Maumere adalah Ibukota Kabupaten Sikka, terletak di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Maumere berada di pesisir Pantai Utara(Pantura)Flores dengan Bandara Frans Seda serta Pelabuhan Laut L.Say sebagai pintu gerbangnya. Lewat inimaumere.com Anda bisa menjelajahi Kabupaten kecil ini, epang gawan (terima kasih) telah berkunjung... Kontak Kami
DON THOMAS lahir pada tanggal 13 Juli 1895 di kampung Sikka, ibunegeri Kerajaan Sikka. Beliau adalah putra ketiga dari pasangan almarhum Don Joseph Mbako II Ximenes da Silva, Raja Sikka yang ketigabelas (1898-1902) dengan permaisuri Dua Kanena Rosario da Gama. Bersama adik-adiknya Andreas (Kapitan Iwanggete), Edmundus (Bodu) dan Paulus Centis (Ratu Centis), mereka mengenyam kehidupan masa kecil yang runyam, menjadi yatim piatu, karena ayah ibunya telah meninggal dunia ketika DON THOMAS masih berusia 7 tahun. Seorang saudari tuanya, Fransiska Dua Use menikah dengan Kapitan Nita, Pedrico da Silva.
Di bawah asuhan dan bimbingan para Pastor Jesuit, DON THOMAS bersekolah dan menamatkan pendidikan di Standaardschool kelas lima di Lela pada tahun 1910. Guru-gurunya ialah D.D. Pareira Kondi dan H. Tengah Fernandez, dengan Kepala Sekolahnya Bruder Vester, SJ, dan Pastor Paroki Lela, P.H. Loy-mans, SJ. Dalam sekolah itu telah nampak tanda-tanda kecerdasannya yang cemerlang (pasti NEM tinggi menurut ukuran sekarang ini). Namun zaman itu tidak memberikan peluang untuk DON THOMAS boleh melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Akan tetapi kemudian ternyata bahwa beliau adalah seorang autodidak yang gemilang dan sukses.
Ketika berusia 15 tahun, DON THOMAS dibenum menjadi guru pada sekolah almamatemya di Lela, dan kemudian di Koting. Ketika guru-guru berkelayakan mengajar sudah tiba dari Manado (Minahasa), maka beliau dibebaskan dari jabatan guru, sehingga terpaksa terjun bekerja keras sebagai tukang kayu dan tukang besi pada bengkel Missie di Lela. Profesi ini ternyata kurang diminatinya. Pemuda Thomas lalu pergi bergabung dengan para pemuda sekampung Sikka, berdayung sampan dan perahu ke arah pantai selatan wilayah Tana Ai (Kecamatan Talibura) - Pruda dan Mudeherung - untuk menangkap ikan dan berdagang atau tengkulak berbagai hasil bumi. Pekerjaan ini juga tidak banyak membawa hasil. Beliau kembali ke kampung Sikka dan menganggur saja. Tanpa sepengetahuan Raja Nong Meak, ia mengambil beberapa batang gading di Istana Lepo Gete. Pemuda Thomas lalu berani mengadu nasib, berdagang gading itu ke Bajawa. Raja Nong Meak naik pitam, dan meminta bantuan Posthouder Bajawa untuk menangkap DON THOMAS. Kasus inilah antara lain merupakan pangkal "perebutan kekuasaan" antara DON THOMAS dengan Raja Nong Meak.
Oleh saran D.D. Pareira Kondi, pemuda Thomas bersurat kepada Residen Kupang mengenai silsilah keturunan dinasti Raja Sikka, di mana beliau secara tegas menuntut haknya untuk menjadi Raja Sikka. Residen Kupang memberitahukan perihal adanya surat tersebut kepada Raja Nong Meak, bahwa ada seorang dari keluarga DA SILVA LEPO GETE telah menggugat takhta Kerajaan Sikka berdasarkan hak warisan turun temurun.
Dengan adanya kasus gading dan surat tersebut, Raja Nong Meak terkesima dan penasaran. Maka pada tahun 1912 DON THOMAS diangkat menjadi jurutulis (magang) di Kantor Gezaghebber di Maumere, dengantugas antara lain sebagai penjaga rumah bui (penjara). Pada tahun 1918 beliau diangkat menjadi Mantri Belasting (Urusan Pajak, sekarang Dinas Pendapatan Kabupaten).
Dalam menjalankan pekerjaannya, DON THOMAS terkenal jujur, rajin dan bekerja keras. Ia bersemangat tinggi untuk memberantas perjudian dan kebiasaan masyarakat bersabung ayam. Gayanya menarik, pergaulannya luwes dan keterampilannya meyakinkan, sehingga para pejabat Pemerintahan Kolonial Belanda sangat berkenan dan memberikan perhatian ekstra.
Merebut Kembali Takhta Kerajaan Sikka
Oleh karena DU'A LISE, putri dan anak pertama Raja Mbako II tidak dapat diangkat menjadi Raja, dan DOMINIKUS, putra kedua meninggal dunia, maka DON THOMAS sebagai putra ketiga, berhak menyandang gelar Putra Mahkota dan memegang tongkat kekuasaan Kerajaan Sikka.
Akan tetapi, ketika ayahandanya meninggal dunia pada tanggal 28 Nopember 1902, DON THOMAS barn berusia lebih dad 7 tahun. Maka tongkat kekuasaan Kerajaan Sikka diserahkan kepada MO'ANG DIDING, saudara sepupu Raja Mbako II. Di luar dugaan, Moang Diding mendadak meninggal dunia pada tanggal 12 Desember 1902, karena terserang penyakit kolera. Putranya ALESU hendak diangkat sebagai penggantinya, namun Posthouder B.L. Kailola sangat berkeberatan, karena usianya barn 16 tahun. Apalagi ALESU sendiri tidak bersedia menjadi raja, karena takut cepat mati, seperti yang dialami Raja Mbako II (memerintah cuma empat tahun) dan ayahnya Moang Diding (hanya 14 hari menjadi raja).
