Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Wednesday, 30 March 2011

Wairterang, Riwayatmu Kini...

Wairterang. Nama yang akrab bagi sebagian warga Maumere. Tidak salah, karena daerah ini dengan pemandangan pantai dan naturalnya alam sejak tahun 1970-an telah menjadi salah satu tempat menarik yang paling dikunjungi dihari minggu maupun libur. Air segar yang berada di pinggiran jalan, mengalir deras tanpa putus dari pegunungan. Hutan lebat nan hijau masih kita dapati. Dan monyet serta kera berseliweran dijalan tak takut untuk mendekati para pengunjung. Semua bisa dinikmati secara gratis. Kini Wairterang cuma tinggal cerita. Kawanan kera telah pergi, mungkin telah punah. Air segar nan dingin tak lagi mengalir. Pantainya penuh sampah. Dan pasti Wairterang tak lagi menjadi tempat liburan menyenangkan warga Maumere. Namun potensi kawasan ini tak begitu saja hilang bagai debu. Sebuah kapal karam peninggalan jaman kemerdekaan ditemukan di perairan Wairterang. Mengejutkan memang. Bukti sejarah diperairan ini seakan mencolek kenangan pada daerah ini. Memungut daun-daun pantai, membangun istana pasir, membuka lepah dan membiarkan makanan diatas kain dan tikar terkena buih-buih samudera...hmmm..

Disekitar derah ini, berdiri beberapa resort. Maklum, Wairterang merupakan salah satu titik keberangkatan menuju destinasi penyelaman Teluk Maumere yang memiliki pemandangan bawah laut menakjubkan.

Perairan Wairterang berada di Desa Wairterang Kecamatan Waigete Kabupaten Sikka. Lokasi ini berada pada jalur transportasi jurusan Maumere – Larantuka. Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi darat, baik roda dua maupun roda empat, dengan jarak tempuh kurang lebih 30-40 menit perjalanan dari Maumere. Letaknya kurang lebih 30 km dari Maumere, Ibukota Kabupaten Sikka.

Secara geografis Desa Wairterang berada pada jalur posisi utara Pulau Flores. Mendekati Desa Wairterang disebelah kiri dan kanan terdapat hutan dan semak belukar. Disebelah selatan jalan raya terpampang perbukitan menghijau. Disepanjang lokasi pinggir pantai teluk ini tumbuh beberapa jenis pohon seperti kesambi, asam, bunut, lamtoro, nila daln lainnya. Sedangkan bagian timur terdapat batu-batu besar. Batu-batu ini merupakan hasil dari letusan Gunung berapi Egon.

Salah satu Resort Dive yang ada dilokasi ini adalah Ankermi Resort. Disamping itu juga terdapat resort-resort lainnya disepanjang perjalanan menuju lokasi kapal karam. Sebut saja misalnya Wodong Beach. Dulu juga didekat lokasi Pantai Wairterang terdapat resort milik orang Perancis. Kini resort tersebut telah lenyap entah kenapa.

Jauh sebelum itu, sejak tahun 1970-an Pantai Wairterang yang berpasir hitam adalah salah satu lokasi menarik yang selalu dipadati pengunjung setiap hari minggu maupn libur untuk menyempatkan diri mandi-mandi dilaut yang tenang tidak beriak. Apalagi dibagian selatan, diseberang jalan raya terdapat bak penampung yang mengalirkan air segar dari pegunungan. Belakangan ini Wairterang menjadi sepi dan jarang dikunjungi orang.(Oss/Eny/Suara Sikka)

Foto : Wairterang (Laurensius Reginaldus)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Ketika Orang Flores Nanggap Wayang

Wayang sangat popular di Jawa, yang selalu memberikan filosofi tentang nilai-nilai kehidupan, baik di masa lalu, masa kini maupun masa mendatang. Sesuai dengan perkembangan dan seiring perjalanan waktu, wayang kini sudah mengejawantah menjadi universal yang bisa dipahami mayarakat luas. Tidak sebatas mayarakat Jawa saja, tapi juga masyartakat Indonesia di luar Pulau Jawa dan bahkan di mancanegara.
Salah satu diantaranya adalah Antonius Kopong Liat Ratumakin, pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur yang coba memahami filosofi orang Jawa melalui wayang dalam bukunya yang berjudul “Orang Flores Menanggap Wayang”. Ditengah kenyataan topik kebudayaan yang semakin terpinggirkan, hadirnya buku wayang tersebut memuat pandangan awam terhadap wayang tentu sangat standar sesuai kemampuannya. Salah satu fokusnya membahas wayang sebagai media.

“Ya kita umpamakan wayang sebagai panggung kecil yang redup berhadapan dengan dunia televisi yang megah dan luas. Wayang kalah suara. Wayang tetap eksis mengisi relung jiwa manusia Indonesia,” ungkap Antonius Ratumakin saat peluncuran bukunya di Musium Nasional.

Menurut Antonius, wayang tidak saja popular dan digemari masyarakat di pulau Jawa saja tapi juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia termasuk di Flores.
“Wayang sebenarnya tidak saja digemari masyarakat Jawa tetapi juga di daerah lainnya di Indonesia. Itu bisa saja karena orang Jawa tersebar di daerah lain selain Jawa. Tetapi juga orang lain yang bukan Jawa suka dengan wayang,” kata Antonius

Meski dulu wayang digemari oleh masyarakat, ternyata kini kalah bersaing dengan media hiburan lain, terutama media televisi yang jauh lebih lengkap, modern, luas dan tentunya lebih hebat dari wayang. “Wayang sekarang ini diibaratkan sebagai panggung kecil yang redup kalah berhadapan dengan media televisi yang megah, luas, dan tentunya lebih popular,” kata Antonius

Padahal pada jaman dahulu wayang sangat berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad 14. Dan, juga wayang sangat efektif digunakan oleh para penguasa pada jaman orde baru sebagai alat mendekati hati rakyat . Dengan buku ini penulis berharap wayang dapat kembali eksis bukan saja sebagai media hiburan tetapi sebagi media yang dapat menyebarkan informasi kepada masyarakat, yang kini telah dikuasai oleh media televisi. Untuk mencapai itu, semua harus mencintai wayang sebagai warisan budaya Indonesia dan wayang harus menasional yang menularkan ke-Indonesiaan yang memiliki sifat Pancasilais, gotong royong, dan kebersamaan .

