Selamat Datang di Maumere...

SELAMAT BUAT PAKET AN-SAR (YOS ANSAR RERA-P.NONG SUSAR) yang dipercayakan masyarakat Kabupaten Sikka sebagai BUPATI dan WAKIL BUPATI SIKKA 2013-2018..
Pemandangan di Kolisia, Kecamatan Magepanda

Sunday 8 July 2012

Keragaman Corak Tenun Ikat Flores

Maumere adalah Ibukota Kabupaten Sikka, terletak di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Maumere berada di pesisir Pantai Utara(Pantura)Flores dengan Bandara Frans Seda serta Pelabuhan Laut L.Say sebagai pintu gerbangnya. Lewat inimaumere.com Anda bisa menjelajahi Kabupaten kecil ini, epang gawan (terima kasih) telah berkunjung... Kontak Kami

Tenun ikat Flores dibuat dengan bahan dasar benang dari kapas yang dipilin oleh penenunnya sendiri. Benangnya kasar dan dicelup warna biru indigo. Kain dihiasi dengan ragam hias bentuk geometris aneka warna yang cerah dan menyolok. Kain tenun dari daerah Manggarai banyak menggunakan warna kuning keemasan, merah, dan hijau. Pembuatan desain kain tenun ikat di Flores dilakukan dengan mengikat benang-benang lungsi. Pekerjaan ini dapat berlangsung selama berminggu-¬minggu, bahkan kadang-kadang sampai berbulan-bulan. Seringkali pencelupan dikerjakan satu-persatu untuk setiap bakal kain sarung, meskipun kadang-kadang juga dilakukan sekaligus untuk beberapa buah kain sarung. Ketika kerajaan-kerajaan kecil di Flores masih ada, sejumlah orang bekerja khusus sebagai pembuat kain-kain tenun untuk kebutuhan kalangan raja-raja di istana.


Jika dahulu ada pembedaan pakaian adat berdasarkan status sosial (golongan bangsawan atau rakyat jelata), maka masa sekarang tidak lagi. Sekarang kain-kain tenun dibuat untuk dijual ke pasaran lalu dijual lagi kepada mereka yang membutuhkannya. Pesanan dengan kualitas khusus masih dilayani dengan harga khusus pula.

Beberapa daerah yang menghasilkan kain-kain tenun adalah Manggarai, Ngada, Nage Keo, Ende, hingga sekitar Lio, Sikka, dan Lembata di bagian timur Flores. 

Di daerah Manggarai ada teknik lain pembuatan ikat, yaitu menggunakan lidi-lidi pengungkit dalam proses penenunan untuk menghasilkan pakan tenun songket tambahan. 

Di daerah Ngada, Flores Tengah, juga terdapat kain tenun songket warna kuning emas sebagai pengganti songket benang emas. Kain-kain tenun songket Flores di atas latar tenunan benang kapas ini mempunyai banyak persamaan dengan kain-kain songket dari Sumbawa. Menurut sejarah wilayah sebelah barat Flores dulu merupakan daerah kekuasaan kerajaan Bima-Sumbawa yang memiliki kain-kain tenun songket benang emas dan perak untuk kalangan raja-raja Bima. 

Hal ini membawa pengaruh yang cukup kuat di daerah sebelah barat Flores, sehingga mereka pun mempunyai tradisi membuat kain tenun songket walaupun tidak menggunakan benang emas dan benang perak. Selain kain songket, masyarakat Ngada juga membuat kain tenun ikat. Tenun ikat yang mereka buat menggunakan warna-warna gelap, antara lain dengan kombinasi warna biru dan cokelat, dengan garis-garis sederhana. 

Sedangkan suku Nage Keo menghasilkan tenunan yang menampilkan motif bintik-bintik kecil dari teknik ikat pembentuk motif floral. Jalur ikat ini dikombinasikan dengan jalur-jalur kecil lain berwarna putih, merah, dan biru polos. 

 Seperti halnya kain sarung, pada kain songket juga ada pembagian desain kain antara lain adalah yang disebut bagian kepala yang diletakkan di bagian tengah dan yang disebut badan yang diletakkan di belakang kain lainnya. Pembagian desain songket dari Manggarai dan Ngada ini juga membentuk bagian badan dan kepala, dengan motif yang berbeda di kedua bagian tersebut. Saat dikenakan, bagian kepala biasanya diletakkan di bagian depan dan bagian badan diletakkan di belakang. 

Di Flores, kain tenun biasanya dikenakan hingga setinggi dada. Dalam perkembangannya, mereka menggunakan kebaya yang pemakaiannya dimasukkan dalam sarung. Cara memakai kain sarung seperti ini hampir sama dengan cara wanita Bugis dan Makasar di Sulawesi Selatan, atau Kaili dan Donggala di Sulawesi Tengah.

Pada mulanya kain adat Flores untuk wanita berbentuk sarung setinggi dada dan dilipat di bagian depan. Di bagian pinggang pemakai dikenakan ikat pinggang dari perak. Mereka tidak menggunakan kebaya atau blus. Namun kini ada variasi lain dari cara pemakaian kain sarung, di mana lipatan kain sarung diikat di salah satu bahu sehingga agak terangkat ke atas pada salah satu sisinya. 

 Cara pemakaian kain di Flores ada bermacam-macam. Lain daerah atau suku, bisa berbeda pula cara pemakaiannya. Perempuan suku Sikka di Maumere, Kabupaten Sikka, menggunakan kain sarung sebatas pinggang yang disebut utan, yang dipadukan dengan baju kebaya yang disebut labu, yang modelnya mirip kebaya Maluku. Utan dengan ragam hias yang diberi warna gelap atau hitam disebut utan welak.

 Paduan kain dan labu ini masih dirasa kurang bila tidak menggunakan selendang yang disebut dong. Penampilan kaum perempuan ini masih dilengkapi tusuk konde dari emas atau perak yang tinggi berbentuk bunga.(ultimoparadiso)

Artikel Terkait



 

© 2007 MaUmErE oF FlOrEs: Keragaman Corak Tenun Ikat Flores | Design by MaUmErE Of FlOrEs







---[[ KeMbAlI kE aTaS ]]---