seratus tahun silam.
Di mata masyarakat, Edmundus Parera adalah sosok yang sederhana, tekun serta memiliki watak otodidak yang tinggi dalam menyusun berbagai karya yang akan dibekalinya kepada anak cucunya ‘Generasi Muda’ Kabupaten Sikka agar kekayaan pengalaman yang pernah dimiliki Kabupaten Sikka tidak begitu saja hilang dari catatan perjalanan Sikka dari muka dunia. Ini terbukti dari banyaknya kunjungan wisatawan asing,duta besar hingga para ahli sejarah datang mencari isi sejarah yang pernah ditinggalkan bangsa Portugis, Belanda, Jepang hingga Asia,“penyair tua” inilah yang menjadi sumber.
Sebagai tokoh masyarakat dalam posisinya sebagai hakim adat, putra sikka yang pensiun dari guru pada 1 0ktober 1976, ini bersama saudaranya M Mandalangi Parera (alm11 Mei 2001) juga seorang budayawan melahirkan sebuah buku “Peleng Patang.”
Edmundus tidak saja memiliki jiwa otodidak di bidang sejarah, tetapi juga memiliki jiwa seni sastra. Ada sejumlah deretan puisi karya Edmundus yang ditinggalkan sebagai pesan besar bagi generasi muda agar tekun dan terus mencatat berbagai peristiwa besar di Kabupaten Sikka sebagai sebuah sejarah yang sudah sepantasnya jangan ditelantarkan begitu saja oleh pemilik sebenarnya,yang tidak lain adalah kita sendiri. Pemilik Nian Sikka.
Sejumlah karya sastra puisi yang ditinggalkan, antara lain Sumbangan PenyairTua.Dalam puisi yang sangat sederhana dan alami ini tersirat makna besar tertuju kepada generasi muda, karena angkatan tua adalah angkatan lama yang pernah memiliki kejayaan
dan kini sirna dan tinggal kenangan. Karya lainnya O Guruku, O Gereja Tua, O Sikka Kekasihku serta masih banyak karya sastra lainnya yang dibuat sang Sumbangan Penyair Tua.
Darah seni dan cinta akan budaya daerah tak berakhir dalam silsilah garis keturunan Edmundus Parera.Sederetan pencinta seni dan budaya mulai lahir, siap memanggul pesan
sang pencetus puisi Sumbangan Penyair Tua, Oscar Mandalangi, Indah Parera, merupakan contoh yang siapa saja patut menirunya, dengan memiliki darah seni kreasi sendratari
kesenian Kabupaten Sikka pun kian marak dipersembahkan di berbagai daerah lain di Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir,Kabupaten Sikka telah kehilangan budayawan
lokal yang begitu berjasa dalam dunia sejarah lokal daerah Kabupaten Sikka. Antara lain Pater Piet Petu, SVD, M Mandalangi Parera.
Memiliki jasa besar dalam berbagai tulisan dan pemikiran serta ketekunan dalam menggali dan menggali sejarah di Sikka. “Tahi blinok lalang woer, tali ene dagir waing, karang ene kaet alang; ma reta seu ma, retu seu lape pitu,reta kota lape walu, ma ngaji beli ami, me aung klunuk ei Kabupaten Sikka mogang saweng.” Selamat jalan Opa Manda”
KARYA DAN BAKTINYA
* 1949 turut memrakarsai berdirinya SRK IV Sikka di Sikka
* 1952 memrakasai berdirinya SR Strada Tanjung Periok
* 1954 memrakarsai berdirinya SRK St. Maria Bondongan- Bogor
* 1957 memrakarsai berdirinya SMEP/SMP Bunga Fatima
* 1984 memrakarsai berdirinya SMPK Watu Pajung Sikka dan menjadi ketua
Yayasan Watu Pajung yang kemudian diakui tahun 1991.
Selama bertugas sebagai guru sejak 1939 di setiap lembaga pendidikan ini,
Edmundus juga menjadi seorang organis dan dirigen yang handal dan piawai
dalam berbagai kegiatan paduan suara dan koor gereja, sekolah maupun diberbagai kegiatan pertunjukan.(Spirit)