“Kedepan kita berharap bisa mendengar Jenderal Nonton Wayang, wayang masuk istana, wayang masuk sekolah, wayang masuk gereja atau wayang sudah TV, Sehinggga wayang kedepan wayang bisa menjadi bukan saja sebagai hiburan tetapi wayang sebagai media informasi dan media pemersatu,” kata Antonius Ratumakin.
Media pemersatu bangsa
Di dalam buku ini berceritakan tentang pandangan awam terhadap wayang yang sangat standar, salah satu fokusnya membahas wayang sebagai media yang telah ditinggalkan. Wayang sebagai panggung kecil yang redup kalah berhadapan berhadapan dengan media televisi yang megah dan luas dan tentunya lebih popular.

Padahal pada jaman dahulu wayang sangatlah berperan penting dalam penyebaran agama islam di Jawa pada abad 14, dan juga wayang sangatlah efektif digunakan oleh para penguasa pada jaman orde baru sebagai alat mendekati hati rakyat .

Antonius berharap wayang dapat kembali eksis berkiprah bukan saja sebagai media hiburan tetapi sebagi media yang dapat menyebarkan informasi kepada masyarakat, yang kini telah dikuasai oleh media televisi. “Apabila wayang sudah bisa masuk istana, wayang bisa masuk sekolah, wayang bisa masuk gereja atau wayang sudah TV secara berkala, maka wayang kedepan wayang bisa menjadi bukan saja sebagai hiburan tetapi wayang sebagai media informasi dan media pemersatu,” ungkap
Antonius

Antonius memaparkan sebelum menulis buku ini, dia coba menelusuri, ternyata wayang memiliki sejarah panjang sejak awal kerajaan Nusantara hingga hari ini. Wayang tetap eksis dan mengandung nilai kehidupan yang adiluhung. Tapi pada saat bersamaan muncul pertanyaan besar, kalau memang demikian, mengapa kepemimpinan Jawa serba samar, tertutup dan mistis ? Mengapa kultur masyarakatnya begitu menjaga harmoni hingga rebah pada situasi yang menentukan sekalipun ? Dimanakah nilai wayang itu ?

Jawaban pertanyaan itu tenyata tidak lagi relevan. Dunia sudah jauh berubah. Tidak hanya wayang yang akan punah, kebangsaan kita juga terancam. Negara sedang sakit moral dan materi. Kita memerlukan wayang dalam konteks yang berbeda, kedepan.

Akan ada Sangh Samudra atau Sri Lautani, tokoh baru yang mewakili karakter manusia Indonesia dalam percaturan global. Seperti lautan, dia luas, biru dan dalam. Bisa tenang, bisa bergelora. Lautan mengandung kekayaan dan keindahan. Ada bunga karang didalamnya, indah dan kuat, mewakili karakter wanita Indonesia.

Wayang saatnya bertransformasi secara baru yang memerlukan strategi kebudayaan, ditanamkan secara sistematis kepada masyarakat dan generasi baru, mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar dan menengah diseluruh Indonesia.

“Setelah orang Flores, mudah-mudahan orang Irian, Ambon, Aceh, Padang, Batak, Makassar, Manado, Timor, Kalimantan ikut menanggapi, sambung-menyambung menjadi satu. Tentu saja kita boleh kritis, mengapa wayang, mengapa tidak seni yang lebih netral, mengapa Jawa sentris,” ungkap Antonius

Dikatakan sesungguhnya wayang paling teruji, bereputasi nasional dan diakui dunia. Wayang sesungguhnya tengah berbicara dan mencari wajah manusia Indonesia secara utuh , jati diri dan karakternya. Aapa dan siapa manusia Indonesia yang sesungguhnya.(sigit suhardi)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Thursday, 24 March 2011

Tari, Musik dan Tenun dalam Budaya Ata Maumere

Flores adalah 1001 budaya. Budaya yang beragam dan menjadi warna khas hampir disetiap suku di seluruh kabupaten. Flores juga berarti bunga dari arti kata Floles ("Pulau Bunga") pemberian bangsa Portugis. Memiliki keunikan nan khas selain keanekaragaman bahasa daerah pun keanekaragaman kesenian (musik dan tarian) yang mempunyai nuansa dan makna tersendiri sesuai konteks budaya adat setempat. Wilayah Kabupaten Sikka mempunyai banyak ragam tari dan musik tradisional yang dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan yang berkaitan dengan manusia dan kemanusiaan antara lain cultural built-in filter dalam sanubari kita, untuk acara-acara hiburan dalam berbagai macam hajad termasuk sekarang sedang trendy untuk keperluan pariwisata.
Secara singkat bentuk seni pertunjukan (seni tari dan musik) dapat dilibatkan berdasarkan jenis dan fungsinya masing-masing. Yuuk intip :

Seni Tari

1. Lodong Me : berbentuk tari tradisional yang biasa ditarikan pada upacara bayi turun ke balai-balai rumah dan perkenalan bayi pada bumi pertiwi.

2. Gareng Lameng : Tarian penyunatan sebagai gambaran bahwa si anak laki-laki telah memasuki masa remaja.

3. Lado Gahar : Tarian upacara mengetan padi

4. Togo Pou : Tarian menarik perahu dalam upacara Patikarapu

5. Tarian Bebing : Tarian penyambutan untuk pahlawan yang pulang daari medan perang.

6. Hegong : Tarian penyambutan pahlawan yang lebih mengutamakan improvisasi individu.

7. Ai-Nggaia : Tarian kemenangan perang, lokasi daerah Lio

8. Togo Codu : Tarian kemenangan perang, lokasi pulau Palue

9. Togo Gong Gete dengan jenis-jenisnya : togo ekon, togo liwun, togo degu deang, togo gong, tarian tandak.

10. Hele Larak : Tarian mencangkul kebun

11. Oam Mbele : Tarian menumbuk padi

12. Sora : Tarian kegembiraan dalam pesta-pesta adat.

13. Ong Eng : Tarian kegembiraan nada-nada diatonis tanpa kata-kata

14. Missa : Tarian pergaulan masyarakat Palue

15. Bobu : Sendratari peninggalan Portugis. Bercerita tentang 12 orang pemuda yang berusaha mempersunting seorang Putri yang bernama Prinseja, pilihan putri prinseja jatuh pada pemuda maskador seorang pedagang.

