditanggung ke darah kerbau tersebut.

Karena berfungsi sebagai korban penebusan kesalahan, daging kerbau tidak dikonsumsi oleh semua lakimosa dan keluarganya, serta warga Cawelo dan Tudu.

Sebaliknya warga dusun atau desa lain diperbolehkan mengambil dan mengonsumsi daging kerbau itu. Namun, pengambilan daging kerbau kurban itu harus dilakukan secara diam-diam seolah mencuri atau tanpa diketahui masyarakat Cawelo.

Warga juga berkeyakinan posisi kepala kerbau setelah jatuh dan tewas mempunyai makna sendiri. Arah kepala hewan kurban itu diyakini menunjukkan kawasan yang akan memberikan hasil panen berlimpah pada musim mendatang.

Pada ritual kali ini, kepala kerbau sebenarnya menghadap ke gunung di bagian selatan, posisi yang tidak mendatangkan rezeki karena menghadap kawasan berbatu atau bukan lahan pertanian. Karena masih bernapas, kepala kerbau itu oleh sejumlah tetua cepat-cepat digeser dan diarahkan ke utara menghadap areal kebun dan perairan pantai tempat para nelayan memburu ikan.

”Lewat ritual ini diharapkan hasil dari kebun maupun laut berlimpah. Kalau demikian, masyarakat berkecukupan dan dijauhkan dari penyakit. Juga mereka yang bekerja di luar pulau akan mendapatkan perlindungan,” kata Lakimosa Cawelo, Neno Toni, seusai pemotongan kerbau.

Ketahanan pangan baik
Tradisi tua itu menunjukkan betapa masyarakat Cawelo masih berpegang kuat pada akar budaya mereka. Ritual Pua Karapau dan Pati Karapau juga menunjukkan masyarakat Cawelo adalah masyarakat yang religius. Tradisi itu juga berdampak positif pada pertanian mereka.

Masyarakat Palue tidak menanam padi untuk kebutuhan pangan. Mereka hanya menanam jagung, ubi-ubian, kacang-kacangan, dan pisang. Penunjang ekonomi mereka yang lain adalah dari tanaman perdagangan, seperti kelapa, vanili, jambu mete, dan kakao, serta hasil melaut.

Mereka tidak pernah mengalami krisis pangan alias kelaparan. Ketahanan pangan warga Palue secara umum baik, sebagaimana warga Cawelo, karena ditunjang dengan adat istiadat setempat.

Setelah masa Pua Karapau berakhir dalam lima tahun, yang ditutup dengan Pati Karapau, masyarakat adat Cawelo akan memasuki phije, yakni masa haram atau pantang selama lebih kurang lima tahun. Selama masa itu mereka dilarang melakukan aktivitas yang merusak alam, juga melukai tanah. Sebagai contoh, memetik daun, apalagi menebang pohon, merupakan larangan keras. Begitu pula penggalian, pengerukan, dan pembuatan jalan maupun fondasi rumah juga dilarang. Penguburan orang mati pun tak bisa dilakukan dalam masa phije. Orang mati pada masa itu terpaksa tidak dikubur dalam tanah, melainkan dibaringkan saja di pemakaman.

Pada masa phije, yang diperbolehkan adalah aktivitas untuk menunjang atau memberikan kehidupan seperti bertani. Jika masa pantang itu dilanggar, warga akan dikenai sanksi adat. Yang lebih fatal, sebuah pelanggaran diyakini dapat mengakibatkan korban jiwa atau kesialan. Itu sebabnya pada masa itu warga menjadi fokus pada kegiatan pertanian. Bahkan, kelestarian lingkungan juga terjaga dengan baik.

Namun, pengaruh adat itu juga berdampak kurang baik pada aspek pembangunan, salah satunya pembuatan jalan kabupaten pada bulan Oktober lalu menjadi terhambat. Hal itu terjadi untuk pembuatan jalan sepanjang 1 kilometer lebih, yang menghubungkan Dusun Cawelo dengan Koa.

Pembangunan tidak bisa berjalan karena di Dusun Koa telah dilakukan Pati Karapau pada bulan Januari sehingga saat ini telah memasuki masa phije lebih kurang hingga tahun 2014.

Camat Palue pun kemudian mengusulkan kepada Bupati Sikka Sosimus Mitang agar proyek jalan rabat beton Cawelo-Koa dialihkan dahulu ke daerah lain dalam wilayah Palue.

