Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Thursday 2 July 2009

Maumere, Mosaik Pembangunan Awal

Sepotong ceritera tentang Kota Maumere di awal pembangunannya..

Sebelum tahun 1885, di Maumere telah dibangun sekolah Standaar oleh Bruder Amatus van der Velden untuk putera-puteri pribumi. Sekolah dimulai oleh para Biarawati van Liefde (Cintakasih) bagi wanita atas bantuan raja. Pada tanggal 12 September 1895 Raja Jatti (Raja Andreas Mo'angJatti da Silva) datang menghantar 28 anak wanita dari Sikka untuk bersekolah di Maumere. Di antaranya anak-anak Lepo Gete (anak-anak turunan bangsawan) .
Pada tanggal 26 Februari 1896 telah dibangun tiang pertama untuk istana raja Sikka diMaumere oleh para tukang dari Makasar serta Bonarate Karena Pemerintah Belanda memaksa agar Raja Sikka harus selalu berada di Maumere, bukan di Sikka. Karena Maumere telah semakin dipadati oleh para pedagang Tionghoa, Bugis, Selayar, dan sehagainya. Dalam hal ini, raja Sikka harus mengatur serta menertibkan kota, mengurus pembagian tanah untuk sekolah, untuk misi, untuk toko dan pasar, untuk orang luar dan sebagainya. Juga agar keamanan di pelabuhan terjamin.

Di masa itu bangsa Tionghoa semakin banyak berdatangan membangun toko, menjual barang dari kampung ke kampung dengan berkuda, berkaki, juga menjual di jalan-jalan. Perampokan sering terjadi, juga pembunuhan terhadap mereka di Geliting, Koting, dan Gehak. Barang-barang dagangan seperti kain keper merah, keper putih, keper hitam, cita kasar berwarna, parang, dan sebagainya.

Waktu itu untuk mengukur kain tak dipakai alat meteran melainkan dengan mendepa. Ada depa panjang ada depa pendek. Kemudian elo yang setara 68 cm. Seringkali terjadi perselisihan dengan pedagang Tionghoa. Maka dalam hal ini, diperlukan kehadiran raja serta tua adat untuk membantu. Serdadu tentara masih kurang. Polisi sama sekali belum ada, hanya opas atau opas Posthouder Kailola (turunan Ambon).

Tokoh Tionghoa terkenal saat itu seperti Tan Khe King, Tan Ke Rang, Tan Khe Sang, Yap Tie Tie, Liam A Poh, Liem Tung King, Tan Kunhui, dan sebagainya. Mereka diberi tempat dekat pelabuhan sekarang (Pelabuhan Sadang Bui). Untuk mereka ditunjuk seorang sebagai wijkmeester yang sederajat Kepala Desa. Ia membawai semua warga yang disebut Vreemde Oosterlingen atau Timur Asing.

Rumah-rumah dibangun dengan beraturan sepanjang jalan lurus dari utara ke selatan menuju Wolongbetang (bukit Potong). Mula-mula diatur jalur-jalur jalan dalam kota, kemudian dibagi untuk kompleks perumahan seperti Kantor HPB dan Raja di tengah Lapangan Tugu (tempat tahtanya patung Kristus Raja sekarang), di samping barat toko-toko, samping kiri toko, sebelah selatan penjara, pasar, di sebelah jembatan rumah Posthouder (Gezaghebber). Selain itu didirikan dekat Kantor HPB (lapangan tugu) Landschap Woning artinya Rumah Landachap (kerajaan) bagi para pegawai negeri.

Pada tangga1 23 Januari 1905 telah dibangun tiang-tiang untuk penjara (lembaga pemasyarakatan) di Maumere untuk menampung para hukuman yang terus bertambah. Ada yang dari kampung-kampung, ada yang dari Timor, dari Ende, dan dari Sumba. Menurut kebiasaan masa lalu, para penjahat hanya ditahan beberapa lama di halaman Istana Raja, dan dijaga oleh orang-orang yang kuat. Mereka dijemur dipanas atau diikat dengan tali. Kemudian dilepaskan kembali karena tak ada penjara atau rumah bui. Namun selesai penjara, sudah ada tata tertib untuk para hukuman dengan kerja tetap di dalam kota untuk membersihkan kota, menyapu jalan, menutupi rawa-rawa yang masih ada dekat pelabuhan dan di muka toko-toko dan kantor pemerintah (lapangan tugu).