16. Rokatenda : Tarian pergaulan muda/I yang dominan ditarikan pada setiap kesempatan pesta.

Seni Musik

1. Musik Gong Waning : Seperangkat ansambel musik terdiri 5-6 buah gong, 2 buah gendang atau waning, dan sebuah bambu tunggal berukuran 1,5 meter bambu ini biasanya dipecahkan untuk mendapatkan keseragaman bunyi antara gong dan waning. Ansambel gong waning biasanya dihadirkan pada semua acara-acara hiburan profan dan non profan.

2. Suling/Klekor : Dalam bahasa Sikka disebut klekor terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu : klekor ha wuang atau suling tunggal dan Klekor Riwung atau berupa satu orkes musik suling dengan pembagian suara tenor, alto,sopran dan bas.

3. Hego/Eko : Semacam snar mulut bambu, yang dibunyikan melalui rongga mulut.

4. Letor : Alat musik xylaphon dari kayu (pohon denu) sebanyak 6 (enam) bilah. Sebelum alat
musik gong masuk ke wilayah Sikka, orang Sikka menggunakan musik letor dalam setiap kesempatan upacara. Nada-nada letor sama dengan nada-nada pada alat musik gong.

5. Gendang Sora : Gendang yang bentuk dalam ukurannya lebih kecil dari alat musik waning. Gedang sora biasanya dihadirkan bersama klekor riwung dan mengiringi pantun-pantun.

6. Hitek/Werit : Alat musik yang terbuat dari sebatang bambu dengan ukuran kurang lebih 30 cm, cara memainkannya dipetik hampir sama pada alat musik sasando.

Seni Kerajinan Tradisional

a. Seni Tenun Tradisional
Seni Tenun Tradisional dikerjakan oleh ibu-ibu sebagai industri rumah tangga dengan menggunakan peralatan-peralayan tradisional yang terbuat dari bahan lokal. Peralatan-peralatan tersebut seperti “ Daong, Tuang, Ai Lorung, Jata, Ngeung, Pati, Ojang, Pine”.

Untuk membuat tenunan berwarna warni mereka menggunakan ramuan-ramuan tradisional yang terbuat dari tumbuhan lokal seperti “Bur, Tarung, dan Biji Asam”. Ramuan tersebut juga membuat tenunan menjadi kuat dan indah. Kain tradisional/sarung khusus untuk wanita disebut”Utang”, sedangkan untuk pria disebut “Lipa”.

Sarung tradisional Sikka ini memiliki banyak motif. Motif-motif tersebut dirancang dengan bagus dan menggunakan simbol-simbol seperti Manusia, Binatang, Tumbuhan dan Bintang dan punya makna tersendiri.

Motof-motif tersebut adalah :

* Rempe Sikka
* Jarang Atabiang
* Dala Mawarani
* Oko Kirek
* Naga Lalang
* Korasong Manu Walu
* Korasong Doberabu
* Agi Pelikano

b. Penyulingan Moke
Merupakan proses penyulingan minuman alkohol tradisional, yang disebut moke atau tuak. Tempat penyulingan moke disebut Kuwu. Penyulingan tersebut menggunakan peralatan tradisional yang dibuat dari bahan lokal seperti bambu dan periuk tanah.

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Sensasi Bis Kayu di Flores

“KAMU tahu letak neraka? Ada di kampungmu. Neraka adalah menumpang ‘bis kayu’ di Pulau Flores,” kata seorang misionaris asal Spanyol kepadaku di salah satu tempat yang elok di Timor Timur (kini Negara Timor Leste) medio Juli 1997. Kata-kata itu sungguh menggaruk gengsiku yang kala itu masih segunung. Wajah saya berubah merah. Malu…!
Awalnya saya sempat menganggap pernyataan itu sekadar guyonan di meja makan karena dia tahu asalku dari sana. Ternyata pastor berpostur tinggi besar dan brewokan itu bersungguh-sungguh dengan pernyataannya. Dia merasa sesak napas saat menumpang bis kayu di Flores.
“Kamu bayangkan, di dalam bis kayu saya duduk bersama babi, kambing, ayam, jagung, beras, kelapa, sayur, kayu bakar,” kata sang misionaris yang melakukan perjalanan ke Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur tahun 1995.

Ah, sebelum sidang pembaca kompasiana bingung tentang bis kayu, baiklah sekilas saya terangkan dulu benda yang satu ini. Sejatinya bis kayu adalah truk. (Di NTT biasa disapa Oto Truk). Truk yang dimodifikasi. Ada tempat duduk terbuat dari papan dan beratap. Demi melindungi penumpang, barang dan hewan dari hujan dan angin, bis kayu dilengkapi terpal penutup kedua sisi.

Khusus di wilayah barat Pulau Flores yaitu Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur, bis kayu dikenal dengan nama Oto Kol. Oto Kol alias Bis Kayu itu sama saja. Cuma beda sapaan. Secara umum masyarakat Nusa Tenggara Timur mengenal bis kayu.

Di NTT ada sejumlah pulau besar antara lain Flores, Sumba, Timor, Alor dan Lembata. Survei membuktikan, populasi bis kayu alias oto kol terbanyak di Flores. Lain lagi di Alor, mereka lebih intim dengan panser. (Mungkin lain waktu baru saya kisahkan sendiri tentang panser yang menjadi idola orang Alor. Hehehe…..)

Dari sisi jumlah, keberadaan bis kayu sekarang tak sebanyak kondisi tahun 1997, tetapi alat transportasi tersebut belum punah. Dia masih menjadi andalan marhaen karena kegesitan dan ketangguhan menerobos jalan desa dan gunung. Menembus lembah dan ngarai. Masuk sampai ke udik. Mudah Anda temukan di pasar mingguan seantero Flores. Pesonanya belum pudar meski orang NTT sekarang makin doyan dengan Avansa…

***
BAGI mereka yang mengalami pengalaman perdana menumpang bis kayu seperti misionaris Spanyol itu, kendaraan itu sungguh neraka dunia. Perasaan risih dan kesal tentu berkecamuk hebat karena manusia duduk berdesak-desakaan dengan hewan dan barang. Ada sayur, ada ayam, babi, kambing, anjing, pisang, kelapa, kakao, cengkeh, biji kopi, kemiri, jambu mete, beras, kayu bakar, ikan asin, jeriken minyak tanah, solar dan lainnya.

