Maumere adalah Ibukota Kabupaten Sikka, terletak di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Maumere berada di pesisir Pantai Utara(Pantura)Flores dengan Bandara Frans Seda serta Pelabuhan Laut L.Say sebagai pintu gerbangnya. Lewat inimaumere.com Anda bisa menjelajahi Kabupaten kecil ini, epang gawan (terima kasih) telah berkunjung... Kontak Kami
Maumere,Senin 16 Maret 2009. Malam mulai merambat naik mendekati pukul 7 malam. Langit terlihat gelap dengan mendung pekat yang mengantung. Tak ada rembulan tentu saja apalagi bintang-bintang yang tersenyum genit seperti biasanya,tak ada. Laju mobil yang kami tumpangi perlahan-lahan meninggalkan Kota Maumere. Melesat cepat menuju pantai selatan,tepatnya menuju Desa Sikka yang berjarak kurang lebih 25 Km dari Kota Maumere.
‘Sebentar lagi kita akan tiba,”ujar Lucky Reyner yang duduk dibelakang setir mobil.
Sedikit ‘berjoget ria’ akibat jalanan yang agak berlobang akhirnya terlihat juga tulisan “Selamat Datang Di Desa Sikka” yang tertera jelas menyambut kami.
Sebuah desa di pesisir pantai selatan Kabupaten Sikka yang kental memiliki keterikatan sejarah dengan bangsa Portugis serta mewarisi iman khatolik akhirnya kami tapaki. Disinilah sebuah tradisi yang telah berlangsung puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang telah mengental dalam ikatan hubungan persaudaraan diterjemahkan dalam sebuah ‘ritual’ yang unik. Tradisi ini selalu berlangsung disaat umat khatolik seluruh dunia akan menyambut Pesta Paskah. Tradisi yang selalu mendekati perayaan Paskah ini adalah tradisi menangkap cacing laut atau dalam bahasa setempat disebut Nale.
“Lihat, banyak obor disana..!!” teriak Baim bersemangat. Baim adalah salah seorang kru yang malam itu kebagian jatah sebagai fotografernya (cieee) Radio Sonia FM.
Kami berebutan melongok keluar jendela mobil. Busyeeettt..! Seumur-umur baru kali ini melihat nyala obor dalam jumlah yang begitu banyak. Meski melihat dari kejauhan, sekitar 2 Km tapi sangat jelas sekali dibawah sana terlihat nyala api yang terang benderang.
“Horeeeeeeee…cacing naikkk..!!” teriak kami dengan kompak. Artinya bahwa perjalanan ini tidak sia-sia. Menunggu beberapa hari akhirnya datang juga. Nyala obor dikejauhan menandakan bahwa sicacing laut telah siap diburu. Masyarakat yang tumpah ruah disepanjang pantai dengan membawa obor ini ternyata sedang berpesta memburu cacing laut. Ya,musim nale telah tiba. Peralatan perang pun disiapkan saat laju mobil mendekati titik lokasi.
Anda akan bertanya, cacing laut yang ditangkap tersebut akan dibuat apa? Jawab kami, ya dimakanlah..! Santai Bos, ini adalah makhluk yang sangat lezat juga bergizi. Tidak Percaya? Ikut saja kisahnya bersama kami..
‘Sebentar lagi kita akan tiba,”ujar Lucky Reyner yang duduk dibelakang setir mobil.
Sedikit ‘berjoget ria’ akibat jalanan yang agak berlobang akhirnya terlihat juga tulisan “Selamat Datang Di Desa Sikka” yang tertera jelas menyambut kami.
Sebuah desa di pesisir pantai selatan Kabupaten Sikka yang kental memiliki keterikatan sejarah dengan bangsa Portugis serta mewarisi iman khatolik akhirnya kami tapaki. Disinilah sebuah tradisi yang telah berlangsung puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang telah mengental dalam ikatan hubungan persaudaraan diterjemahkan dalam sebuah ‘ritual’ yang unik. Tradisi ini selalu berlangsung disaat umat khatolik seluruh dunia akan menyambut Pesta Paskah. Tradisi yang selalu mendekati perayaan Paskah ini adalah tradisi menangkap cacing laut atau dalam bahasa setempat disebut Nale.
“Lihat, banyak obor disana..!!” teriak Baim bersemangat. Baim adalah salah seorang kru yang malam itu kebagian jatah sebagai fotografernya (cieee) Radio Sonia FM.
