Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Monday 6 June 2011

Dana Bantuan Sosial

Maumere adalah Ibukota Kabupaten Sikka, terletak di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Maumere berada di pesisir Pantai Utara(Pantura)Flores dengan Bandara Frans Seda serta Pelabuhan Laut L.Say sebagai pintu gerbangnya. Lewat inimaumere.com Anda bisa menjelajahi Kabupaten kecil ini, epang gawan (terima kasih) telah berkunjung... Kontak Kami
DARI namanya dana ini dipergunakan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. Namun kenyataannya peruntukan dana ini lebih sering dibelokkan untuk kepentingan lain.
Konon, begitu kepala daerah (bupati/walikota/gubernur) berkunjung ke suatu wilayah, ada pejabat tertentu yang siap selalu dengan uang tunai sekian (ratus) juta. Begitu di lokasi kunjungan sang kepala daerah menyatakan membantu warga/badan dengan sejumlah uang, maka petugas yang memegang uang itu pun langsung menghitung dan memberikan uang kepada yang dibantu sesuai jumlah yang disebut kepala daerah.
Sumber dana yang dipakai? Kalau dana bansos masih mencukupi, diambillah dari dana itu. Jika tidak, uang diambil dari dana sisa tender proyek-proyek.
Seyogianya, dana bansos dialokasikan dalam APBD untuk mengakomodir permintaan bantuan dana dari masyarakat yang dinilai penting untuk dibantu.

Contohnya, ada mahasiswa dari keluarga kurang mampu meminta bantuan dana untuk menyelesaikan studi (menyusun skripsi, melakukan penelitian dan lain-lain). Atau ada lembaga keagamaan yang meminta bantuan dana untuk melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan seperti membangun rumah ibadah atau kegiatan lainnya.

Namun kenyataan sering berbeda. Dana bansos dihabiskan tidak sesuai peruntukannya.
Kasus dana bansos yang mencuat di Kabupaten Sikka, cukup jelas menceriterakan kepada publik tentang penyimpangan penggunaan dana bansos. Mulai dari proses pencairan, pertanggungjawaban sampai peruntukannya, nyaris bermasalah semua. Terungkap juga bahwa ada rekayasa kelompok masyarakat penerima bantuan yang bersumber dari dana bansos. Nyatanya tidak ada, alias kelompok fiktif.

Persoalan ini mencuat setelah “diobrak-abrik” oleh Inspektorat Daerah dan BPKP NTT. Negara mengalami kerugian Rp 10 miliar lebih akibat penyimpangan ini.
Kini, DPRD setempat kembali “mengobok-obok” persoalan itu, “mengulitinya” satu persatu dan publik dibuat tercengang melihat betapa aparat pemerintah “bermain-main” dengan uang rakyat.

Dari sisi transparansi, langkah DPRD Sikka patut dijempoli. Kasus itu dibuat “telanjang” agar ada efek jera, ada efek pembelajaran. Setidaknya pejabat lain yang tidak terlibat, daerah lain yang mengelola dana bansos, bisa lebih bertanggung jawab menggunakan dana itu sesuai peruntukannya.

Spektrum yang menyembul dari rangkaian sidang panitia khusus (pansus) DPRD Sikka yang menyelidiki dana bansos tersebut --tak bisa dihindari-- tidak sebatas penegakan aturan. Warna politiknya begitu terang dan dominan. Terjadi “tembak-menembak” secara politis di tengah pengusutan kasus ini sehingga dikhawatirkan pansus akan sanggup membawa kasus ini tetap di jalurnya. Pansus tentu bukan sidang pengadilan. Juga bukan ruang interogasi penyidik. Siapa pun yang dipanggil untuk dimintai penjelasannya dalam sidang pansus harus tetap berjalan dengan kepala tegak, bukan menunduk lantaran malu karena dipermalukan dalam ruang sidang.


Di sinilah tantangan bagi pansus untuk menjaga agar rangkaian sidang pansus tetap menjadi forum bermartabat dan terhormat.
Lebih dari itu, panitia khusus harus mampu membuktikan ‘kekhususannya’ melalui hasil dari rangkaian panjang sidang-sidang, yang tidak hanya memakan waktu, tetapi juga menyita perhatian, menguras energi dan juga dana. Karena itu harus ada yang spesial yang dihadiahkan kepada masyarakat dari rangkaian kerja keras pansus menyelidiki kasus ini.

Sudah banyak kali terjadi, mulai dari pusat sampai ke daerah, pansus dewan berlangsung begitu semarak. Prosesnya begitu “gegap gempita”. Menyita perhatian publik laksana sinetron di televisi. Tapi apa ending-nya? Lebih banyak berupa kemasan bahasa-bahasa politis yang non-excecutable.

Kalau toh pada akhirnya kasus penyimpangan seperti yang sedang diselidiki oleh Pansus DPRD Sikka itu akan direkomendasikan untuk diproses hukum, dan tentu saja masih berproses begitu lama dengan ending yang juga belum tentu memuaskan rasa keadilan masyarakat, mengapa harus membuang waktu, energi dan dana untuk berlama-lama? Apalagi hanya demi memuaskan hasrat saling memojokkan, menyudutkan satu sama lain?

Kita berharap Pansus segera menyelesaikan tugasnya. Jika benar ada masalah maka harus ada yang bertanggung jawab. * (Pos kupang)

Artikel Terkait



 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Dana Bantuan Sosial | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---