Makin lengkap kesengseraanmu kalau jalan yang dilewati bis kayu atau oto kol itu berlubang-lubang. Di Flores dan NTT umumnya sekitar 70 persen jalan pedesaan kondisinya rusak. So pasti Anda akan terjaga sepanjang jalan. Badan terasa sakit, pinggang seolah mau patah dan (maaf) pantat rasanya tebal karena duduk di atas papan kayu. Itu bagi orang baru.

Bagi mereka yang sudah biasa, dia akan tidur sepanjang perjalanan. Malas tahu dengan keadaan sesak-berdesak. Mereka menikmati goyangan bis kayu. Ada surga di sana. Apalagi mata mudah terpejam menumpang “kendaraan rakyat ” itu karena belaian angin sepanjang jalan. Itulah keunggulan bis kayu, dia tak butuh AC buatan manusia! Sungguh hemat energi.

Lantaran tempat duduk empuk di bis kayu cuma untuk dua orang di samping sopir, maka tempat itu selalu menjadi rebutan. Untuk mendapatkan tempat itu, calon penumpang harus mem-booking jauh-jauh hari kepada sopir yang sampai hari ini masih kaum lelaki. Sapaan kesayangan bagi mereka adalah “Om Sopir”. Kalau terlambat pesan, Anda mesti siap untuk duduk di atas papan. Bayangkan sendiri kalau jarak tempuh 70 hingga 80 km.

Seorang dokter PTT asal luar NTT pernah mengisahkan pengalamannya yang berkesan tentang bis kayu. “Awalnya saya risih, tapi lama-lama saya bisa menikmati duduk di kursi bis kayu,” kata dokter yang tugas di Manggarai dan sekarang studi lanjut di Filipina.

Menurut dia, duduk di bis kayu malah bagus untuk kesehatan. Bis kayu adalah terapi bagi orang yang kerap mengalami nyeri punggung. Dokter itu sudah merasakan khasiatnya. Jadi, kalau Anda termasuk orang dengan penyakit nyeri punggung, sebaiknya datang ke Flores dan menikmati sensansi bis kayu. Hehehe…

Untuk menghibur para penumpangnya, sopir bis kayu akan memutar musik dari tape rocorder yang dilengkapi dengan pengeras suara. Lagu kesayangan Om Sopir di Flores adalah dangdut dan lagu-lagu daerah yang sedang populer. Juga lagu daerah Ambon, Manado dan Batak. Musik dan lagu sungguh tergantung selera Om sopir.

Sebagai kendaraan rakyat, bis kayu amat fleksibel. Dia tidak cuma mengangkut manusia dan barang melewati rute yang sudah dipatok. Jika ada kedukaan, bis kayu siap mengantar keluarga berduka melayat jenazah hingga membawanya ke pekuburan. Jika masyarakat hendak melakukan aksi demontrasi, bis kayu juga siap mengantar pergi dan pulang. Tinggal negosiasi harga. Kalau cocok, oke!

Menjelang pilkada atau pemilu seperti hari-hari ini, bis kayu laris manis. Dan para sopir pasang tarif lebih tinggi dari biasanya. Bis kayu siap mengantar massa menuju arena kampanye, tergantung permintaan partai atau caleg. Sopir bis kayu biasanya hafal jadwal kampanye karena itulah salah satu sumber pemasukan bagi mereka dan pemilik bis kayu.

***

SELAIN bis kayu alias oto kol yang meletupkan canda tentang neraka, kata ”neraka” kembali mengganggu saya saat menjemput seorang sahabat yang tiba dari Aimere, Kabupaten Ngada menggunakan jasa Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Umakalada di Pelabuhan Bolok-Kupang bulan Oktober tahu lalu. “Saya menemukan neraka di geladak Umakalada,” kata sahabat itu sambil geleng-geleng kepala begitu menginjakkan kaki di Dermaga Bolok.

Dia hendak pulang ke salah satu kota di Pulau Jawa setelah berlibur di kampung asal istrinya. Tidak mendapat tiket pesawat ke Kupang, menumpang kapal feri jadi pilihan agar bisa kembali sesuai jadwal cuti.

“Kecuali toilet, hampir seluruh bagian Umakalada penuh manusia dan barang. Sebagian penumpang duduk di tangga kapal karena tidak ada lagi tempat kosong. Saya cemas selama perjalanan. Tidak nyaman. Sulit tidur. Tapi saya heran, banyak juga penumpang yang bisa tidur nyenyak. Mungkin sudah biasa bagi mereka,” katanya sambil tertawa.

Memang tidak mengherankan saya. Bis kayu dan kapal feri adalah bagian dari keseharian mayoritas penduduk NTT. Tidur di geladak berdekatan dengan kambing, babi, ayam, kuda, sayur, beras, sepeda motor, truk dan mobil adalah hal biasa. Kapal feri yang nyaman masih sebuah cita-cita.

Kapal di NTT memakai prinsip ALS. Asal Lintas Saja dulu. Kenyamanan bukan prioritas utama. NTT juga tempat relokasi kapal bekas yang sudah bosan dan karatan melayari rute Surabaya-Madura, Ketapang-Gilimanuk atau Bakahuni- Merak.

Sudah berulang kali dirilis bahwa feri milik PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) seperti KMP Ile Mandiri, Kambaniru, Ile Ape, Cucut, Balibo, Rokatenda, Mutis dan Uma Kalada usianya sudah tua. Rentan terhadap kecelakaan dan tak mampu memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat. NTT pernah membeli kapal sendiri, namun nasibnya tidak jelas sampai sekarang karena salah urus. Lebih lama berlabuh ketimbang berlayar. Mirip kapal-kapalan.

Markus, kawan akrab beta yang anggota Dewan baru-baru ini berkata jujur. Sejak mendapat sapaan Wakil Rakyat yang Terhormat lima tahun silam, dia kikuk dan malu menumpang kapal feri. “Gengsi ko. Biar dana cekak, saya usahakan pakai pesawat. Pinjam pun tak apa,” katanya.