Kami berebutan melongok keluar jendela mobil. Busyeeettt..! Seumur-umur baru kali ini melihat nyala obor dalam jumlah yang begitu banyak. Meski melihat dari kejauhan, sekitar 2 Km tapi sangat jelas sekali dibawah sana terlihat nyala api yang terang benderang.
“Horeeeeeeee…cacing naikkk..!!” teriak kami dengan kompak. Artinya bahwa perjalanan ini tidak sia-sia. Menunggu beberapa hari akhirnya datang juga. Nyala obor dikejauhan menandakan bahwa sicacing laut telah siap diburu. Masyarakat yang tumpah ruah disepanjang pantai dengan membawa obor ini ternyata sedang berpesta memburu cacing laut. Ya,musim nale telah tiba. Peralatan perang pun disiapkan saat laju mobil mendekati titik lokasi.
Anda akan bertanya, cacing laut yang ditangkap tersebut akan dibuat apa? Jawab kami, ya dimakanlah..! Santai Bos, ini adalah makhluk yang sangat lezat juga bergizi. Tidak Percaya? Ikut saja kisahnya bersama kami..
Jeruk nipis, wanita yang sedang hamil, wanita yang sedang’datang bulan’ dilarang berada di lokasi, dilarang ikut menangkap, dilarang menginjakan kakinya di pantai. Istilahnya tak boleh dilibatkan untuk ikut berburu. Peringatan serius ini langsung diberitahukan kepada kami. Saling celingukan, siapa tahu dalam rombongan kami ada yang cewek, hamil, datang bulan, bawa jeruk lagi,untung tida ada hehehehe..
Pak Karwayu, Kepala Desa Sikka tempat kami sejenak berisitirahat langsung cekatan membuatkan sebuah obor besar untuk kami (epang gawang golo/terima kasih banyak = Bhs.Sikka). Suara deburan ombak pantai selatan Sikka terdengar bersemangat penuh suka cita, seakan menyambut tapak-tapak kaki ketika kami menelusuri karang demi karang yang menjadi lantai pijakan ketengah lokasi perburuan.
Sejauh mata memandang cuma terlihat nyala obor. Cahayanya menerangi ribuan manusia yang tumplek di lokasi pencarian. Tak hanya penduduk desa Sikka saja melainkan beberapa desa tetangga bahkan dari Kota Maumere seperti kami pun terlihat asik bebruru. Meski desa-desa tetangga seperti Lela, Hokor, Bola juga sama berada di bagian selatan pantai Sikka, rupanya pesisir pantai Sikka-lah yang dipilih si cacing laut ini untuk mengembangkan habitatnya. Tak heran, jika menjelang musim panen ini Desa Sikka mulai ramai dengan ‘para pendatang’.
TRADISI YANG MERAKYAT
Mengapa yang membawa jeruk nipis, wanita hamil, datang bulan dilarang berada dipesisir pantai? Menurut masyarakat setempat, si cacing laut tak akan muncul kalau salah satu dari ketiga larangan tersebut dilanggar. Jika cacing laut yang sedang melimpah ruah tersebut tiba-tiba menghilang maka patutlah dicurigai bahwa ada pelanggaran berat atas 3 larangan tersebut diatas..cieeeeee...
Bagi masyarakat setempat, nale adalah sebuah tradisi peninggalan nenek moyang yang patut dilestarikan. Tradisi yang unik dan penuh makna yang melatarinya.
Tradisi menangkap cacing laut yang cuma berlangsung sekali dalam setahun ini selalu berdekatan dengan perayaan Paskah atau lebih tepatntya sang cacing laut tersebut akan muncul di minggu ke-3 menjelang hari raya Paskah. Tidak berubah dari jadwal tersebut. Entah hari raya Paskah jatuh tanggal berapa, bulan berapa nantinya tetap saja si cacing laut ini akan dengan segera muncul kepermukaan di minggu ke-3 menjelang Paskah. Tentu saja keunikan sang cacing tersebut telah berlangsung dari jaman tempo doeloe.
Dulu tradisi ini begitu mengental dengan tradisi sir-siran antar anak muda. Biasanya pada saat panen cacing laut ini, anak-anak muda yang sedang kasmaran ikut-ikutan merayakan tradisi mereka sebagai ajang untuk mencari jodoh. Sang lelaki akan memercikan air ke sang cewek yang ditaksirnya, begitu sang cewek membalas percikan dengan percikan lagi artinya bahwa sang cewek tersebut telah membalas cinta si pemuda.