Dari pengalaman kasus ini memang sudah tidak zamannya lagi penetapan dan pengalokasian anggaran pembangunan desa dilakukan dari atas (top down), melainkan harus dari aspirasi arus bawah (bottom up).

Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Sikka sebelum menetapkan alokasi anggaran pembangunan desa perlu berkomunikasi terlebih dahulu dengan lembaga adat sehingga program pembangunan desa tidak terbengkalai.(Samuel Oktora)

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Ditemukan Fosil Bangau Raksasa di Flores

Menurut Zoological Journal of the Linnean Society, fosil bangau putih raksasa ditemukan di Pulau Flores. Dikutip dari Kompas.com, peneliti mengatakan, penemuan fosil bangau ini penting untuk mempelajari evolusi manusia purba yang juga ditemukan di pulau ini, Homo floresiensis.
Bangau putih yang diberi nama Leptoptilos robustus itu memiliki tinggi 1,8 meter dan berat hingga 16 kilogram, membuatnya paling tinggi dan paling berat di antara spesies bangau lainnya.
Paleontolog Hanneke Meijer dari National Museum of Natural History di Leiden, Belanda, menemukan fosil ini bersama koleganya, Dr Rokus Due dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Jakarta. Mereka menemukan empat tulang kaki di Gua Liang Bua, Pulau Flores. Tulang-tulang ini diyakini merupakan bagian dari seekor bangau yang hidup antara 20.000 dan 50.000 tahun lalu.

"Saya menyadari tulang-tulang bangau raksasa ini pertama kali di Jakarta, saat mereka disandingkan dengan tulang-tulang yang lebih kecil lainnya. Menemukan burung besar adalah hal biasa di pulau itu. Tapi saya tidak menyangka menemukan bangau putih raksasa," kata Dr Meijer.

Tidak ada tulang sayap yang ditemukan. Para peneliti menyangka bangau ini jarang atau bahkan tidak pernah terbang. Ukuran dan berat tulang kaki serta ketebalan dinding tulang menunjukkan bangau ini sangat berat sehingga menghabiskan sebagian besar hidupnya di darat.

Spesies Pulau Flores
Penemuan spesies raksasa bukan hal baru di Pulau Flores. Para peneliti telah menemukan makhluk-makhluk kerdil, seperti gajah kerdil Stedgodon florensis insularis dan komodo Varanus komodoensis. Di pulau ini pula para ilmuwan menemukan fosil manusia kerdil, Homo floresiensis, yang hanya memiliki tinggi satu meter.

Fenomena perubahan ukuran ini dikenal sebagai faktor pulau dan dipicu beberapa predator yang ada di pulau tersebut. Akibatnya, hewan-hewan yang menjadi mangsa makin kecil, sedangkan hewan predator semakin besar. "Mamalia yang besar seperti gajah dan primata menunjukkan penurunan ukuran. Sementara itu, mamalia kecil seperti hewan pengerat dan burung ukurannya membesar," urai Dr Meijer.

Adapun Homo floresiensis ditemukan pada tahun 2004. Sampai saat ini, para peneliti masih memperdebatkan status Homo floresiensis. Ilmuwan masih mempertanyakan apakah manusia kerdil yang hidup 12.000 hingga 8.000 tahun yang lalu itu termasuk Homo erectus atau Homo sapiens.

"Status Homo floresiensis menjadi bahan perdebatan semenjak ditemukan. Menurut saya, bangau putih raksasa ini penting untuk memahamai evolusi Homo floresiensis. Ada spekulasi kalau bangau putih raksasa ini memakan Homo floresiensis. Meski tidak ada bukti, kemungkinannya tidak bisa dikesampingkan," cetus Dr Meijer.

Hingga kini belum jelas mengapa bangau raksasa, gajah kate, dan manusia purba itu punah. "Tapi, kami memiliki beberapa petunjuk. Semua tulang bangau putih raksasa seperti juga gajah kate dan manusia kerdil ditemukan di bawah lapisan tebal debu vulkanik. Kemungkinan ada erupsi gunung api. Kedua, bangau putih raksasa dan makhluk sezamannya punah sebelum manusia modern muncul di gua itu," pungkas Dr Meijer.(RAF)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: 02.11 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---