Saya kira banyak orang seperti Markus. Setelah bertitel “pejabat negara” atau pekerja NGO dengan funding internasional, nyaring berteriak pro rakyat dari ruang kerja ber-AC, jok mobil empuk dan jendela pesawat. Kenyataan di luar sana sekadar dibayang-bayangkan saja. Ah, rakyat! (Dion DB Putra/Kompasiana)*

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Sunday, 13 March 2011

Pariwisata : "Mimpi Besar" yang Menjanjikan

Oleh: Yohanis Yanto Kaliwon

Menyadari keterbatasan potensi sumber daya alam (SDA) di Nusa Tenggara Timur(NTT), maka Pariwisata adalah pilihan yang tepat untuk mendinamisasi perekonomian Daerah. Peta potensi pariwisata NTT secara keseluruhan sesungguhnya sangat prospektif jika dikelola secara serius dan berkesinambungan. Asumsinya, jika pengembangan sarana dan prasarana pariwisata ditata secara baik didukung dengan promosi yang gencar, mampu mengundang banyak wisatawan, maka sektor-sektor lainnya akan bergerak mengikuti atau meningkat secara signifikan. Sektor pertanian, jasa-jasa, perdagangan, hotel, restoran, industri berbasis potensi lokal dan lain-lain akan terstimulisasi secara positif.
Banyak upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten se-NTT dalam mengembangkan sektor pariwisata, namun “efek berganda” yang diharapkan akan mendinamisasi perekonomian daerah harus diakui belum maksimal.

Gebrakan Gubernur Lebu Raya untuk “back to basic” mendayagunakan potensi lokal haruslah direspon sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari semua sektor, bukan hanya sekedar memanfaatkan(baca:mengkonsumsi sendiri) potensi yang ada tetapi lebih dari itu, bagaimana potensi lokal tersebut diberdayakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Robert Wood, menulis, “…pariwisata dapat memperkuat kebudayaan-kebudayaan tradisional dengan cara menambah kebanggaan setempat dan membuat kerajinan tangan dan kegiatan-kegiatan tradisional lainnya menjadi layak dikembangkan secara ekonomi(dalam: Dr. Yekti Maunati, Identitas Dayak,LKiS,Yogyakarta,2004:43). Dengan demikian, pariwisata juga sebenarnya mampu “meregenerasi” tradisi-tradisi komunitas adat yang mulai terkikis modernisasi di satu sisi dan memberi keuntungan ekonomis di sisi lain.

Berdasarkan laporan dari World Trade and Tourism Council (WTTC, 1999), secara global di tahun 1999 pariwisata menghasilkan pendapatan sebanyak 3,5 triliun US$ dan menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak 200 juta. Laporan WTTC juga menambahkan bahwa di kebanyakan Negara, wisata pesisir merupakan industri wisata terbesar dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi PDB (sekitar 25 % dari total PDB). Di Bali sebagai contoh sumbangan kumulatif sektor pariwisata terhadap PDRB mencapai 70 % (1999) walaupun tragedi WTC New York dan Bom Bali menyebabkan penurunan pendapatan menjadi 60 % tahun 2000 dan 47% tahun 2002 (Bali Post, 2003).

Jika seluruh potensi pariwisata dikelola secara baik maka bukan mustahil kita mampu bersaing dengan Bali. Paket-paket wisata dengan rute Bali, NTB dan NTT sudah cukup banyak meskipun masih insidentil dan parsial. Persoalannya adalah “peluang” tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal agar wisatawan yang melewati daerah kita “betah” untuk menikmati paket-paket wisata yang menarik. Beberapa Daerah telah menangkap peluang tersebut secara baik tetapi dampak positif ekonomisnya masih terkonsentrasi pada titik-titik lokasi pariwisata tersebut. Di Moni Kabupaten Ende misalnya, daya tarik danau tri warna Kelimutu telah menstimulasi bergeraknya sektor-sektor lain seperti jasa, penginapan, restaurant, transportasi, industri souvenir dan lain-lain.

Keindahan pesisir pantai maupun potensi kelautan yang menjanjikan pun belum dikelola secara maksimal. Masih banyak ruang terbuka pantai yang dibiarkan merana seolah tak bertuan. Dengan topografi yang unik, berbukit-bukit, tebing-tebing tinggi yang curam maupun hamparan padang ilalang yang belum tersentuh, sesungguhnya dapat dibangun berbagai prasarana dan sarana pendukung pariwisata. Dalam konteks ini, koordinasi lintas sektor merupakan suatu keharusan, mulai dari perencanaan tata ruang, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, agar dampak negatif proses kontruksi dapat diminimalisir.

Disamping itu, situs-situs bersejarah yang bernilai historis tinggi perlu dilestarikan keberadaannya. Peningkatan akses mobilitas ke titik-titik lokasi tersebut dapat memudahkan wisatawan untuk menentukan rute dan waktu perjalanannya. Lebih menarik lagi, jika di lokasi-lokasi tersebut para wisatawan dapat disuguhi pertunjukan ritus-ritus adat maupun atraksi-atraksi tradisional yang telah dikemas secara baik sebagai suguhan yang memikat wisatawan. Stuart Hall berpendapat bahwa etnis-etnis lain yang eksotik dan murni adalah sebuah fantasi Barat(dalam Yekti Maunati,2004:45). Dengan memahami orientasi wisatawan (khususnya mancanegara), kita dapat melakukan banyak terobosan untuk “menghidupkan kembali” kesenian-kesenian tradisional, tanpa harus menanggalkan modernitas yang terus bergerak maju.

Jika seluruh potensi pariwisata telah dikembangkan secara baik, maka promosi baik melalui media massa, brosur, website dan lain-lain adalah “sentuhan akhir yang indah” untuk meyakinkan calon-calon wisatawan yang sedang merencanakan perjalanan wisatanya. Dengan kebanggaan dan kepercayaan diri menampilkan visualisasi yang artistik, kita berani berujar “welcome to my beautiful island”. Selamat datang di pulauku yang indah dan menawan.

Pelibatan sektor swasta secara intens dalam “mega proyek pariwisata” ini adalah suatu keharusan. Kompensasi pembebasan pungutan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah(PAD) seperti retribusi daerah, pajak daerah dan lain-lain untuk jangka waktu tertentu bagi pemodal atau investor di sektor pariwisata adalah salah satu langkah taktis dalam upaya mendinamisasi perekonomian Daerah untuk jangka panjang. Jika dinamika perekonomian daerah bergerak naik secara meyakinkan, maka peningkatan PAD sebagai salah satu variabel esensial implementasi otonomi daerah dapat terpenuhi. Dengan lain kalimat, ketergantungan Daerah pada Pusat akan berkurang secara signifikan.