Ada lagi tradisi mennyiram air keseseorang, entah kecewek atau ke cowok. Seseorang yang boleh menyiram air haruslah terhitung ipar atau ada hubungan saudara lewat pernikahan. Sang cowok atau cewek yang tersiram tak boleh membalas saat itu tapi boleh membalasnya satu tahun kemudian dalam ‘acara’ yang sama (beler deh..hehehe).
“Tradisi menyiram air entah ke cewek atau ke cowok tersebut bersamaan dengan tradisi nale tersebut, ya terjadi disaat sedang sibuk-sibuknya berburu cacing, tapi tradisi ini kini perlahan-lahan mulai ditinggalkan, entah kenapa,” jelas Pak Karwayu.
CACING LAUT YANG UNIK
Cacing laut yang diburu ini termasuk sangat unik. Tak seperti cacing lain yang memiliki body yang kenyal cacing laut yang diburu ini memiliki tubuh yang sangat rapuh. Akibatnya jika tak berpengelaman dalam urusan menangkap cacing laut ini disarankan mencari kerjaan lain saja misalnyangojek kek megang obor buat nerangin tempat berburu atau jadi pengintai cacing, kira-kira si cacing laut tersebut terlihat disebelah mana…
Kok bisa? Kan tubuh sang cacing laut tadi sangat rapuh kan? Jadi saat menyentuhnya juga harus hati-hati agar sang cacing tersebut tak jadi cairan. Solusinya? Bagi yang tak berpengelaman silakan menggunakan sepotong lidi. Dengan menggunakan lidi tadi cukuplah untuk menolong kita-kita yang kurang pengelaman.
Mencari cacing nale tidaklah mudah. Butuh ketelitian, kejelian, kesabaran dan pandai menangkap. Cacing unik ini akan terlihat muncul dari pori-pori atau lubang batu karang. Kadang terlihat ia terhanyut dibawah air.
Untuk menangkap cacing biar terlihat mudah misalnya kita membentuk satu kelompok yang didalamnya terdiri dari 3-4 orang dengan menyisir secara bersamaan. Cacing laut yang memiliki aneka warna ini akan muncul kepermukaan dengan diiringi beberapa tanda atau gejala.
“Bau amis yang tajam,sambaran petir atau kilat diudara adalah tanda-tanda kedatangan sang cacing,”ujar beberapa warga yang kami tanyai di lokasi.(hihihihi, saya jadi ingat filem ‘malam satu suro’ ).
MENCICIPI CACING LAUT ALA ORANG SIKKA
Pernah merasakan nikmatnya mencicipi cacing laut? Sederhana saja. Tak usah bumbu ini, bumbu itu, merek ini merek itu saat mengolah cacing tersebut. Untuk mejadikannya makanan yang enak beberapa warga mengelolahnya dengan caranya masing-masing. Misalnya mencampurinya dengan lawar setelah digoreng atau diolah menjadi lezat sebagai makanan ‘kampung’ yang gurih nikmat serta bergizi. Semuanya menjadikan kami bersemangat untuk segera menikmati hasil jerih payah kami tersebut.
Sambil mewawancari Pak Karwayu dihalaman rumahnya kami menunggu dengan rasa penasaran sang cacing daalm bentuk ‘jadi’. Seumur-umur baru kali ini kami akan menikmati rasa cacing. Cacing laut tersebut rupanya sedang diolah oleh istri Pak Kades. Tak berapa lama kemudian munculah sang bintang ditengah-tengah kami.
Tak perlu lama, cuma semenit lebih sicacing tersebut telah lenyap ditelan perut kami. Rasanya??
Maaaknyusssssssssss…!! (kata si kuliner tranStv)
Weeeeeeeeeeeeeeeeenakkkk tenan (kata orang Jawa)
Woe paling enak sudah (kata orang Papua)
Hi'i enak ngeri golo (kata orang Maumere)
Penasaran? Jangan kecewa, tahun depan sicacing laut tersebut akan muncul kembali. Kapan?Ingat,minggu ke-3 menjelang hari raya Paskah. Jika punya rencana ajak-ajak kami ya, siapa tahu kami bisa jadi gurunya (cieeeeeee).
Sedikit rekaman dari masyarakat yang ikut berburu cacing laut..!!
Pak Karwayu, Kepala Desa Sikka tempat kami sejenak berisitirahat langsung cekatan membuatkan sebuah obor besar untuk kami (epang gawang golo/terima kasih banyak = Bhs.Sikka). Suara deburan ombak pantai selatan Sikka terdengar bersemangat penuh suka cita, seakan menyambut tapak-tapak kaki ketika kami menelusuri karang demi karang yang menjadi lantai pijakan ketengah lokasi perburuan.