Sejak 17 Februari 1897, Standaardschool sudah dipindahkan ke Lela (24 km arah selatan Maumere) karena cuaca Maumere yang tak segar oleh malaria. Dua bus sekolah dipindahkan sekaligus oleh Pater E.S. Luypen SY. Di Maumere hanya tinggal sebuah sekolah kecil dengan tiga kelas, untuk anak-anak kota serta beberapa anak dari jauh. Sedang di Lela, terbuka kesempatan untuk mereka yang dari Ende dan Manggarai (2 kabupaten di Flores). Meski pun demikian Maumere masih tetap dikunjungi sekian banyak murid dengan gurunya Guru Lose, juga seorang guru asal Menado. Di bawah pimpinan Posthouder Kailola seorang Katolik Belanda Ambon, stasi Maumere sekitarnya maju pesat. Agama Katolik berkembang dengan pesatnya. Gereja Maumere yang pertama berlokasi kira-kira pada SD sekarang, dengan atap ilalang, dibawah asuhan Pater Ten Brink dan Bruder Muhle serta Hanseates.

Kampung Wolokoli yang terletak di sebelah kali bagian Timur, dipindahkan ke Kampung Kabor sekarang dengan nama Nater Werung. Kampung Makasar dan Selayar yang berada dekat kali (Kali Mati) bagian utara digeser agak ke timur dengan nama Kampung Beru. Pendiri Kampung Beru ialah Mo'ang Beru Hedung.

Pada tahun 1905 mulai dibuka jalan raya dari Maumere ke Geliting (8 km arah timur Kota Maumere), juga dari Maumere ke Koting langsung ke Lela. Ke Geliting waktu itu orang hanya menyusur pantai atau bersampan. Setelah jalan raya dibuka dari Maumere ke Geliting, Raja mulai memakai bendi. Msyarakat dari Geliting pun mulai berbendi (suatu kendaraan yang ditarik oleh kuda seperti di Jawa).

Dalam tahun itu juga dibangun gedung pasar dengan tiang-tiang dari lontar. Letaknya berhadapan dengan kantor Posthouder. Sebelumnya orang-orang hanya bejualan di bawah pohon beringin atau di tepi pantai. Mereka langsung bertukaran barang (barter) dengan ikan, garam atau padi, dan jagung. Ada yang memakai mata uang ada yang belum memakainya.

Pasar juga mulai dibangun di Geliting, kemudian di Lela dan di Nangahale. Orang-orang Tanah Ai (desa di ujung timur Kabupaten Sikka) beramai-ramai dating ke Nangahale jual beras dan membeli pakaian. Di Lela, selalu penuh dengan orang Lio dan Nita Koting (beberapa desa yang tak jauh dari kota) yang turun berbelanja. Orang-orang Tionghoa juga menggunakan pasar-pasar itu untuk menjual pakaian, pisau, parang,jarum, benang, celana, dan minyak tanah. Pasar begitu berkembang, perdagangan begitu semarak, di Maumere, di Lela, dan Geliting.

Sekitar tahun 1910-an, mulai dibangun kantor pos pembantu, penjualan candu. Karena oto (mobil) belum ada, maka pos di bawa oleh tukang pos dengan kuda dari Maumere ke Ende, atau berkaki. Sejak tahun 1911, pernerintah mulai dengan aanslaag belesting atau pajak kepala sebesar seorang Rp 1,0. Tahun berikutnya mulai dengan Rp 2,0. Kemudian mulai dikenakan pajak pohon kelapa, kuda dan babi serta kambing. Berikut pajak sampan, pernasakan arak (tuak). Kewajiban pajak kemudian terus berkembang dan meningkat.

Disadur dari Buku 'Pelangi Sikka'

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Thursday, July 02 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---