Sekali lagi, “mimpi besar” untuk mengubah “padang ilalang, situs-situs tua, hamparan pasir-pasir pantai” menjadi tempat pariwisata yang menjanjikan dan mampu mengundang wisatawan untuk berkunjung, bukan mustahil akan membawa masyarakat dengan berbagai latar belakang profesi atau pekerjaan, menuju kesejahteraan. Dan kemandirian sebagai jiwa dari otonomi daerah itu sendiri akan terwujud dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga!

Oleh: Yohanis Yanto Kaliwon
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik dan Pemerintahan Fisipol
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Hasil Pemeriksaan diSerahkan ke Bupati


Dana Bansos di Sikka
Laporan tim pemeriksa pengelolahan dan penyaluran bantuan sosial (Bansos) senilai Rp. 10.7 Miliar yang diduga bermasalah telah diselesaikan Inspektorat Kabupaten Sikka. Pada Jumat (11/3/2011), laporan yang dikerjakan selama dua bulan lebih itu telah diserahkan kepada Bupati Sikka Drs. Sosimus Mitang. “Baru saja saya tadi sampaikan laporan itu kepada Bupati. Hanya mungkin Bupati mempelajari dulu laporannya. Laporan itu kami sampaikan setelah pemeriksa selesai menyusunnya,” kata Inspektorat Kabupaten Sikka, Drs. Thomas Ola Peka di Kantor Bupati Sikka, Juamt (11/32011) siang.
Mengenai isi laporan dan hasilnya Thomas menyilakan wartawan mengkomfirmasi kepada Bupati Sikka. Dia mengakui tak punya kewenangan menyampaikan hasil laporan pemeriksaan tersebut. “Pemeriksaan bagian dari hasil pemeriksaan BPK. Hasilnya seperti apa, tanya langsung pak bupati saja,” ujarnya.

Ditanya permintaan dokumen laporan pemeriksaan oleh tim Kejaksaan Negeri (Kajari) Maumere, Thomas mengatakan, akan minta ijin terlebih dahulu kepada Bupati Sikka. Bila diijinkan akan diserahkan kepada jaksa yang mengumpulkan bahan dan keterangan menyelidiki dugaan korupsi bansos senilai Rp. 10,7 miliar. Teknis peminjamannya diserahkan sepenuhnya kepada Dinas PPKAD Sikka.

Apakah surat pertanggungjawaban (SPJ) bantuan tersebut milik Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah 9PPKAD) Sikka yang belum dikembalikan? Thomas mengatakan data itu telah dikembalikan kepada dinas tersebut setelah pemeriksaan. “Kami hanya pinjam pakai saja. Setelah itu kami kembalikan lagi ke Dinas PPKAD,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya Dinas PPKAD Sikka belum menyerahkan berkas pertanggungjawaban pengelolaan dan penyaluran dana bantuan sosial Rp 10,7 miliar tahun anggaran 1009 kepada Kajari Maumere, karena berkas itu masih berada ditangan pemeriksan Inspektorat Sikka. SPJ untuk keperluan pemeriksaan dan uji petik sesuai rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan NTT. (aly/flores star)

www.inimaumere.com

Selengkapnya...

Friday, 11 March 2011

Galeri Foto Bawah Laut Teluk Maumere (2)


Galeri foto dihalaman ini adalah bagian kedua dari kumpulan foto-foto bawah laut Teluk Maumere. Sekedar diketahui, Teluk Maumere pernah menjadi ikon wisata laut di kawasan Indonesia sebelum diterpa gempa Flores dan tsunami tahun 1992 yang menghancurkan sebagian besar potensi terumbu karang. Pemkab Sikka bersama program Coremap II Sikka terus berupaya dengan mengintensifkan beberapa program pemulihan yang berdampak positif setelah tsunami. Hasilnya, pesona keindahan terumbu karang bersama biota lautnya berangsur kembali pada citra semula. Pemulihan pamor bawah laut di kawasan Teluk Maumere hingga kini terus berjalan. Untuk mengabadikan potensi bawah laut tersebut, Coremap II Sikka menggelar "Kontes Foto Bawah Laut Teluk Maumere" yang diikuti 15 fotografer profesional bawah laut dari seluruh Indonesia. Anda bisa menikmati keindahan Bawah Laut Teluk Maumere lewat foto-foto hasil jepretan mereka dibawah ini:


Galeri I









Galeri II







Galeri Foto Bawah Laut Teluk Maumere (1), bisa dilihat disini

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Tuesday, 8 March 2011

Maumere, Mutiara Yang Terabaikan…

Oleh: Wawan Nike

Keindahan pasir putih alam asli Pantai Tanjung dan Pantai Doreng tak digarap maksimal
Globalisasi yang saat ini menjadi icon atau pun motto, serta jargon dari pemerintah baik di pusat maupun di daerah justru amburadul, dengan adanya polarisasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 yang ada, tidak membawa dampak serta pengaruh positif bagi pembangunan di Indonesia. Globalisasi merusak tatanan kearifan lokal bangsa ini semakin jelas terlihat, Indonesia yang membagi zona wilayahnya antara barat dan timur semakin menunjukkan arogansi, sehingga adanya perbedaan justru memperlebar jurang perpecahan.
Kabupaten Sikka yang terletak di Bagian Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, adalah gambaran dari tidak becusnya pemangku kebijakan dalam mengimplementasikan ide-idenya, dimana rakyat dikebiri atas hak hidupnya, jaminan sebagai warga Negara yang dinaungi dan dijamin kemerdekaanya dalam undang undang dasar 1945 jelas tidak terbukti.

Sementara itu, keberadan Pemerintah Daerah Kabupaten sebagai pemegang kedaulatan secara otonom tidak menunjukan konsep jelas tentang pembangunan kota ini, dengan pelbagai potensi yang ada, sementara sejak kali pertama saya datang Potensi Kabupaten Sikka yang saya kunjungi adalah empat desa yang berada di wilayah kecamatan Mapitara, satunya adalah Desa Hebing, masyarakatnya yang masih natural justru memiliki daya tarik tersendiri di tunjang dengan alamnya yang masih elok, serta tidak tercemar polusi, ini justru daya pikat tersendiri apabila Dinas Pariwisata setempat mampu membaca potensi untuk dikembangkan demi pembangunan Sikka.