Sejauh mata memandang cuma terlihat nyala obor. Cahayanya menerangi ribuan manusia yang tumplek di lokasi pencarian. Tak hanya penduduk desa Sikka saja melainkan beberapa desa tetangga bahkan dari Kota Maumere seperti kami pun terlihat asik bebruru. Meski desa-desa tetangga seperti Lela, Hokor, Bola juga sama berada di bagian selatan pantai Sikka, rupanya pesisir pantai Sikka-lah yang dipilih si cacing laut ini untuk mengembangkan habitatnya. Tak heran, jika menjelang musim panen ini Desa Sikka mulai ramai dengan ‘para pendatang’.
TRADISI YANG MERAKYAT
Mengapa yang membawa jeruk nipis, wanita hamil, datang bulan dilarang berada dipesisir pantai? Menurut masyarakat setempat, si cacing laut tak akan muncul kalau salah satu dari ketiga larangan tersebut dilanggar. Jika cacing laut yang sedang melimpah ruah tersebut tiba-tiba menghilang maka patutlah dicurigai bahwa ada pelanggaran berat atas 3 larangan tersebut diatas..cieeeeee...
Bagi masyarakat setempat, nale adalah sebuah tradisi peninggalan nenek moyang yang patut dilestarikan. Tradisi yang unik dan penuh makna yang melatarinya.
Tradisi menangkap cacing laut yang cuma berlangsung sekali dalam setahun ini selalu berdekatan dengan perayaan Paskah atau lebih tepatntya sang cacing laut tersebut akan muncul di minggu ke-3 menjelang hari raya Paskah. Tidak berubah dari jadwal tersebut. Entah hari raya Paskah jatuh tanggal berapa, bulan berapa nantinya tetap saja si cacing laut ini akan dengan segera muncul kepermukaan di minggu ke-3 menjelang Paskah. Tentu saja keunikan sang cacing tersebut telah berlangsung dari jaman tempo doeloe.
Dulu tradisi ini begitu mengental dengan tradisi sir-siran antar anak muda. Biasanya pada saat panen cacing laut ini, anak-anak muda yang sedang kasmaran ikut-ikutan merayakan tradisi mereka sebagai ajang untuk mencari jodoh. Sang lelaki akan memercikan air ke sang cewek yang ditaksirnya, begitu sang cewek membalas percikan dengan percikan lagi artinya bahwa sang cewek tersebut telah membalas cinta si pemuda.
Ada lagi tradisi mennyiram air keseseorang, entah kecewek atau ke cowok. Seseorang yang boleh menyiram air haruslah terhitung ipar atau ada hubungan saudara lewat pernikahan. Sang cowok atau cewek yang tersiram tak boleh membalas saat itu tapi boleh membalasnya satu tahun kemudian dalam ‘acara’ yang sama (beler deh..hehehe).
“Tradisi menyiram air entah ke cewek atau ke cowok tersebut bersamaan dengan tradisi nale tersebut, ya terjadi disaat sedang sibuk-sibuknya berburu cacing, tapi tradisi ini kini perlahan-lahan mulai ditinggalkan, entah kenapa,” jelas Pak Karwayu.
CACING LAUT YANG UNIK
Cacing laut yang diburu ini termasuk sangat unik. Tak seperti cacing lain yang memiliki body yang kenyal cacing laut yang diburu ini memiliki tubuh yang sangat rapuh. Akibatnya jika tak berpengelaman dalam urusan menangkap cacing laut ini disarankan mencari kerjaan lain saja misalnya
Kok bisa? Kan tubuh sang cacing laut tadi sangat rapuh kan? Jadi saat menyentuhnya juga harus hati-hati agar sang cacing tersebut tak jadi cairan. Solusinya? Bagi yang tak berpengelaman silakan menggunakan sepotong lidi. Dengan menggunakan lidi tadi cukuplah untuk menolong kita-kita yang kurang pengelaman.
Mencari cacing nale tidaklah mudah. Butuh ketelitian, kejelian, kesabaran dan pandai menangkap. Cacing unik ini akan terlihat muncul dari pori-pori atau lubang batu karang. Kadang terlihat ia terhanyut dibawah air.
Untuk menangkap cacing biar terlihat mudah misalnya kita membentuk satu kelompok yang didalamnya terdiri dari 3-4 orang dengan menyisir secara bersamaan. Cacing laut yang memiliki aneka warna ini akan muncul kepermukaan dengan diiringi beberapa tanda atau gejala.