Melalui proses permusyawaratan "DEWAN MO'ANG `LITING PULUH" alias Sepuluh Anggota De-wan Kerajaan, dimufakati keputusan untuk menjadi Raja Sikka adalah YOSEPH NONG MEAK, (putra Mo'ang Sima Anakoda Saleh dan Du'a Kasing da Silva), keponakan Raja Andreas Jati Ximenes da Silva (1871-1898). Menurut garis keturunan atau silsilah Keluarga DA SILVA LEPO GETE, posisi Nong Meak adalah garis keturunan pihak perempuan sehingga tidak berhak untuk memangku jabatan Raja Sikka. Memang, Nong Meak bergelar DA SILVA, karena ayahandanya Mo'ang Sima dalam hukum adat perkawinan berstatus "me deri lepo - Ata da Silva Lepo Gete" (kawin masuk). Dengan demikian, keputusan mengangkat Nong Meak menjadi raja Sikka adalah satu kesepakatan yang tidak menyimpang. Sebagai Regent (Wakil Raja) yang sementara menantikan ahli waris tahkta Kerajaan Sikka yang masih berusia amat sangat muda (Don Thomas), pada tanggal 26 Pebruari 1903 Nong Meak akhirnya dilantik sebagai Raja Sikka. Dengan penobatan dirinya itu, beliau berhak menggunakan Regalia (alat-alat kebesaran Raja-Raja), termasuk hak mengenakan Mahkota Raja (Sangko Bahar) dan Tongkat Kerajaan (Gai Bahar).
YOSEPH NONG MEAK DA SILVA yang ber¬pengalaman sebagai guru, dinobatkan menjadi Raja Sikka yang ke empatbelas pada tanggal 24 Pebruari 1903. Sembari memimpin pemerintahan dengan berbagai upaya pembangunan untuk memajukan kesejahteraan rakyat, beliau juga menyiapkan putranya DON P.P. DINDUS DA SILVA untuk kelak menjadi Raja Sikka. Demi ambisi itu maka sang putranya ini dikirim bersekolah ke Kweekschool di Muntilan, Jawa Tengah. Namun akhirnya kembali sebelum menyelesaikan masa pendidikannya.
Sementara itu DON THOMAS yang berwatak keras dan ambisius, yakin akan haknya atas takhta Kerajaan Sikka. Beliau terus berupaya menerobos wadas ketahanan dalam proses suksesi yang dirancang dan dibangun oleh Raja Nong Meak. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dengan dukungan moril (rekest) dad D.D. Kondi Pareira, serta Keluarga DA SILVA LEPO GETE sendiri, DON THOMAS bersurat kepada Residen Kupang. Lalu pada tahun 1920, beliau sendiri berangkat ke Batavia (Jakarta) dengan bantuan keuangan (Rp. 300.-??) dari mertuanya, MO'ANG SUBU SADIPUN. Dengan perantaraan P.J. ENGBERS dan P.P. MULLER, dua Pastor Jesuit yang pernah bekerja di Lela, DON THOMAS sempat bertemu dan berbicara dengan Gubernur Jendral Hindia Belanda untuk menghadang posisi Don P.P. Dindus da Silva, putra Raja Nong Meak dalam memperebutkan takhta Kerajaan Sikka itu.
Berdasarkan laporan Controleur A. Oranye, Posthouder Maumere (1920-1922), bahwa DON THOMAS patut menjadi Raja Sikka karena kemampuan dan kewibawaannya, maka alhasilnya, pada tahun 1921 DON THOMAS diserahi tugas sebagai WAKIL RAJA SIKKA dengan Surat Keputusan Residen Timor pada tanggal 6 September 1921, setelah Raja Nong Meak dipensiunkan pada tahun 1920. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Raja Sikka itu, nampak mencuat bakat DON THOMAS sebagai pemimpin.
Pada tanggal 21 Nopember 1923, DON THOMAS dilantik oleh Controleur Oranye menjadi Raja Sikka yang ke-15, berdasarkan Keputusan/Besluit Guvernur Genderal Nomor 50 tanggal 1 Mei 1923. Pada saat yang sama secara sepihak Raja KangaE Mo'ang Nai Juje dipensiunkan Belanda. Upacara penobatan dan pelantikan dilangsungkan secara meriah dan gegap gempita di Kota Maumere. Perayaan ini dihadiri oleh para Pejabat Pemerintahan Kolonial Belanda, Mgr. Arnoldus Vestraelen dan para Pastor, Raja Nai Juje dari KangaE, Raja Don Juan dari Nita, Raja Pensiunan Nong Meak, para Kapitan, pemuka adat, tokoh masyarakat, para guru dan murid serta rakyat.
Dengan demikian berakhirlah sudah sebuah persaingan ketat yang terselubung dalam memperebutkan takhta Kerajaan Sikka. Tongkat kepemimpinan kembali dipegang oleh dinasti yang berhak turun te murun, yaitu Keluarga DA SILVA LEPO GETE, di bawah keperkasaan Raja DON JOSEPHUS THOMAS XIMENES DA SILVA.
Dicuplik dari dari buku karangan Bapak E.P. da Gomez-Oscar P.Mandalangi yang berjudul 'DON THOMAS PELETAK DASAR SIKKA MEMBANGUN'