Sesuai catatan Maumere merupakan kota pelabuhan utama di Kabupaten Sikka yang berada di antara wilayah Flores Tengah dengan Kabupaten Larantuka yang berada di Timur. Nama Sikka berasal dari nama sebuah desa yang berada di pantai Selatan Flores yang dulu pernah dikuasai penguasa Portugis dan keturunan pada abad ke-17 dan abad ke-20. Maumere telah menjadi pusat kegiatan kaum misionaris asal Portugis dalam menyebarkan agama Kristen sejak mereka tiba di wilayah ini sekitar 400 tahun yang lalu. Pada bulan Desember 1992, Maumere diguncang gempa hebat yang menghancurkan sebagian kota ini disusul gelombang pasang setinggi 20 meter yang menewaskan ribuan orang.

Maumere secara geografis terletak hanya 30 km dari pusat gempa dan saat ini Maumere sudah dibangun kembali dari kehancuran total akibat gempa bumi. Bagi wisatawan yang berminat dengan kain tenun ikat maka Maumere merupakan salah satu pusat produksi tenun ikat. Wisatawan yang datang ke Maumere umumnya hanya untuk transit dan beristirahat sejenak sebelum melalui melanjutkan perjalanan menuju ke beberapa tempat yang menarik yang terdapat di sekitar Maumere.

Sementara itu Maumere yang memiliki potensi sedemikan besar mulai dari gunung, esotika alam lautnya, serta village heritage semestinya dapat perhatian khusus dari Pemerintah Kabupaten Sikka, bila saja pemerintah Kabupaten Sikka tidak bingung dalam menggarap potensi penyerapan PAD tentunya mereka akan mengembangkan potensi wisata, kedatangan turis manca yang sempat berbincang dengan saya tentang Sikka, ternyata tak hanya tertarik pada potensi alamnya namun mereka juga tertarik dengan angkutan tradisional yang melayani rute dari Maumere – Palue.

Pada jarak 13 km di Timur Maumere terdapat Waiara yang merupakan titik pangkal untuk menuju ke taman laut Maumere yang dulu pernah menjadi salah satu lokasi penyelaman yang paling indah di Indonesia sebelum hancur akibat gempa bumi tahun 1992, namun sesuai dengan pernyataan Simon Subandi, saat berbincang dengan Suara Flores, ini masih menjadi kontradiksi dalam pembahasan RAPBD pada 2011.

Namun demikian lokasi terumbu karang di sekitar Pulau Pemana di Pulau Besar di dekat Waiara masih dalam kondisi yang rusak akibat banyaknya pengeboman sehingga tak lagi menarik minat penyelam.

Di Barat Laut Waiterang terdapat Gunung Egon (1.703 m) yang merupakan gunung vulkanis yang mengeluarkan asap. Gunung ini dapat didaki dari Blidit dalam waktu kurang dari tiga jam. Blidit terletak 6 km dari Waiterang dengan menumpang angkutan umum. Namun hanya satu Pos pemantau aktifitas gunung ini masih menggunakan listrik milik warga, selain beberapa battery yang memang digunakan sebagai pembangkit alat pendeteksi gempa, padahal bahaya sudah di depan mata.

Sekitar 19 km dari Maumere, di jalan raya yang menuju ke Ende, terdapat museum yang memiliki koleksi benda-benda bersejarah asal Flores dan juga koleksi kain tenunan ikat langka, sayangnya dari pernyataan Viktor Nekur, warga setempat menyatakan bahwa “ banyaknya gading museum yang saat ini hilang, atau berganti dengan replika, seperti kejadian di Museum Solo,”katanya.

Sekitar 45 menit perjalanan dengan menumpang angkutan umum dari Maumere (27 km) terdapat sentra produksi tenun ikat lainnya yaitu di Sikka. Kota ini dulunya, pada abad ke-17, merupakan pusat pemukiman orang Portugis di Flores. Sebuah gereja tua yang dibangun pada tahun 1899 terdapat di Sikka.

Sekitar 4 km dari Sikka terdapat Lela yang merupakan tempat di mana banyak ditemui bangunan tua peninggalan kolonial dan juga sentra kerajinan tenun ikat. Lela memiliki kawasan pantai dengan pasirnya berwarna hitam.

Pada jarak 10 km di Timur Maumere wisatawan akan tiba di Geliting yang mana pada setiap hari Jum’at digelar pasar tradisional yang dikunjungi ribuan orang yang datang dari berbagai desa di wilayah ini. Di pasar ini banyak dijual aneka kain tenun ikat.

Sekitar 10 km di Timur Laut Wodong terdapat Nangahale yang merupakan desa yang cukup menarik karena masyarakat di sini pembuat kapal tradisional. Jalan yang menuju ke Nangahale akan melalui Patiahu, 33 km dari Maumere, yang merupakan kawasan pantai yang indah dengan pasirnya yang putih. Sayangnya dari pemerintah sendiri tidak memiliki banyak anggaran untuk memoles kecantikan Maumere yang berada di pulau Flores ini.

Bila saja konsep marhaenisme dijalankan pemerintah sebagai soko guru kemandirian, untuk menunjang perekonomian dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah tentunya tidak justru menunggu banyak masyarakat yang sakit untuk menunjang pembangunan, payah.

Bila saja semua komponen pemangku jabatan yang ada mau untuk terbuka dan mengakui kekurangannya atas sumber daya manusia yang dimiliki, mungkin saja saran dan kritik juga masukan demi kemajuan Sikka bisa tergarap dengan apik (Wawan Nike/ Suara Flores).

*Pemerhati Sosial, tinggal di Maumere

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Friday, 4 March 2011

Berantas Prostitusi di Rumah Penduduk

Lurah Kota Baru Amankan Aset Daerah
Kelurahan Kota Baru yang terletak persis di jantung kota Maumere kini gencar memberantas praktek prostitusi liar di rumah-rumah penduduk. Hal itu seiring dengan pengamanan aset-aset daerah di lingkup Kelurahan Kota Baru.
Demikian disampaikan Lurah Kota Baru, Yosefina Ilvani Kuki Jumat (25/2) di Maumere. Kuki menjelaskan, pengamanan aset khususnya di wilayah Kelurahan Kota Baru telah dilakukannya dengan terlebih dahulu memberikan sosialisasi kepada penduduk. Sejumlah aset yang diamankan diantaranya di wilayah taman kota dimana para pedagang dan kaki lima dengan sengaja tanpa izin menjajakan dagangannya di tempat tersebut.
Sebelumnya dilakukan sosialisasi, jelas Kuki, tempat itu sering diklaim sebagai hak milik oleh oknum tertentu. Namun, setelah dilakukan sosialisasi hal itu tidak terjadi lagi dan menjadi areal taman kota.

