Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Friday 17 September 2010

Antara Kelimutu dan Nilo..

Maumere adalah Ibukota Kabupaten Sikka, terletak di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Maumere berada di pesisir Pantai Utara(Pantura)Flores dengan Bandara Frans Seda serta Pelabuhan Laut L.Say sebagai pintu gerbangnya. Lewat inimaumere.com Anda bisa menjelajahi Kabupaten kecil ini, epang gawan (terima kasih) telah berkunjung... Kontak Kami

Turun dari Danau Kelimutu sekitar pukul 8 pagi, mobil berlari kencang melewati puluhan kelokan kanan kiri keluar dari wilayah Kabupaten Ende. Dan akhirnya menyentuh Desa Wolowiro, Paga, Kabupaten Sikka. Diwilayah ini terdapat Pantai Koka yang legendaris. “Emang apa keindahan Pantai Koka? Jadi penasaran nih..” ujar Grace yang paling semangat kalo diajak ke pantai. Pantai Koka masih jauh dari bayangan mereka. Mereka cuma tau Kelimutu. Jadi apa salahnya pulang dari Danau Kelimutu lalu bermain-main di Koka? Sekalian biar mereka tahu keindahan pantai ini. Bisa cerita-cerita keluar. "Kayak pantai-pantai di Bali ya? banyak kafe di pinggiran pantai gitu kan?" tanya Tisye dengan yakin.

Wah, ternyata Pak Sopir Wempy tak berani ambil resiko. Terpaksa jalan buruk sepanjang 2, 5 km menuju Pantai Koka kami lewati dengan berjalan kaki. "Kok jadi gini jalannya? Tapi janji pantai Koka indah kan?" rungut keduanya.

Cewek-cewek ini rupanya kuat pula hehehe...diantara nyanyian burung hutan mereka masih bercanda satu sama lain. Tak tahu kalau jalanan buruk ini masih panjang. Sedikit gambaran, akses menuju Pantai Koka ini memiliki jalan tanah berbatu antara batu besar dan kecil yang berserakan tak rapi ditengah jalan. Terang saja, Wempy yang nyetir mobil tak mau ambil resiko. Takut saja kalau mobilnya ada apa-apa.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya terdengarlah bunyi deburan ombak yang cukup kencang. Tapi laut Koka belum terlihat karena tertutup rimbunan pepohonan. Dan akhirnya perlahan-lahan mulai terkuak tuh pantai. Dan Tisye bersama Grace langsung berdecak kagum. Secara spontan, tas-tas dan sandal di buang begitu saja. Mereka berlari mendekati pantai. Berteriak kegirangan. Suara mereka terdengar memuja muji keindahan Koka. Dan gelombang ombak Koka begitu tinggi saling berlomba volume dengan suara para manusia ini.

Lebih seru lagi, ketika mereka menelpon teman-temannya di Jakarta dan berteriak memberitahu kalau mereka sedang berada sendirian disebuah tempat yang sangat indah. “Rugi kalian, ntar aja baru liat di poto-poto kami ya,” teriak mereka lewat ponsel.

Di Koka saat itu, kami hanya sendirian. Tak ada manusia lain. Baik penduduk setempat, nelayan atau siapa saja. Jadi bisa dibayangkan. Di sebuah pantai yang indah hanya ada 3 manusia. Buset dah. Artinya bahwa meski dengan susah payah berjalan kaki, mereka berdua mendapat sebuah hadiah istimewa. Menjadi pemilik sah Koka sepenuhnya meski hanya berberapa jam.

Aneh ya, kok ga ada orang? Kok ga ada penjual apa kek, atau orang-orang yang spontan berjualan jika ada tamu kesini? Kok ga ada yang berdayakan pantai indah ini ya..? begitulah pertanyaan bertubi-tubi dari mereka yang harus dijawab.

Sekitar tiga jam lamanya kami berada di Koka. Mereka sebenarnya tak mau pulang, Maunya hingga sore hari baru beranjak. Tapi apa daya, perut sudah lapar, lidah haus berkepanjangan dan masih ada jadwal perjalanan lainnya. Yakni ke Pantai Paga, Nuabari (akhirnya dibatalkan karena waktu terbatas), Kampung Sikka dan berakhir di Nilo.

Setelah bermanja dengan keindahan Pantai Koka, kami beranjak pulang. Grace dan Tisye kelimpungan gara-gara jalan buruk dan menanjak. Apa bole buat. Jarak 2,5 km tetap harus dilalui. “Kenapa pemerintah daerah sini tak memberdayakan pantai ini? Salah satunya kan bisa memperbaiki akses jalan, biar pengunjung kesini tak usah buang-buang tenaga,” rungut Grace.

“Coba kalau ada yang jualan minum-minuman ringan yang dingin, cindera mata, kain pantai, kepang rambut kan asik tuh..ini kok di pantai seluas ini cuma bertiga doang..mangnya ga ada dinas pariwisatanya ya? Kok dibiarkan sepi kayak gini?” sungut Tisye yang sempoyongan berjalan dibelakang.

“Mungkin dengan naturalnya yang tanpa apa-apa inilah yang menarik dan membuat unik Pantai Koka,” jawab saya sekenanya.

“Bangun Pak sopir...” teriak Grace dan Tisye ketika sampai di tempat parkirnya mobil. Napasnya terdengar besar kecil gara-gara berjalan jauh. Setelah menghabiskan banyak air kami meneruskan perjalanan ke Pantai Paga. Disini kami berencana ‘isi kampung tengah’ alias makan siang.......

Di Paga Beach yang berdekatan dengan Pantai Koka, gelombang air cukup besar. Pantainya juga indah. Pasirnya juga putih meski tak seputih di Pantai Koka. Kalau disini, jarak jalan utama (jalan raya) menuju pantainya sangat berdekatan. Ada pula beberapa bungalow yang disediakan bagi tamu yang ingin beristirahat. Ada pula beberapa resto kecil atau warung makan. Jadi di Paga Beach sudah lebih moderen dibandingkan dengan Koka yang tersembunyi dari keadaan luar.

Setelah berisitirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan menuju Kampung Sikka atau Natar Sikka. Disini para gadis ini ingin melihat Gereja Sikka, Lepo Gete dan membeli kain tenun ikat khas Sikka.

Lantas persinggahan berikutnya yang paling terakhir adalah berziarah ke Bukit Nilo. Di tempat ini, berdiri Patung Bunda Maria yang sangat besar dan menatap Kota Maumere dibawahnya . Mirip seperti Patung Jesus di Rio Dejenario Brazil. Sedikit berlama-lama di Nilo, saat malam kami beranjak pulang. Kembali ke Kota Maumere. Kembali ke rutinitas biasanya. Dan para gadis ini kembali ke Jakarta dengan sebungkus cerita tentang dahsyatnya alam Maumere. “Kami akan datang lagi bersama teman-teman lain dan ingin menjelajahi Flores dari Komodo sampai Lembata,” janji Grace n Tisye.

Perjalanan sehari penuh sudah usai. Berangkat dari Maumere sekitar pukul 04.00 Wita menuju Kelimutu dan kembali ke Maumere sekitar pukul 19.00 Wita. Dan cerita lengkap dua gadis yang tenggelam di keindahan Kabupaten Sikka dan Kelimutu akan ditulis oleh mereka sendiri sebagai oleh-oleh perjalanan pertama mereka di Kabupaten Sikka..Tunggu saja..


Di rumah Raja Sikka, Lepo Gete
www.inimaumere.com

Artikel Terkait



 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Antara Kelimutu dan Nilo.. | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---