“Bau amis yang tajam,sambaran petir atau kilat diudara adalah tanda-tanda kedatangan sang cacing,”ujar beberapa warga yang kami tanyai di lokasi.(hihihihi, saya jadi ingat filem ‘malam satu suro’ ).
MENCICIPI CACING LAUT ALA ORANG SIKKA
Pernah merasakan nikmatnya mencicipi cacing laut? Sederhana saja. Tak usah bumbu ini, bumbu itu, merek ini merek itu saat mengolah cacing tersebut. Untuk mejadikannya makanan yang enak beberapa warga mengelolahnya dengan caranya masing-masing. Misalnya mencampurinya dengan lawar setelah digoreng atau diolah menjadi lezat sebagai makanan ‘kampung’ yang gurih nikmat serta bergizi. Semuanya menjadikan kami bersemangat untuk segera menikmati hasil jerih payah kami tersebut.
Sambil mewawancari Pak Karwayu dihalaman rumahnya kami menunggu dengan rasa penasaran sang cacing daalm bentuk ‘jadi’. Seumur-umur baru kali ini kami akan menikmati rasa cacing. Cacing laut tersebut rupanya sedang diolah oleh istri Pak Kades. Tak berapa lama kemudian munculah sang bintang ditengah-tengah kami.
Tak perlu lama, cuma semenit lebih sicacing tersebut telah lenyap ditelan perut kami. Rasanya??
Maaaknyusssssssssss…!! (kata si kuliner tranStv)
Weeeeeeeeeeeeeeeeenakkkk tenan (kata orang Jawa)
Woe paling enak sudah (kata orang Papua)
Hi'i enak ngeri golo (kata orang Maumere)
Penasaran? Jangan kecewa, tahun depan sicacing laut tersebut akan muncul kembali. Kapan?Ingat,minggu ke-3 menjelang hari raya Paskah. Jika punya rencana ajak-ajak kami ya, siapa tahu kami bisa jadi gurunya (cieeeeeee).
Sedikit rekaman dari masyarakat yang ikut berburu cacing laut..!!
|
|
|
Oss Rebong Inimaumere, teman-teman Sonia Fm dan dua sahabat dari Kota Bajawa Andy n friend ramai ikut turun berburu..
|
|
|
Sehabis menangkap si cacing laut,kami bersantai sambil berkulababong dengan Kepala Desa Sikka,tak lupa menghabiskan si cacing laut yang telah diolah sedemikian rupa.Bung Marthin Smith dari Sonia FM tak ketinggalan mewawancarai Pak Kepala Desa.
Ikan Babi
Satu keunikan lagi yang ada di Desa Sikka adalah menyantap ikan babi. Menyantap? Berani kau makan ikan babi?Memang kenapa derong (teman)? Ikan babi itu apa?
Ikan babi adalah jenis ikan yang cukup mudah ditemui di Kampung Sikka. Nelayan di Sikka-Lela biasa menangkap ikan berjenis besar ini tapi memiliki kekhasan dalam cita rasa dan akibat mengkomsumsinya. Ganasnya saat di olah untuk menjadi santapan, minyak yang keluar dari tubuhnya akan sangat berlimpah ruah bahkan bara api yang dipakai untuk memanggang daging ikan tersebut akan padam seketika. Begitulah cerita yang pernah mengalami makan ikan babi tersebut.
Nah ini nih yang paling jahat dari sang ikan tersebut. Jangan sekali-sekali untuk menyantap daging ikan tersebut terlalu banyak. Cukup sepotong kecil saja.
Kenapa?Ikan ini dagingnya memang sangat lezat sekali, TAPI akibat yang ditimbulkannya ini nih yang bikin pusing kepala. Setelah menyantap daging ikan tersebut, secara tak sadar, secara diam-diam, secara tak pakai permisi, tak minta ijin terlebih dahulu minyak dari sang ikan yang yang kita santap dagingnya tadi akan keluar dari (MAAP !!) dubur kita, menetes tanpa pemberitahuan. Dan ini akan keluar secara terus-menerus seharian, sampai selesai. Aneh, entah ikan ini termasuk jenis apa, keluarganya apa, bahasa biologinya apa.
Ikan yang sering disebut masyarakat Sikka-Lela dengan panggilan ikan babi (karena lemaknya yang banyak) berada dalam habitatnya di dasar laut yang cukup dalam. Sekali-sekali para pemancing pantai selatan ini menangkapnya.Jika berkunjung ke pantai selatan Sikka-Lela,tak ada salahnya untuk mencoba merasakan lezatnya ikan ini. Berani?
www.inimaumere.com