"Sejumlah aset daerah yang kami amankan khususnya di wilayah Kelurahan Kota Baru sudah dijalankan dengan baik. Kini tidak ada lagi para pedagang liar yang berusaha di tempat tersebut," jelas Kuki.

Kuki menambahkan, aset daerah lainnya yang kini harus diamankan adalah wilayah bantaran kali mati yang saat ini oleh sejumah penduduk dijadikan sebagai tempat tinggal. Bahkan ada rumah penduduk juga dijadikan sebagai tempat prostitusi liar dimana para Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan bebas beroperasi di tempat tersebut.

Kuki selaku lurah sudah memberi peringatkan baik secara terlulis maupun secara lisan. Bahkan ada yang diberikan peringatan berulang kali namun masih tetap melakukan aktifitas tersebut. Karena itu ia berjanji dalam waktu dekat akan mengambil langkah untuk segera mengeluarkan warga tersebut dari lokasi tersebut.

"Kami sudah mengarahkan dan meminta agar yang bersangkutan yang sering menampung para PSK itu segera membongkar rumahnya karena rumah yang dibangun itu terletak di atas aset daerah. Teguran lisan maupun tertulis sudah dilakukan, hanya saja kami nilai masih bandel. Hal itu terbukti dengan belum terealisasi apa yang dibuat dalam surat pernyataannya," tegas Kuki.

Kuki menambahkan, sejumah aset daerah yang oleh penduduk dijadikan sebagai tempat tinggal akan segera dibersihkan dalam waktu dekat. Sedangkan rumah-rumah penduduk yang dijadikan sebagai tempat beroperasinya para PSK selain dibongkar juga tidak diizinkan untuk berpraktek di wilayah Kelurahan Kota Baru. Menurut Kuki, sangat tidak etis di tengah kota masih ada rumah penduduk yang dijadikan sebagai tempat esek-esek.

Berdasarkan hasil pantauannya, tempat esek-esek yang terletak di bantaran kali mati itu, menjadi sangat ramai ketika menjelang tengah malam dimana para PSK adalah wanita dari kampung yang melayani kaum pria hidung belang dari berbagai kalangan.

"Di bantaran kali mati itu ada rumah penduduk yang dijadikan sebagai tempat prostitusi. Banyak lelaki hidung belang yang menjadi pelanggan para PSK. Para PSK itu bukan berasal dari luar Flores tetapi orang kampung yang berkeliaran di tengah kota dan tidak jelas di mana tempat tinggalnya," jelas Kuki. (kr5/ Timorexpress)

www.inimaumere.com
Selengkapnya...

Perjalanan Dinas Fiktif?


Dugaan Korupsi DPRD Sikka
Seperti gayung bersambut. Setelah Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Wilayah NTT, Meridian Dewanta Dado, S.H melaporkan dugaan korupsi perjalanan dinas pimpinan DPRD Sikka, Badan Kehormatan (BK) dan Sekretaris DPRD Sikka menemui Mahkamah Agung, Kepala Kejaksaan Negeri (Kjari) Maumere, memerintahkan bagian intel mengumpulkan data (puldata) dan pengusutan. Kepala Kejaksaan Negeri Maumere Sanadji, S.H, menyampaikan hal itu melalui Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Maumere, Ahmad Jubair, S.H dikantornya. Ahmad menjelaskan laporan TPDI NTT tentang dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif di DPRD Sikka sudah disikapi jaksa. Tim dipimpin Kasi Intel untuk mendalami laporan TPDI.

Laporan Kajari Maumere telah dipelajari Kajari dan telah disikapi dengan proses pengusutan dan pengambilan data lapangan. Tim jaksa mengecek kebenaran perjalanan dinas tersebut dengan melihat fakta yang dilaporkan. “Apa yang akan kami gali dilapangan telah kami konsepkan dan tinggal kami perdalam di lapangan, “ tegas Ahmad.
Anggota DPRD Sikka, Siflan Angie, menegaskan, perjalanan dinas itu tidak dianggarkan dalam APBD II. “Tidak ada anggaran ke MA konsultasikan kasus Alex Longginus. Yang ada anggaran perjalanan penguatan kapasitas anggota Dewan seperti Bimtek, “ tegas Siflan.

Sebelum keberangkatan ke Jakarta, kata Siflan, sudah ada informasi bahwa Alex bebas murni. Namun mereka ngotot ke Jakarta. Apa yang mau dipertanggungjawabkan kepada Dewan. Penjelasan yang diperoleh dari Pengadilan Negeri (PN) Maumere, sama saja menyatakan Alex masih berstatus terdakwa kasus purnabakti. Mereka buang-buang waktu dan uang ke Jakarta. Keputusan status Alex sudah dirilis di website MA dua minggu sebelum ke Jakarta.

“Yang saya sampaikan bukan mencari popularitas. Saya mau tanya urgensinya apa dan hasilnya apa dari perjalanan dinas tersebut. Mau bertemu petinggi MA, ternyata staf panitera menjelaskan status Longginus masih terdakwa,” tegas Siflan.

Ketua Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Sikka, Cornelis Soge, menyayangkan perjalanan dinas yang sama sekali tak memberi manfaat kepada rakyat. Biaya yang digunakan tak besar. Tapi penggunaan uang rakyat sepeserpun harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

Diberitakan sebelumnya, Ketua dan Wakil Ketua DPRD Sikka, Rafael Raga dan Felik Wodon, ketua, wakil ketua dan anggota BK, L. BOY, Paolos Nong Susar, dan Petrus Ruamat Pelang serta Sekretaris DPRD, Vincent Hulir diadukan TPDI ke Kejari Maumere, Senin (28/02/2011) pagi. Mereka diduga melakukan perjalanan dinas fiktif ke MA mengkonsultasikan status Alex dalam kasasi kasus korupsi dana purnabakti yang dilakukan Alex semasa menjabat Bupati Sikka. Perjalanan dina fiktif menelan biaya Rp. 90 juta disinyialir tidak dianggarkan dalam APBD.(ris/aly – Flores Star)
www.inimaumere.com
Selengkapnya...

 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: 03.11 | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---